Provinsi Kalimantan Barat sesungguhnya dapat dijadikan sebagai salah satu contoh bagaimana negara dalam mengelola dan membangun infrastruktur.
Sebagai daerah yang terletak di kawasan perbatasan, membandingkan infrastruktur dengan negara jiran adalah sebuah keniscayaan. Terlebih yang disandingkan adalah negara yang sudah lebih maju dalam membangun dan menata infrastruktur.
Titik masuknya adalah Desa Entikong, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau. Di desa ini, ada Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) yang sudah lama dibangun. Tepatnya pada tahun 1989.
Setiap hari, tak kurang dari 1.000 hingga 1.500 orang melewati PPLB Entikong. Ada yang menggunakan bis umum atau kendaraan pribadi. Ada juga yang naik bis turun terminal Entikong, lalu "menyeberang" ke Tebedu di Sarawak, dan melanjutkan perjalanan menggunakan kendaraan umum setempat.
Sejak dioperasikan tahun 1989, tahun ini mulai terlihat adanya perubahan yang cukup mencolok di PPLB Entikong. Terutama sejak Presiden Joko Widodo menegasi komitmennya dalam membangun perbatasan negara.
Untuk mengetahui perubahan dalam pembangunan infrastruktur di Kalbar, jalan paling efektif adalah dengan menelusuri secara langsung menggunakan kendaraan sendiri. Jarak Entikong dari Kota Pontianak sekitar 299 kilometer.
Selepas dari batas Kota Pontianak, perjalanan dimulai dengan menyusuri jalan trans Kalimantan poros Selatan. Ruas jalan yang pertama adalah dari Kota Pontianak menuju Simpang Ampar, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau. Jaraknya sekitar 120 kilometer.
Ruas jalan ini terbilang cukup lama tuntas. Butuh bertahun-tahun agar setiap jengkal jalannya teraspal. Banyak "funding" yang ikut membiayai jalan ini. Salah satunya dari Australia.
Terlihat dengan jelas baliho yang menunjukkan ruas jalan yang dibiayai oleh Australia itu. Di sepanjang perjalanan, kondisi jalan tampak mulus. Seperti ciri khas jalanan di Indonesia, penuh dengan tikungan dan tanjakan serta turunan.
Kendaraan pun dapat dipacu kencang hingga di angka 100 kilometer per jam. Bahkan di beberapa lokasi, kecepatan kendaraan dapat dipacu lebih dari angka tersebut. Delapan tahun lalu, saat melewati ruas jalan ini, sungguh melelahkan. Batu-batu besar, tanah merah yang licin, serta turunan dan tanjakan yang curam.
Menikmati jalan yang mulus dan lebar harus berakhir ketika tiba di Simpang Ampar, Tayan. Simpang Ampar merupakan tempat pisahnya rute dari Jalan Trans Kalimantan Poros Selatan. Kalau belok kanan dari arah Pontianak, maka akan terus mengikuti jalan tersebut hingga ke Kalteng, Kalsel dan Kaltim. Sedangkan kalau belok kiri, juga dari arah Pontianak, menuju daerah pedalaman Kalbar serta Entikong.
Ketika berbelok ke kiri, langsung disambut oleh jalan yang dipenuhi batu serta tanah merah. Dari Simpang Ampar, jalan tersebut menuju Sosok, Kabupaten Sanggau.
Pertengahan tahun lalu, Gubernur Kalbar Cornelis secara resmi meluncurkan proyek peningkatan ruas jalan sepanjang 78,9 kilometer yang sumber dananya dari ADB dengan nilai Rp548 miliar.
Ada dua ruas jalan yang masuk dalam proyek tersebut yakni Sosok - Tayan dan Simpang Tanjung - Sanggau. Pekerjaan jalan Sosok-Tayan sepanjang 41,6 Km dan Simpang Tanjung-Kota Sanggau sepanjang 37,6 Km dengan kontraktor pemenang PT Yasa Patria Perkasa dan PT Budi Bhakti Prima. Waktu pelaksanaan proyek 1.095 hari atau sekitar tiga tahun. Kemudian dengan masa pemeliharaan 370 hari kalender.
Kendaraan masih bisa dipacu cukup kencang di ruas jalan ini. Tampak aktivitas pekerja dan alat berat yang lalu lalang dalam mengerjakan proyek tersebut. Jalan yang semula hanya cukup untuk dua kendaraan ketika berpapasan, kini semakin lebar. Tahun depan, akan lebih mudah dan cepat melalui jalan tersebut.
Ke Perbatasan
Waktu tempuh dari Simpang Ampar ke Sosok yang berjarak sekitar 60 kilometer, dapat dicapai sekitar satu jam lebih. Perjalanan dilanjutkan ke Simpang Tanjung. Jaraknya tak jauh, sekitar 15 menit berkendara sudah tiba di persimpangan antara menuju Kota Sanggau dan Entikong.
Dari Simpang Tanjung menuju Entikong, ada sebagian ruas jalan yang tengah dalam tahap pengaspalan dan peningkatan kualitas. Secara umum, jalan terbilang mulus dan lumayan lebar. Hanya sedikit yang bergelombang dan butuh perawatan.
Marka jalan juga terlihat baru dicat ulang. Di Kecamatan Kembayan, ada pengerjaan pengaspalan. Tapi tidak mengganggu kelancaran lalu lintas saat melewatinya.
Memasuki Entikong, tepatnya ketika mendekati PPLB, tampak aktivitas alat berat tengah melebarkan jalan. Semula hanya satu jalur, kini menjadi empat jalur.
Bahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berjanji akan membangun infrastruktur perbatasan Indonesia, khususnya di Kalimantan hingga 2019, lebih baik dari Malaysia.
Pemerintah akan membangun jalan paralel perbatasan dan jalan akses menuju Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong (tidak lagi PPLB) dengan Malaysia di Kalimantan. Salah satu jalan akses menuju PLBN Entikong yang hendak dibangun adalah dari jalan Balai Karangan - Entikong sekitar 21 km dengan empat lajur. Bahkan kalau memungkinkan, hingga 50 km dari Entikong.
Masuk ke Jiran
Suasana di PPLB Entikong terlihat semrawut. Selain antrean kendaraan yang hendak keluar masuk, juga hiruk pikuk alat berat dan pekerja yang tengah membangun infrastruktur PLBN. Pihak kontraktor tidak menyiapkan jalan khusus yang tidak mengganggu aktivitas rutin di PPLB Entikong.
Bagi kendaraan pribadi, ada beberapa syarat. Seperti kaca tidak boleh gelap atau harus nol persen. Kalau kendaraan sewa, harus ada surat kuasa dari pemilik kendaraan. Di sisi Indonesia, mula-mula ke Bea Cukai. Nanti setiap pengemudi yang akan masuk ke Malaysia, diberi satu berkas yang harus diisi.
Ada empat instansi yang harus dilewati. Mulai dari Bea Cukai, Kementerian Perhubungan, kepolisian hingga Asuransi Jasa Raharja dan kembali lagi ke Bea Cukai. Semua letaknya berdekatan. Petugas akan menjelaskan prosedur yang harus dilalui.
Biaya asuransi selama kendaraan berada di Malaysia disesuaikan dengan rentang waktu penggunaannya serta jumlah penumpang. Nantinya akan ada satu stiker yang harus dipasang di kaca depan yang menjelaskan bahwa kendaraan tersebut telah melewati semua prosedur yang ditetapkan. Jangan lupa untuk mengecap paspor di Imigrasi.
Di sisi Malaysia, pertama-tama tentu saja paspor harus dicap terlebih dahulu. Kemudian, membeli asuransi selama kendaraan berada di Malaysia. Letak loketnya di dekat kantin di sisi Malaysia. Kita harus memutar keluar area dan menuju sebuah ruangan kecil ber-AC. Disini, butuh waktu cukup lama sekitar 15 menit karena masih menggunakan tulis tangan. Berkas dari pihak Indonesia, tetap dibawa. Biayanya, 73 ringgit Malaysia. Resminya yang tertulis, 63 RM. Selisihnya "Untuk biaya lain," kata petugasnya.
Selepas itu, kita ke Jawatan Pengangkutan Jalan (JPJ) Malaysia. Disini, biasanya akan ditanyakan perihal tujuan, apakah kaca film sudah dilepas. Prosesnya cukup lama karena ada yang ditulis secara manual. Setelah dari JPJ, proses selanjutnya ke Bea Cukai atau Custom setempat. Selanjutnya, perjalanan menelusuri Malaysia pun dapat dimulai. Kalau di disi Indonesia ada Entikong, kalau Malaysia ada Tebedu.
Pertama kali menelusuri jalanan di negeri orang menggunakan kendaraan sendiri, tentu memberi sensasi. Cara mengemudi harus diubah mengingat Sarawak dikenal sebagai wilayah yang cukup ketat dalam menerapkan disiplin berlalu lintas. Kecepatan kendaraan juga harus dijaga di titik maksimal yang dibolehkan meski banyak kendaraan lain yang melaju lebih kencang.
Kuching adalah ibukota dari Sarawak. Antara Kuching dan Tebedu, ada sebuah kota yang cukup besar yakni Serian. Jarak Tebedu - Serian sekitar 42 kilometer, sedangkan jarak dari Tebedu ke Kuching 120 kilometer.
Antara Tebedu - Serian, ruas jalannya terbilang sama seperti Indonesia. Satu jalan digunakan untuk dua lajur. Perbedaannya, tidak terlalu banyak tikungan atau tanjakan dan turunan, serta relatif beraspal yang mulus. Tidak terlihat adanya rumah yang terletak dekat dengan bahu jalan. Sehingga kalau terjadi pelebaran jalan, tidak akan menghambat.
Selepas Serian, mengarah ke Kuching terdapat dua ruas jalan layaknya jalan tol di Pulau Jawa. Kondisi ini berlangsung hingga mendekati Kota Kuching. Jalanan yang lebar, sejumlah persimpangan yang tertata rapi, antrean panjang tanpa bunyi klakson yang bersahutan, semua serba teratur.
Di Kuching, bea parkir ditiadakan pada waktu Sabtu dan Minggu. Selain hari itu, akan dikenakan tarif. Pengguna kendaraan dapat membeli kupon parkir di tempat penjualan. Kalau parkir di suatu tempat, tinggal menggesek lingkaran di kupon seperti mengisi lembar jawaban saat ujian. Jumlahnya disesuaikan dengan lama waktu parkir. Untuk 30 menit pertama, biayanya 20 sen.
Dibandingkan Kalbar, terlebih lagi Entikong, banyak yang harus dikerjakan pemerintah untuk mengejar ketertinggalan dengan Sarawak. Selain waktu, biaya dan komitmen, kesiapan warga setempat juga penting.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
Sebagai daerah yang terletak di kawasan perbatasan, membandingkan infrastruktur dengan negara jiran adalah sebuah keniscayaan. Terlebih yang disandingkan adalah negara yang sudah lebih maju dalam membangun dan menata infrastruktur.
Titik masuknya adalah Desa Entikong, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau. Di desa ini, ada Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) yang sudah lama dibangun. Tepatnya pada tahun 1989.
Setiap hari, tak kurang dari 1.000 hingga 1.500 orang melewati PPLB Entikong. Ada yang menggunakan bis umum atau kendaraan pribadi. Ada juga yang naik bis turun terminal Entikong, lalu "menyeberang" ke Tebedu di Sarawak, dan melanjutkan perjalanan menggunakan kendaraan umum setempat.
Sejak dioperasikan tahun 1989, tahun ini mulai terlihat adanya perubahan yang cukup mencolok di PPLB Entikong. Terutama sejak Presiden Joko Widodo menegasi komitmennya dalam membangun perbatasan negara.
Untuk mengetahui perubahan dalam pembangunan infrastruktur di Kalbar, jalan paling efektif adalah dengan menelusuri secara langsung menggunakan kendaraan sendiri. Jarak Entikong dari Kota Pontianak sekitar 299 kilometer.
Selepas dari batas Kota Pontianak, perjalanan dimulai dengan menyusuri jalan trans Kalimantan poros Selatan. Ruas jalan yang pertama adalah dari Kota Pontianak menuju Simpang Ampar, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau. Jaraknya sekitar 120 kilometer.
Ruas jalan ini terbilang cukup lama tuntas. Butuh bertahun-tahun agar setiap jengkal jalannya teraspal. Banyak "funding" yang ikut membiayai jalan ini. Salah satunya dari Australia.
Terlihat dengan jelas baliho yang menunjukkan ruas jalan yang dibiayai oleh Australia itu. Di sepanjang perjalanan, kondisi jalan tampak mulus. Seperti ciri khas jalanan di Indonesia, penuh dengan tikungan dan tanjakan serta turunan.
Kendaraan pun dapat dipacu kencang hingga di angka 100 kilometer per jam. Bahkan di beberapa lokasi, kecepatan kendaraan dapat dipacu lebih dari angka tersebut. Delapan tahun lalu, saat melewati ruas jalan ini, sungguh melelahkan. Batu-batu besar, tanah merah yang licin, serta turunan dan tanjakan yang curam.
Menikmati jalan yang mulus dan lebar harus berakhir ketika tiba di Simpang Ampar, Tayan. Simpang Ampar merupakan tempat pisahnya rute dari Jalan Trans Kalimantan Poros Selatan. Kalau belok kanan dari arah Pontianak, maka akan terus mengikuti jalan tersebut hingga ke Kalteng, Kalsel dan Kaltim. Sedangkan kalau belok kiri, juga dari arah Pontianak, menuju daerah pedalaman Kalbar serta Entikong.
Ketika berbelok ke kiri, langsung disambut oleh jalan yang dipenuhi batu serta tanah merah. Dari Simpang Ampar, jalan tersebut menuju Sosok, Kabupaten Sanggau.
Pertengahan tahun lalu, Gubernur Kalbar Cornelis secara resmi meluncurkan proyek peningkatan ruas jalan sepanjang 78,9 kilometer yang sumber dananya dari ADB dengan nilai Rp548 miliar.
Ada dua ruas jalan yang masuk dalam proyek tersebut yakni Sosok - Tayan dan Simpang Tanjung - Sanggau. Pekerjaan jalan Sosok-Tayan sepanjang 41,6 Km dan Simpang Tanjung-Kota Sanggau sepanjang 37,6 Km dengan kontraktor pemenang PT Yasa Patria Perkasa dan PT Budi Bhakti Prima. Waktu pelaksanaan proyek 1.095 hari atau sekitar tiga tahun. Kemudian dengan masa pemeliharaan 370 hari kalender.
Kendaraan masih bisa dipacu cukup kencang di ruas jalan ini. Tampak aktivitas pekerja dan alat berat yang lalu lalang dalam mengerjakan proyek tersebut. Jalan yang semula hanya cukup untuk dua kendaraan ketika berpapasan, kini semakin lebar. Tahun depan, akan lebih mudah dan cepat melalui jalan tersebut.
Ke Perbatasan
Waktu tempuh dari Simpang Ampar ke Sosok yang berjarak sekitar 60 kilometer, dapat dicapai sekitar satu jam lebih. Perjalanan dilanjutkan ke Simpang Tanjung. Jaraknya tak jauh, sekitar 15 menit berkendara sudah tiba di persimpangan antara menuju Kota Sanggau dan Entikong.
Dari Simpang Tanjung menuju Entikong, ada sebagian ruas jalan yang tengah dalam tahap pengaspalan dan peningkatan kualitas. Secara umum, jalan terbilang mulus dan lumayan lebar. Hanya sedikit yang bergelombang dan butuh perawatan.
Marka jalan juga terlihat baru dicat ulang. Di Kecamatan Kembayan, ada pengerjaan pengaspalan. Tapi tidak mengganggu kelancaran lalu lintas saat melewatinya.
Memasuki Entikong, tepatnya ketika mendekati PPLB, tampak aktivitas alat berat tengah melebarkan jalan. Semula hanya satu jalur, kini menjadi empat jalur.
Bahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berjanji akan membangun infrastruktur perbatasan Indonesia, khususnya di Kalimantan hingga 2019, lebih baik dari Malaysia.
Pemerintah akan membangun jalan paralel perbatasan dan jalan akses menuju Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong (tidak lagi PPLB) dengan Malaysia di Kalimantan. Salah satu jalan akses menuju PLBN Entikong yang hendak dibangun adalah dari jalan Balai Karangan - Entikong sekitar 21 km dengan empat lajur. Bahkan kalau memungkinkan, hingga 50 km dari Entikong.
Masuk ke Jiran
Suasana di PPLB Entikong terlihat semrawut. Selain antrean kendaraan yang hendak keluar masuk, juga hiruk pikuk alat berat dan pekerja yang tengah membangun infrastruktur PLBN. Pihak kontraktor tidak menyiapkan jalan khusus yang tidak mengganggu aktivitas rutin di PPLB Entikong.
Bagi kendaraan pribadi, ada beberapa syarat. Seperti kaca tidak boleh gelap atau harus nol persen. Kalau kendaraan sewa, harus ada surat kuasa dari pemilik kendaraan. Di sisi Indonesia, mula-mula ke Bea Cukai. Nanti setiap pengemudi yang akan masuk ke Malaysia, diberi satu berkas yang harus diisi.
Ada empat instansi yang harus dilewati. Mulai dari Bea Cukai, Kementerian Perhubungan, kepolisian hingga Asuransi Jasa Raharja dan kembali lagi ke Bea Cukai. Semua letaknya berdekatan. Petugas akan menjelaskan prosedur yang harus dilalui.
Biaya asuransi selama kendaraan berada di Malaysia disesuaikan dengan rentang waktu penggunaannya serta jumlah penumpang. Nantinya akan ada satu stiker yang harus dipasang di kaca depan yang menjelaskan bahwa kendaraan tersebut telah melewati semua prosedur yang ditetapkan. Jangan lupa untuk mengecap paspor di Imigrasi.
Di sisi Malaysia, pertama-tama tentu saja paspor harus dicap terlebih dahulu. Kemudian, membeli asuransi selama kendaraan berada di Malaysia. Letak loketnya di dekat kantin di sisi Malaysia. Kita harus memutar keluar area dan menuju sebuah ruangan kecil ber-AC. Disini, butuh waktu cukup lama sekitar 15 menit karena masih menggunakan tulis tangan. Berkas dari pihak Indonesia, tetap dibawa. Biayanya, 73 ringgit Malaysia. Resminya yang tertulis, 63 RM. Selisihnya "Untuk biaya lain," kata petugasnya.
Selepas itu, kita ke Jawatan Pengangkutan Jalan (JPJ) Malaysia. Disini, biasanya akan ditanyakan perihal tujuan, apakah kaca film sudah dilepas. Prosesnya cukup lama karena ada yang ditulis secara manual. Setelah dari JPJ, proses selanjutnya ke Bea Cukai atau Custom setempat. Selanjutnya, perjalanan menelusuri Malaysia pun dapat dimulai. Kalau di disi Indonesia ada Entikong, kalau Malaysia ada Tebedu.
Pertama kali menelusuri jalanan di negeri orang menggunakan kendaraan sendiri, tentu memberi sensasi. Cara mengemudi harus diubah mengingat Sarawak dikenal sebagai wilayah yang cukup ketat dalam menerapkan disiplin berlalu lintas. Kecepatan kendaraan juga harus dijaga di titik maksimal yang dibolehkan meski banyak kendaraan lain yang melaju lebih kencang.
Kuching adalah ibukota dari Sarawak. Antara Kuching dan Tebedu, ada sebuah kota yang cukup besar yakni Serian. Jarak Tebedu - Serian sekitar 42 kilometer, sedangkan jarak dari Tebedu ke Kuching 120 kilometer.
Antara Tebedu - Serian, ruas jalannya terbilang sama seperti Indonesia. Satu jalan digunakan untuk dua lajur. Perbedaannya, tidak terlalu banyak tikungan atau tanjakan dan turunan, serta relatif beraspal yang mulus. Tidak terlihat adanya rumah yang terletak dekat dengan bahu jalan. Sehingga kalau terjadi pelebaran jalan, tidak akan menghambat.
Selepas Serian, mengarah ke Kuching terdapat dua ruas jalan layaknya jalan tol di Pulau Jawa. Kondisi ini berlangsung hingga mendekati Kota Kuching. Jalanan yang lebar, sejumlah persimpangan yang tertata rapi, antrean panjang tanpa bunyi klakson yang bersahutan, semua serba teratur.
Di Kuching, bea parkir ditiadakan pada waktu Sabtu dan Minggu. Selain hari itu, akan dikenakan tarif. Pengguna kendaraan dapat membeli kupon parkir di tempat penjualan. Kalau parkir di suatu tempat, tinggal menggesek lingkaran di kupon seperti mengisi lembar jawaban saat ujian. Jumlahnya disesuaikan dengan lama waktu parkir. Untuk 30 menit pertama, biayanya 20 sen.
Dibandingkan Kalbar, terlebih lagi Entikong, banyak yang harus dikerjakan pemerintah untuk mengejar ketertinggalan dengan Sarawak. Selain waktu, biaya dan komitmen, kesiapan warga setempat juga penting.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016