Sintang (Antara Kalbar) - Sejumlah kalangan mempertanyakan tindak lanjut dugaan mark up dana pengadaan alat kesehatan di RSUD Ade M Joen yang ditangani Polres Sintang sejak setahun silam.
    Anggota DPRD Kabupaten Sintang Tuah Mangasih menuturkan, aparat hukum perlu didesak segera menuntaskan kasus tersebut. Sebab menurut dia, jika kasusnya dibiarkan begitu lama menggantung, akan menimbulkan pertanyaan.
    "Akhirnya menjadi semacam berita burung yang akan terus berkembang," katanya.
    "Sudah semestinya penegak hukum yang menangangi kasus ini, secepatnya menuntaskan kasus tersebut. Ada tidak penyimpangannya dalam proyek pengadaan Alkes itu? Jika ada, usut tuntas. Jika tidak ada sampaikan ke publik," pintanya.
    Dia mengingatkan agar Polres Sintang transparan dalam menangani kasus ini. Sebab, sudah menjadi konsumsi publik bahwa ada dugaan pengadaan Alkes itu, semacam tidak ketidakberesan. Begitu juga dengan proyek pengadaan 64 tempat tidur pasien RSUD Ade M Djoen Sintang yang diindikasikan bermasalah.
    "Secepatnya kasus itu diselidiki dengan tuntas, kalau semakin lama tidak dituntaskan, masyarakat akan bertanya ada apa ini? Saya tidak menuduh ya, tapi jika seolah-olah dilamakan penyelesaikan kasus itu, pasti akan menimbulkan pertanyaan," ucapnya.
    Terpisah, Wiwin Erlias, mantan Anggota DPRD Kabupaten Sintang turut mempertanyakan kelanjutan penanganan kasus dugaan mark-up dana pengadaan Alkes dan tempat tidur di RSUD Ade M Djoen Sintang. Menurut dia, harus segera dibeberkan pada publik penanganannya sudah sampai dimana. Karena masalah dugaan korupsi di RSUD Sintang ini sudah diangkat oleh media beberapa waktu lalu.
    "Sekarang masyarakat tidak tahu sampai dimana penanganannya. Menurut saya, sudah sewajarnya Polres menyampaikan perkembangan penanganannya untuk kasus ini," desaknya.
    Kata Wiwin, jika penegak hukum tidak transparan dalam menangani kasus dugaan mark-up tersebut, jelas akan menimbukan prasangka dari masyarakat. "Kalau tidak transparan penanganannya, timbullah curiga yang ujung-ujungnya bisa timbul fitnah dan rasa ketidakpercayaan. Nah ini yang berbahaya, kalau sampai timbul ketidakpercayaan di masyarakat terhadap penegak hukum," ujarnya mengingatkan.
    Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Sintang AKP Samsul Bakri menyatakan, untuk kasus dugaan mark-up dana pengadaan Alkes masih dalam penyelidikan. "Itu tidak perlu saya gembar-gemborkan, harus begini begitu. Gak perlulah, yang penting dalam proses penyelidikan," ujarnya lugas.
    Samsul juga menyampaikan permohonan maaf karena tidak bisa membeberkan berapa saksi yang sudah diperiksa dalam kasus itu. Dia beralasan demi kepentingan penyelidikan, pihaknya tidak bisa membukanya sama sekali.
    Dia hanya mengatakan, menangani kasus korupsi tidak semudah menangani kasus kejahatan lainnya.
    "Untuk kasus korupsi, kami tidak pernah gembar gembor dalam penanganannya. Terpenting, kami tangani, saat kami limpahkan ke Kejaksaan juga tidak perlu gembar gembor. Begitu juga saat ada tersangka yang kami tahan, juga tidak ada yang kami ekspose," bebernya.  
    Kata dia, intinya, tidak usahlah gaduh dalam penanganannya. "Saya rasa itu, mohon maaf, kalau saatnya kami akan ekspose, nanti akan kami undang," ujarnya.
    Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang, dr Harysinto Linoh saat dihubungi, juga enggan untuk banyak berkomentar. Dia hanya mengatakan semuanya sudah di Polres. "Saya menyerahkan sepenuhnya kasus ini ke Polres, karena itu sudah kewenangan Polres," ucapnya.
    Pengadaan alat kesehatan di RSUD Ade M Djoen Sintang ini sendiri bersumber dari dana APBN tahun 2014 dengan nilai Rp16.490.595.000. Sebelumnya pada bulan November 2014, PT Indo Citra Nusa memenangkan tender proyek dana APBN perubahan (TP) Tahun 2014 di Kabupaten Sintang, dengan Kegiatan Pengadaan Alat Kesehatan dan Kedokteran di RSUD Ade Mohammad Djoen. Ada 26 jenis alat kesehatan yang dialokasikan untuk dibeli.
    Dari 26 alat kesehatan tersebut, diduga ada 12 jenis alat kesehatan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Salah satunya adalah pengadaan surgical light yang tidak sesuai dengan e-katalog (katalog elektronik-red). Pengadaan alat-alat yang digunakan untuk pembedahan itu mestinya mengacu pada e-katalog.
    Di e-katalog sendiri terdapat tiga pembanding dari tiga merk, tiga model atau tipe, tiga negara asal serta tiga harga berbeda. Tapi pada kenyataannya, hasil pengadaan tidak mengacu pada tiga pembanding tersebut. Melainkan diambil dari merk, model atau type, negara asal yang berbeda serta harga yang jauh lebih tinggi.
   Ada potensi kerugian negara akibat dugaan mark up 26 item alat kesehatan di RSUD Ade M Djoen itu dengan nilai miliaran rupiah.

Pewarta: Faiz

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016