Pontianak (Antara Kalbar) - Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Barat Dwi Suslamanto mengatakan, saat ini penerapan penyederhanaan nilai mata uang atau redenominasi sudah ada di masyarakat, hanya saja payung hukumnya belum ada.

"Sebetulnya redenominasi itu mengikuti keinginan masyarakat. Apa lagi sekarang kalau transaksi sapi, misalnya, nanyanya berapa dan dijawab 7, padahal Rp7 juta," ujarnya di Pontianak, Senin.

Di hotel juga begitu. "Berapa per malam, mereka bilang 4, tahunya Rp4 juta per malam dan di kafe tertulis 20K, 50K dan lainnya," katanya.

Dwi menjelaskan, untuk redenominasi tentu harus memenuhi beberapa syarat dasar. Syarat dasar yang tersebut seperti ekonomi yang stabil. Semua hubungan baik inflasi rendah maupun kondisi politik aman.

Dengan syarat dasar terpenuhi maka barulah redenominasi ini bisa dijalankan. Yang jelas untuk saat ini implementasi redenominasi di lapangan sudah dilakukan.

"Sebutan uang sudah menyebar luas tidak lagi menggunakan nol banyak sesuai dengan sebutannya," katanya.

Meskipun saat ini redenominasi sudah digunakan di masyarakat, namun pelaksanaan secara aturan harus menunggu payung hukum dalam bentuk undang-undang.

Proses pembahasan RUU redenominasi harus melalui DPR yang diajukan Kementerian Keuangan RI. Rencananya tetap ada dari sisi BI.

"Tapi nanti diajukan oleh Kementerian Keuangan, kita hanya pelaksana. Insya Allah jadi, tapi kapannya tergantung usulannya disetujui atau tidak oleh dewan," kata dia.

Dwi menyebutkan bahwa sebenarnya redenominasi rupiah bergulir dengan tujuan agar nilai mata uang dapat lebih ringkas dan tidak terlalu banyak bilangan nol seperti yang dilakukan beberapa negara yang sudah berhasil menerapkan redenominasi terhadap mata uangnya.

"Kembali yang redenominasi adalah masyarakat, kita yang fasilitasi. Tapi efeknya bagi negara apa, juga bagi masyarakat, yakni harga diri jadi bagus," kata dia.  

(KR-DDI/S023) 

Pewarta: Dedi

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017