Pontianak (Antara Kalbar) - Lembaga Gemawan Pontianak bekerja sama dengan Samdhana dan Serikat Perempuan Pantai Utara melakukan antisipasi gagal panen bagi petani yang ada di Kota Singkawang agar bisa mendapatkan hasil pertanian yang maksimal.
"Bentuk antisipasi yang kita lakukan adalah dengan mencari permasalahan yang dihadapi oleh petani serta jalan keluarnya. Diharapkan, ke depan, hasil pertanian masyarakat kota Singkawang bisa lebih baik," kata perwakilan dari Lembaga Gemawan, Siti Rahmawati di Pontianak, Kamis.
Dia mengatakan, pertanian merupakan sektor penting dalam menyediakan bahan pangan dan menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Namun, permasalahan yang dihadapi oleh petani, seperti perubahan iklim memberikan dampak pada kenaikan suhu dan perubahan curah hujan sehingga membawa dampak negatif bagi sektor pertanian.
Perubahan iklim akan mempengaruhi hasil panen yang kemungkinan besar akan berkurang disebabkan oleh semakin keringnya lahan akibat musim kemarau yang lebih panjang.
"Pada skala yang ekstrem, berkurangnya hasil panen dapat mengancam ketahanan pangan. Selain itu, kebutuhan irigasi pertanian juga akan semakin meningkat namun di saat yang sama terjadi kekurangan air bersih karena mencairnya es di kutub yang menyebabkan berkurangnya cadangan air bersih di dunia," tuturnya.
Hal itu, menurutnya, dapat berujung pada kegagalan panen berkepanjangan yang juga menyebabkan pasokan pangan menjadi sangat tidak pasti.
Kondisi itu bukanlah hanya fenomena atau wacana dunia semata, namun realitas terjadi di lapangan menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim ini terutama terkait pola-pola perubahan cuaca telah dirasakan oleh masyarakat di desa khususnya masyarakat petani dan nelayan.
"Berdasarkan informasi dari ibu-ibu anggota Serikat Perempuan Pantai Utara, dimana organisasi perempuan itu menjadi mitra strategis Lembaga Gemawan, bahwa pada tahun 2013-2014 kemarin merupakan kondisi yang buruk bagi kehidupan ekonomi masyarakat petani di wilayah mereka," katanya.
Hal itu dikarenakan mereka mengalami gagal panen akibat kekeringan dan musim kemarau yang tidak terprediksi serta serangan hama dan menurunnya tingkat kesuburan tanah, tahun 2013 panen mereka gagal total. Kemudian, pada tahun 2014 lalu, masih bisa dipanen namun hanya sekitar 50 persen dari yang seharusnya dapat mereka hasilkan.
Situasi itu semakin diperparah karena pertanian masyarakat juga terserang hama. Kondisi itu bukan hanya persoalan siklus tahunan yang sering terjadi namun juga karena faktor rusaknya alam sekitar dengan semakin berkurangnya hutan tempat hama dan penyakit tinggal, lahan yang kering dan tidak subur lagi karena terlalu lama di olah dan efek dari penggunaan pupuk kimia dan juga dikarenakan kekeringan.
"Kegagalan panen ini tidak hanya dilihat sebatas sebagai bencana alam semata, namun harus dilihat dalam konteks siklus tata kelola hutan dan lahan yang ada termasuk di Singkawang Utara di Singkawang utara, dimana saat ini hampir 40 persen kawasannya sudah dialokasikan untuk perkebunan sawit. Belum lagi tambang dan land based industry lainnya, sehingga terancam masih secara spatial sudah muncul di Singkawang Utara ini," katanya.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara alami merupakan hal terberat dalam sistem pertanian. Kegagalan panen merupakan ancaman besar buat petani, sehingga sangat dibutuhkan riset tentang bahan alami yang mengandung bahan insektisida dan penerapannya dalam pertanian, begitu juga dengan masalah kekeringan dan kurangnya sumber irigasi pada sistem pertanian.
"Termasuk kerusakan tanah yang dipicu oleh penggunaan bahan-bahan kimia yang sering di gunakan oleh para petani sehingga menyebabkan tanah tidak subur dan ketergantungan dengan bahan-bahan kimia dalam hal ini pupuk kimia," katanya.
(KR-RDO/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
"Bentuk antisipasi yang kita lakukan adalah dengan mencari permasalahan yang dihadapi oleh petani serta jalan keluarnya. Diharapkan, ke depan, hasil pertanian masyarakat kota Singkawang bisa lebih baik," kata perwakilan dari Lembaga Gemawan, Siti Rahmawati di Pontianak, Kamis.
Dia mengatakan, pertanian merupakan sektor penting dalam menyediakan bahan pangan dan menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Namun, permasalahan yang dihadapi oleh petani, seperti perubahan iklim memberikan dampak pada kenaikan suhu dan perubahan curah hujan sehingga membawa dampak negatif bagi sektor pertanian.
Perubahan iklim akan mempengaruhi hasil panen yang kemungkinan besar akan berkurang disebabkan oleh semakin keringnya lahan akibat musim kemarau yang lebih panjang.
"Pada skala yang ekstrem, berkurangnya hasil panen dapat mengancam ketahanan pangan. Selain itu, kebutuhan irigasi pertanian juga akan semakin meningkat namun di saat yang sama terjadi kekurangan air bersih karena mencairnya es di kutub yang menyebabkan berkurangnya cadangan air bersih di dunia," tuturnya.
Hal itu, menurutnya, dapat berujung pada kegagalan panen berkepanjangan yang juga menyebabkan pasokan pangan menjadi sangat tidak pasti.
Kondisi itu bukanlah hanya fenomena atau wacana dunia semata, namun realitas terjadi di lapangan menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim ini terutama terkait pola-pola perubahan cuaca telah dirasakan oleh masyarakat di desa khususnya masyarakat petani dan nelayan.
"Berdasarkan informasi dari ibu-ibu anggota Serikat Perempuan Pantai Utara, dimana organisasi perempuan itu menjadi mitra strategis Lembaga Gemawan, bahwa pada tahun 2013-2014 kemarin merupakan kondisi yang buruk bagi kehidupan ekonomi masyarakat petani di wilayah mereka," katanya.
Hal itu dikarenakan mereka mengalami gagal panen akibat kekeringan dan musim kemarau yang tidak terprediksi serta serangan hama dan menurunnya tingkat kesuburan tanah, tahun 2013 panen mereka gagal total. Kemudian, pada tahun 2014 lalu, masih bisa dipanen namun hanya sekitar 50 persen dari yang seharusnya dapat mereka hasilkan.
Situasi itu semakin diperparah karena pertanian masyarakat juga terserang hama. Kondisi itu bukan hanya persoalan siklus tahunan yang sering terjadi namun juga karena faktor rusaknya alam sekitar dengan semakin berkurangnya hutan tempat hama dan penyakit tinggal, lahan yang kering dan tidak subur lagi karena terlalu lama di olah dan efek dari penggunaan pupuk kimia dan juga dikarenakan kekeringan.
"Kegagalan panen ini tidak hanya dilihat sebatas sebagai bencana alam semata, namun harus dilihat dalam konteks siklus tata kelola hutan dan lahan yang ada termasuk di Singkawang Utara di Singkawang utara, dimana saat ini hampir 40 persen kawasannya sudah dialokasikan untuk perkebunan sawit. Belum lagi tambang dan land based industry lainnya, sehingga terancam masih secara spatial sudah muncul di Singkawang Utara ini," katanya.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara alami merupakan hal terberat dalam sistem pertanian. Kegagalan panen merupakan ancaman besar buat petani, sehingga sangat dibutuhkan riset tentang bahan alami yang mengandung bahan insektisida dan penerapannya dalam pertanian, begitu juga dengan masalah kekeringan dan kurangnya sumber irigasi pada sistem pertanian.
"Termasuk kerusakan tanah yang dipicu oleh penggunaan bahan-bahan kimia yang sering di gunakan oleh para petani sehingga menyebabkan tanah tidak subur dan ketergantungan dengan bahan-bahan kimia dalam hal ini pupuk kimia," katanya.
(KR-RDO/N005)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015