Jakarta (Antara Kalbar) - Selain kerja sama ekonomi dan politik, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menilai penyelenggaraan Peringatan ke-60 tahun Konferensi Asia Afrika dapat memperkuat kerja sama antarorganisasi perempuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan di kedua benua tersebut.

"Biasanya dalam kesempatan konferensi nasional seperti itu, organisasi-organisasi perempuan di Asia Afrika bisa saling membahas persoalan penting terkait pemberdayaan anak perempuan dan perempuan dewasa," kata Sekjen KPI Dian Kartikasari saat dihubungi Antara di Jakarta, Ahad.

Menurut dia, biasanya pembahasan masalah-masalah tersebut dilatarbelakangi faktor "senasib sepenanggungan" seperti yang sempat diupayakan organisasi perempuan Asia Afrika terkait pemenuhan hak perempuan pedesaan misalnya hak untuk menentukan sendiri usia perkawinan dalam kaitannya untuk mencegah perkawinan anak-anak karena hampir seluruh perkawinan anak tersebut terjadi di desa-desa Asia dan Afrika.

"Pembahasan atas persoalan tersebut kemudian dimasukkan dalam Konvensi untuk Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), dan pada 2008 baru berhasil dengan ditetapkannya Hari Perempuan Pedesaan Internasional setiap 15 Oktober," ujarnya.

 Melalui penetapan Hari Perempuan Pedesaan Internasional itu, 40 organisasi perempuan di Asia dan Afrika terus berjuang agar poin-poin yang termasuk dalam CEDAW bisa diterapkan untuk memenuhi hak perempuan pedesaan di negara masing-masing melalui kerja sama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai lembaga yang menaungi CEDAW dengan pemerintah negara setempat.

"Kami terus berjuang supaya ada 'call' yang konkret dari PBB kepada pimpinan-pimpinan negara tersebut," tutur Dian.

Selain itu, ujarnya, dalam forum internasional para aktivis perempuan ini juga terus bertukar informasi, pengalaman, dan semangat terkait kemajuan kaum perempuan di negara masing-masing misalnya kemajuan perempuan dalam pendidikan, dalam kesehatan khususnya kesehatan reproduksi, dan dalam hal politik.

"Saat ini ada 15 organisasi perempuan di India dan Bangladesh yang ingin bertemu dengan beberapa anggota KPI yang duduk di pemerintahan untuk berdiskusi bagaimana penguatan posisi perempuan dalam parlemen," tuturnya.

Dian menjelaskan bahwa forum nasional seperti KAA dapat menguatkan peran "people to people engagement" dalam mendorong pemerintah negara masing-masing agar lebih memperhatikan posisi dan situasi perempuan.

"Biasanya kita mengusulkan dokumen yang di dalamnya juga ada usulan kebijakan, seperti KPI melaporkan tentang hak perempuan pedesaan yang tercantum dalam dokumen CEDAW. Saat ini pemerintah sedang mengkaji apa saja yang penting dari dokumen tersebut untuk membenahi peran perempuan pedesaan di Indonesia," tuturnya.

Peringatan ke-60 KAA berlangsung pada 19-24 April 2015 di Jakarta dan Bandung, Jawa Barat.

Sebanyak 109 negara diundang dalam acara berlevel internasional tersebut dan tak kurang dari 35 kepala negara/pemerintah menyatakan diri hadir diantaranya Presiden Sudan, Raja Swaziland, Presiden Vietnam, Presiden Tiongkok, Presiden Srilanka, Presiden Iran, Presiden Mozambik, Perdana Menteri Kamboja, Perdana Menteri Singapura, dan Pemimpin Mahkamah Tertinggi Korea Utara.

Banyak pihak berharap acara dengan tema "Memperkuat Kerja Sama Selatan-Selatan" tersebut tidak hanya membahas tentang isu politik dan ekonomi khususnya tentang perluasan bisnis antarnegara, tapi juga membahas isu lain yang tidak kalah penting seperti isu HAM, perempuan, kemanusiaan, serta kebebasan menentukan arah kebijakan masing-masing negara tanpa intervensi negara lain.

(Y013/Yuniardi)

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015