Pontianak (Antara Kalbar) - Sejumlah nelayan di Kalimantan Barat khawatir bakal berhadapan dengan aparat hukum jika masa dispensasi perpanjangan aturan penggunaan cantrang dan pukat sejenisnya yang dilarang belum terbit.
    "Kan baru kata presiden minta perpanjangan dispensasi sampai Desember 2017, surat resminya belum ada," ujar Efendi, Kepala Desa Sungai Jawi Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya dalam dialog Nelayan Kalbar bersama Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Daniel Johan.
    Perpanjangan dimaksud adalah penundaan dan perpanjangan masa transisi penggunaan cantrang yang semula berlaku Juni 2017 menjadi Desember 2017 sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2/Permen-Kp/2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik (Seine Nets) Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
    Disusul surat Edaran Nomor: 72/MEN-KP/II/2016, tentang Pembatasan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Indonesia (WPPNRI).
    Menurut Kades Efendi, di desanya banyak nelayan yang menggunakan cantrang dan sejenis pukat hela dan pukat tarik lainnya. Saat ini, lanjut dia, ketiadaan aturan tertulis mengenai perpanjangan tersebut membuat warganya was-was.
    "Kalau tidak ada surat resmi perpanjangan sampai Juni, maka memasuki Juli nelayan akan khawatir melaut, khawatir ditangkap aparat," kata dia.
    Sementara Mastor, Kepala Desa Sepok Laut Kecamatan Kakap Kabupaten Kubu Raya menegaskan kalau sudah ada surat resmi menyatakan perpanjangan masa transisi penggunaan cantrang, maka nelayan akan berani melaut.
    "Tinggal tunjukkan surat itu kalau aparatnya tidak tahu ada perpanjangan, entah bentuknya selebaran atau apa saja, yang penting sumber keluarnya surat itu jelas sehingga kami ada kekuatan," ucapnya.
    Senada disampaikan Saiful, pengurus nelayan pengguna Trawl Kecamatan Pinyuh Kabupaten Mempawah yang anggotanya pernah diamankan petugas lantaran aturan pelarangan yang belum ada kejelasan.
    "Makanya kami perlu aturan tertulis biar bisa segera kami edarkan kepada seluruh nelayan, sehinggga kami merasa nyaman ketika melaut," ucapnya.
    Bahkan menurutnya sampai sekarang untuk Kabupaten Mempawah belum ada sosialisasi mengenai aturan tersebut dan untuk pengganti alat tangkap juga sampai sekarang belum ada yang didistribusikan.
    "Intinya kami siap mengikuti aturan asal solusinya jelas, jika kedepan ada penangkapan lagi kami siap pasang badan untuk melindungi kawan-kawan nelayan kami," katanya menegaskan.
    Sementara itu, pengurus Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Busrah mengatakan hak angket yang sedang diusung DPR RI perlu didorong segera dilaksanakan mengingat banyak aturan baru menyangkut nelayan yang dibuat pemerintah tenyata justru menyengsarakan nelayan.
    'Seperti trawl, sudah lama dilarang, tapi tak ada solusi, tidak juga ada kajian mendalam apakah benar nelayan pengguna trawl merusak lingkungan," ujarnya,
    Bisa saja kata dia ekosistem laut itu rusak karena faktor lainnya, seperti pertumbuhan industri perkebunan kelapa sawit di darat dan industri lainnya yang berdampak pada pencemaran dilaut dan trawl hanya berkontribusi kecil terhadap kerusakan ekosistem laut.
    "Jangan karena kurang maksimal kerja mencarikan solusi dan mengkaji, akhirnya trawl dijadikan kambing hitam," jelasnya.
    Dia menyarankan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas ekosistem laut, bisa saja pemerintah membuat aturan agar para pemilik kapal yang kapal-kapal mereka sudah tidak dipakai dan tidak diperbaiki lagi agar ditenggelamkan ditengah laut dengan harapan bisa menambah kawasan terumbu karang sebagai tempat berkembangbiaknya ikan.
     Ketua DPW Gerbang Tani Kalbar, Heri Mustari menilai nelayan tradisional juga harus dipikirkan dan pemerintah semestinya mengkaji dan menghitung lebih detil berapa sebenarnya jumlah nelayan di Indonesia.
     "Karena bisa jadi data riil nelayan di lapangan saat ini jauh lebih banyak dari data yang dirilis pemerintah akibat kajian dan pendataan yang kurang mendalam," ujar dia.


Pewarta:

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017