Pontianak  (Antara Kalbar) - Direktur Puskepi Sofyano Zakaria mendesak aparat penegak hukum agar menyelidiki dan menelusuri dugaan katebelece surat palsu Setya Novanto (SN) kepada Dirut Pertamina Dwi Sutjipto dan termasuk surat pengunduran SN sebagai ketua DPR RI.

"Penegak hukum perlu segera menyelidiki dan menelusuri apakah surat yang diduga palsu adalah surat pernyataan pengunduran diri Setya Novanto sebagai ketua DPR RI atau surat SN yang ke dirut Pertamina," kata Sofyano saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, tanggal 18 Desember 2015, Kabag TU Pimpinan DPR RI, Hani Tahapari menyatakan kepada para wartawan di Gedung Nusantara III DPR RI bahwa surat SN itu palsu.

Hani menjelaskan bahwa surat tersebut menggunakan kop surat DPR RI dengan logo DPR RI ada pada bagian tengah kertas. Padahal menurut dia, kop surat DPR RI logonya berada pada bagian kiri kertas kop surat tersebut.

Tetapi, ketika SN membuat pernyataan pengunduran dirinya sebagai ketua DPR RI, menggunakan kop surat DPR RI yang logo DPR RI berada pada bagian tengah kertas kop surat DPR RI. Sama dengan surat yang dibuat untuk Dirut Pertamina Dwi Sutjipto, tertanggal 17 Oktober 2015 yang telah dinyatakan sebagai surat palsu, kata Sofyano.

Sofyano menjelaskan, surat SN yang diduga palsu itu, harus dibikin terang benderang oleh penegak hukum agar ini tidak menimbulkan prasangka buruk masyarakat terhadap anggota DPR RI yang akhirnya bisa menjatuhkan martabat lembaga DPR RI.

Seharusnya anggota DPR RI khususnya komisi VII menyuarakan keberadaan surat SN ke Pertamina tersebut, karena surat tersebut ada kaitannya dengan fungsi komisi VII DPR RI, katanya.

"Walau surat SN ke dirut Pertamina telah dinyatakan oleh Kabag TU Pimpinan DPR RI, Hani Tahapari, sebagai surat palsu, tetapi tetap harus dikawal oleh publik untuk diselidiki dan dibeberkan ke publik. Dan jika surat itu palsu, harus diselidiki siapa dan pihak mana yang memalsukannya, jangan selesai dengan hanya dibantah saja," ungkapnya.

Pengunduran diri SN, menurut Sofyano Zakaria, harusnya juga dijadikan sebagai momentum untuk mengawasi lembaga DPR RI agar hanya menjalankan fungsi dan kewenangan yang diatur dalam UU terkait DPR saja.

"Publik dan media harus cerdas untuk memonitor segala tindak tanduk oknum anggota DPR RI yang mungkin merangkap pebisnis atau mediator bisnis terkait fungsi dan keberadaan dari komisi yang mereka tempati," ujarnya.

Ia menambahkan, disektor Komisi VII DPR RI dipahami publik sebagai komisi "basah" karena berkaitan dengan bisnis energi dan sumber daya mineral, sehingga harus dimonitor adanya kemungkinan intervensi oleh oknum-oknum komisi tersebut terhadap BUMN energi dan atau pertambangan mineral.

"Intervensi dalam tanda kutip itu misalnya, jelas terlihat dalam surat `palsu` SN kepada dirut Pertamina," ujarnya.



Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015