Pontianak (Antaranews Kalbar) - Hadirnya kawasan Ekowisata Pantai Tengkuyung di Desa Nibung, Kabupaten Kubu Raya (KKR), yang saat ini masih terjaga ekosistemnya merupakan wujud dari komitmen warga untuk menjaga lingkungan dan kelestarianya.

Memiliki keindahan pantai yang terbentang luas tepat menghadap Laut Natuna Selatan dan memiliki 90 persen wilayah yang ditumbuhi hutan bakau, menjadikan daerah tersebut memiliki potensi sangat besar.

Untuk menuju Ekowisata Pantai Tengkuyung bisa dilakukan melalui dua pilihan yakni dengan menggunakan jalur darat dan air.

Baca juga: Aksi tanam dua ribu pohon di Pantai Tengkuyung

Untuk jalur darat saat ini masih sulit ditempuh karena masih jalan tanah dan hanya bisa digunakan kendaraan roda dua, dengan cuaca yang bagus.
Menjaga kawasan Ekowisata Pantai Tengkuyung di Desa Nibung, Kabupaten Kubu Raya (Istimewa)

Ada sekitar 60 kilometer jalan rintisan masih rusak parah serta perlu beberapa kali penyeberangan. Dari pengalaman warga, butuh waktu sekitar empat jam dari pusat kota.

Sedangkan untuk jalur air, dari pusat kota butuh sekitar 30 menit setelah menggunakan kendaraan darat menuju Pelabuhan Rasau.

Dari Pelabuhan Rasau jika menggunakan speed boat 200 PK menuju ke Pantai Tengkuyung butuh sekitar 2,5 jam. Tarif angkutan speed boat yang ada secara reguler per harinya dengan merogoh kocek Rp120 ribu per orang.



30 Negara

Sejak dikelolanya pantai dan diberi nama menjadi Ekowisata Pantai Tengkuyung pada 2016 silam, wisatawan lokal dan mancanegara berdatangan ke kawasan wisata berbasis alam tersebut.

Bahkan saat ini tercatat oleh pengelola wisata yang dilimpahkan oleh Pemerintah Desa Nibung ke BUMDes-nya, sudah ada wisatawan mancanegara dari 30 negara yang datang.

"Kita bersyukur dengan adanya Ekowisata Pantai Tengkuyung daerah kita sudah ramai dikunjungi. Meski kita jauh tinggalnya dari keramaian kita sudah didatangi wisatawan dari 30 negara. Wisatawan lokal juga sudah ramai," ujar Kepala Desa Nibung, Syarif Ibrahim Al Idrus di Kubu Raya.

Menurut dia, apa yang dirasakan saat ini tidak terlepas dari kerja sama dan komitmen warganya untuk mempertahankan daerahnya tetap lestari.
 
. Menjaga kawasan Ekowisata Pantai Tengkuyung di Desa Nibung, Kabupaten Kubu Raya (Istimewa)

Pada 2009 merupakan titik awal kesadaran masyarakat mempertahankan 90 persen dari 600 ribu hektare luas desanya yang saat ini sudah ditetapkan menjadi hutan lindung bakau.

Usaha mempertahankan tersebut tidak terlepas adanya perusahaan sawit yang ingin masuk. Kembali, dengan komitmen masyarakat meskipun ada rayuan dan iming-iming pekerjaan dan lainnya yang ditawarkan perusahaan, tetap ditolak.

"Penolakan kita juga berkaca dengan desa lainnya yang menerima sawit. Dengan masuknya sawit di awal memang masyarakat bekerja di perusahaan namun itu tidak lama karena alasan capek, dipecat dan perubahan pengelola perusahaan," papar dia.

Selain kunjungan wisatawan, manfaat yang dirasakan paling nyata dengan lingkungan yang ramah adalah kepiting masih mudah ditemukan.

Apalagi saat ini ada istilah buka tutup kawasan pencarian kepiting. Suatu kawasan boleh ditangkap kepiting dengan selang tiga bulan sekali.

Selain itu jika mendapatkan kepiting betina yang bertelur harus dilepaskan agar generasi terus berlanjut.

"Bahkan sudah mulai ada budidaya kepiting. Meskipun di tahap awal masih pembesaran kepiting. Kepiting yang kecil dari alam di masukan dalam kawasan pemeliharaan. Saat ini 385 ribu hektare hutan bakau menjadi fokus wilayah kepiting. Per satu hektare asumsi kita ada 1000 ekor kepiting," sebutnya.

Ia menyebutkan semua upaya dan usaha juga tidak terlepas peran serta dari Pemerintah KKR seperti Disporapar dan Bapedda KKR dan didukung dan didampingi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti WWF yang juga berkolaborasi dengan LSM lainnya seperti Jari Indonesia Borneo Barat.

Pendampingan juga diberikan Yayasan Planet Indonesia, SMP Negeri 3 Teluk Pakedai, BPSPL Pontianak, DKP Kalbar. Semua LSM dan pemerintah masing-masing memberikan peran sesuai kajian atau programnya.
Burung Kedidi besar (Istimewa)



Migrasi Burung

Kawasan Ekowisata Pantai Tengkuyung tersebut, tepatnya di bibir pantai, juga menjadi persinggahan migrasi burung dari berbagai belahan dunia.

Berdasarkan pengamatan sejak Januari 2018, WWF mencatat ada sekitar 14 jenis burung di antaranya dari Alaska, Eropa dan lainnya.

"Di Kalimantan Barat, selain di Ketapang, di Pantai Tengkuyung juga menjadi perlintasannya. Masih menjadi tempat persinggahan burung menunjukkan kawasan ini masih alami dan bersahabat dengan burung," ujar Aburahman aktivis WWF yang fokus di soal burung.

Ia menjelaskan waktu migrasi burung di Pantai Tengkuyung dimulai pada September hingga April.
Pemantauan dan pengamantan burung migrasi dari jarak jauh oleh pengunjung (Istimewa)

Setelah migrasi papar dia burung tersebut kembali ke negara asal masing-masing dan di sana melakukan perkawinan, bertelur dan menetas.

Migrasi dilakukan karena tempat tinggal burung-burung itu sedang mengalami musim dingin sehingga mereka mencari makanan di sini.

Saat ini, menurut dia, burung yang migrasi di Pantai Tengkuyung sudah dilakukan penandaan dengan tanda khusus sebagaimana ketentuan atau presedur yang ada.

Untuk penandaan burung harus dilakukan ahlinya dan pihaknya telah mendatangakan Iwan Londo. Iwan Londo merupakan satu-satunya di Indonesia yang memiliki sertifikasi untuk menangkap burung.

"Penanda burung yang pernah migrasi di Pantai Tengkuyung yakni dengan pemasangan cincin atau bendera penanda berwarna jingga dan hitam potong setengah. Dengan tanda itu orang akan tahu dari mana saja burung itu berada. Termasuk burung yang berimigrasi di sini kita menemukan tanda dari Alaska dan negara lainnya," sebutnya.

Burung yang ditandai saat ini ada sebanyak 49 ekor dari 9 jenis burung yang bermigrasi. Jenis burung tersebut di antaranya, Trinil Bedaran, Cerek-pasir Besar, Cerek-pasir Mongolia, Cerek Tilil Kentish Plover, Dara-laut Kecil, Dara Laut Tiram, Trinil Pembalik-batu, Kedidi Besar dan Trinil Pantai.

"Kondisi alam yang ada dengan dukungan pelestarian ini menjadi potensi bagi daerah. Ini merupakan keunggulan yang tetap harus dijaga oleh semua pihak," ajaknya.



Miliki Pesut

Masih di area Kawasan Ekowisata Pantai Tengkuyung, hewan langka berupa pesut juga ditemukan di perairan daerah itu. Dari pengamatan yang ada dan informasi dari masyarakat, sering ditemukan gerombolan pesut lalu lalang.

Dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Pontianak, Syarif Iwan Taruna Alkadri mengatakan WWF sejak 2011 melakukan identifikasi. Dari pengamatan yang ada ditemukan gerombolan pesut di kisaran 16-26 ekor. Terakhir ditemukan ada muncul sembilan ekor di perairan perbatasan KKR dengan Kabupaten Kayong Utara.

Dari tes DNA pesut sini beda dengan pesut Mahakam dari keluarganya. "Kita masih juga melakukan pengamatan dan melihat dari mana asal atau di mana kawasan dia," kata dia.

Ia menyebutkan pengamatan dan identifikasi pesut sangat sulit karena sangat sensitif ditambah peralatan masih sederhana berupa teropong dan kamera. Di sebutkan dia di Mahakam saja butuh delapan tahun untuk mengetahui populasi pesut tersebut.

"Berbeda dengan lumba-lumba sangat mudah. Di sini juga terdapat banyak lumba-lumba. Bahkan nelayan sangat akrab dengan lumba-lumba tat kala melaut atau mengangkat jaringnya," sebut dia.
 
kawasan Ekowisata Pantai Tengkuyung di Desa Nibung, Kabupaten Kubu Raya (Istimewa)

Kepala Bapedda Kubu Raya, Yusran mengatakan Pemerintah KKR melalui Disporapar KKR sangat mendukung upaya dan pengembangan kawasan Ekowisata Pantai Tengkuyung. Menurutnya sumber dana dari DAK telah dikucurkan sebesar Rp3,5 miliar untuk kawasan tersebut.

Di kawasan tersebut telah dibangun steher, galeri, fasilitas mandi dan WC serta lainnya untuk mendukung pengembangan objek wisata. Kita berkomitmen agar wilayah ini menjadi ikon wisata Kubu Raya bahkan Indonesia.

Sektor pariwisata memiliki dampak yang luas dan menyentuh masyarakat sehingga pengembangan wisata sangat tepat, bukan hanya berdampak pelestarian lingkungan, melainkan juga memberikan dampak ekonomi.

"Ke depan kita terus mencarikan solusi terhadap tantangan dan persoalan yang ada agar kawasan ini menjadi objek wisata yang menarik namun tetap mengedepankan kelestarian lingkungan dengan segala potensi yang ada. Tugas kita bersama untuk memajukan daerah ini," ajak Yusran.





 

Pewarta: Dedi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018