Pontianak (Antaranews Kalbar) - Pemerintah Kabupaten Sintang bersama WWF-Indonesia meluncurkan sebuah forum koordinasi di bidang pembangunan kelapa sawit berkelanjutan sekaligus ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana aksi daerah sawit berkelanjutan di kabupaten tersebut.

Bupati Sintang Jarot Winarno di Sintang, Kamis mengatakan struktur perekonomian Kabupaten Sintang dalam lima tahun terakhir masih didominasi oleh tiga sektor ekonomi.

"Ketiga sektor tersebut adalah pertanian, perdagangan, hotel dan restoran serta industri," katanya.

Menurut Jarot, peran ketiga sektor tersebut mulai mendominasi pembangunan di Sintang hingga 70,63 persen sejak 2013. Sektor pertanian termasuk subsektor perkebunan memberikan kontribusi terbesar yaitu 33,85 persen.

Pemerintah daerah menitikberatkan pengembangan komoditas perkebunan pada lima komoditas, yaitu kelapa sawit, karet, kopi, kakao, dan lada.

"Petani komoditas ini memegang peranan yang penting karena sebagian komoditas ini telah dikembangkan oleh masyarakat. Sudah pasti komoditas ini menjadi penggerak ekonomi masyarakat," kata Jarot.

Sementara Ketua Forum Koordinasi Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Kabupaten Sintang Yosepha Hasnah mengatakan forum ini merupakan wadah bersama para pihak untuk mewujudkan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan di Sintang.

"Hal ini sejalan dengan komitmen Pemerintah Kabupaten Sintang untuk mewujudkan komoditas berkelanjutan yang merupakan bagian dari komitmen Kabupaten Lestari," ujar dia.

Lebih lanjut dikatakan Yosepha bahwa terdapat lima bidang dalam forum ini, yaitu bidang legalitas usaha perkebunan, manajemen perkebunan, lingkungan, tanggung jawab sosial perusahaan, dan pemberdayaan ekonomi dan peningkatan usaha yang berkelanjutan.

"Forum ini diharapkan mampu melahirkan program-program yang berbasis pada kebutuhan daerah melalui bidang-bidang yang ada," ujar dia.

Sustainable Palm Oil Program Manager WWF-Indonesia Putra Agung mengatakan pembangunan perkebunan kelapa sawit dewasa ini terus menunjukkan kecenderungan yang meningkat.

"Para petani mengelola hingga 4,3 juta hektare atau 42 persen dari total nasional perkebunan kelapa sawit," katanya.

Menurutnya, kondisi tersebut tentu saja diwarnai sejumlah tantangan. Misalnya, minimnya pengetahuan pada aspek budidaya yang baik dan bertanggung jawab, tenaga kerja, akses ke modal dan pasar, sistem manajemen yang tidak tepat, dan pengetahuan yang kurang terhadap isu keberlanjutan.

Lebih jauh Agung menjelaskan pengelolaan sektor pertanian termasuk komoditas kelapa sawit yang tidak bertanggung jawab menyebabkan sektor ini akan menuai dampak negatif yang ditimbulkan baik terhadap manusia maupun lingkungan. Dari sisi ancaman, saat ini sudah bisa dirasakan, yang sebagian besar disebabkan oleh praktik-praktik yang tidak berkelanjutan dari produsen kelapa sawit, termasuk petani.

"Pembangunan kebun yang tidak sesuai dengan aturan menyebabkan banyaknya kawasan-kawasan yang tidak diperuntukkan bagi perkebunan kelapa sawit dibuka untuk kebun sawit. Misalnya kawasan hutan dan kawasan bernilai konservasi tinggi dibuka untuk sawit. Ini bisa terjadi pada perusahaan besar dan kebun masyarakat. Semua akan bermuara pada kerusakan lingkungan," ujar dia.

Ia pun berharap, forum tersebut dapat memberikan manfaat positif bagi perekonomian daerah sekaligus tetap menjaga kelestarian lingkungan.


 

Pewarta: Teguh Imam Wibowo

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018