Pontianak (Antara Kalbar) - Pemerintah Kota Pontianak, melalui Dinas Lingkungan Hidup kota setempat sejak setahun terakhir mulai melakukan pengolahan sampah organik, seperti sampah sayur dan buah dari pasar pagi di Jalan Dr Wahidin menjadi kompos dan biogas di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Edelweis, Jalan Purnama II, Pontianak Tenggara.

Kasi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat, Lita di Pontianak, Rabu, menerangkan saat ini TPST itu memang baru mampu mengelola sampah satu pasar, yang diantar dua hari sekali, dan satu pengangkutan sekitar satu ton sampah organik.

"Sampah sisa buah dan sayur yang masuk, lebih dulu dipisahkan dari sampah anorganik seperti plastik yang ikut terbawa. Setelah itu dengan enam orang pekerja yang dibagi dalam dua shif, sampah-sampah dicacah. Pencacahan dilakukan untuk mendapatkan ukuran minimal dari sampah tersebut," ungkapnya.

Menurut dia, dari cacahan itu, sekitar10 persennya dipisahkan untuk biogas, dan sisanya diproduksi untuk kompos.

Sampah yang diproduksi menjadi kompos, akan difermentasi dalam waktu 21 hari dalam 21 bak penampungan berbeda. Dalam tujuh hari pertama, sampah itu akan ditutup untuk menjaga kelembapannya.

"Karena (kompos) biasa dipakai kelompok tani, untuk fermentasi kami pakai anfus, karena itu bisa menguatkan akar, buah dan batang. Usai tujuh hari, kompos akan dipindahkan ke bak terbuka yang di simpan dalam bangunan, tujuannya agar cepat kering karena dianginkan, tiap hari, volume kompos juga akan berkurang," katanya.

Sampai batas waktu 21 hari kompos itu sudah bisa dipanen. Untuk mendapatkan kompos, maka dianyak kembali. "Sehingga bila sekali produksi 500 kilogram sampah, maka kompos yang didapat hanya sekitar 50 kilogram, yang bentuknya seperti tanah halus dan tidak berbau. Kompos ini biasanya dimanfaatkan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kota Pontianak dan untuk perawatan taman-taman kota, selain itu, kompos juga diberikan gratis bagi warga sekitar yang memerlukan," ujarnya.

Lita mengakui, produksi kompos saat ini belum mencukupi kebutuhan semua taman di Pontianak.

Sementara itu, terkait biogas dia menjelaskan penggunaannya memang belum masif, baru beberapa rumah warga di sekitar TPST dan rutinitas petugas yang memanfaatkan. Hal itu dikarenakan pengemasan gas masih menggunakan balon, sehingga belum efisien.

"Balon gas bentuknya besar dan risiko digigit tikus, tapi lebih aman kalau ada kebocoran. Dulu waktu di sini belum ada listrik, warga sekitar juga memanfaatkan biogas, meskipun hasilnya memang remang kalau dari kejauhan," katanya.

Pengolahan sampah organik hingga menjadi biogas ini pun masih sederhana. Hanya perlu satu wadah besar sebagai penampungan gas, bak inlet dan outlet sebagai keluar masuk kompos, dan bak kontrol untuk memastikan biogas aman.

Untuk starter, kotoran sapi dimasukkan dalam inlet dan ditunggu sekitar tujuh hari untuk membentuk gas, setelah itu, baru ditambahkan sampah organik yang telah dicacah, dengan perbandingannya 50:50 dengan banyaknya air. Fermentasi akan menghasilkan gas metan, dan gas itulah yang kemudian dijadikan bahan bakar.

Ke depan, pihaknya akan mencoba mengonversikan biogas menjadi bahan bakar cair.

(U.A057/Y008)

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017