Pontianak (Antaranews Kalbar) - Ormas Dayak se-Kalimantan Barat, menuntut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho meminta maaf langsung ke masyarakat Dayak di Kalbar.
Dalam orasinya di depan Kantor DPRD Kalbar, Sekretaris MADN, Yakobus Kumis di Pontianak, Kamis, meminta Sutopo Purwo Nugroho agar hadir di Kalbar untuk menjelaskan permasalahan tersebut paling lambat tujuh hari terhitung aksi hari ini.
"Pernyataan Sutopo, bahwa gawai serentak memicu kebakaran hutan dan lahan, tidak bisa kami terima, karena selama ini masyarakat Dayak dengan kearifan lokalnya tidak merusak hutan, dan kami sudah ribuan tahun berladang," katanya.
Ia juga mengajak, siapa saja untuk turun langsung ke kampung-kampung guna melihat secara langsung bagaimana masyarakat Dayak membakar lahan dengan cara kearifan lokal, dan sudah jelas pihaknya juga tidak membakar lahan gambut.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Perempuan Dayak Kalbar, Katarina Lies mengatakan, pihaknya (suku Dayak) merasa tersinggung dengan pernyataan, Sutopo, dan pihaknya selalu dikambing hitamkan atas kejadian Karhutla sehingga berdampak asap tersebut.
"Kami hidup sebagai orang Dayak, makan dari beras hasil ladang, sehingga asap bukan bersumber dari Dayak, jangan lagi mengkambing hitamkan gawai," ujarnya.
Menurut dia, kalau dilarang berladang, mampukan pemerintah memberikan makan pada masyarakat. "Sekarang kami menuntut pak Sutopo menyelesaikan masalah ini, sehingga ke depan tidak ada lagi yang dikambing hitamkan kalau terjadi Karhutla dan menyebabkan kabut asap," ujarnya.
Dalam aksinya, Ormas Dayak se-Kalbar, intinya menuntut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho untuk hadir di pengadilan adat Dayak di Pontianak, untuk diadili secara adat-istiadat, dan hukum adat Dayak paling lama tujuh hari setelah surat tersebut diterima.
Kemudian, meminta Sutopo mencabut pernyataan dan meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Dayak, baik melalui media lokal maupun nasional, kemudian meminta agar Sutopo dapat menghormati kearifan lokal masyarakat Dayak dalam bingkai NKRI, serta mengingatkan kepada pihak manapun agar tidak mudah mengeluarkan pernyataan serupa, yang dapat mendiskreditkan masyarakat Dayak.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kalbar, Suriyansah mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti apa yang menjadi tuntutan masyarakat Dayak. "Kami akan proses agar dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan," katanya.
Kepala BNPB Kalbar, TTA Nyarong menyatakan, dirinya akan menyampaikan pernyataan sikap dari Ormas Dayak se-Kalbar tersebut kepada pak Sutopo langsung.
"Sore ini saya berangkat ke Jakarta untuk menyampaikan pernyataan sikap tersebut," katanya.
Sebelumnya, secara tertulis Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, dirinya atas nama pribadi dan sebagai Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB tidak ada maksud menghina dan mencap bahwa tradisi gawai penyebab semakin banyaknya kabut asap.
"Atas nama pribadi dan sebagai Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, saya mohon maaf kepada masyarakat Dayak di seluruh Indonesia, atas kekhilafan penulisan yang mengakibatkan penafsiran yang salah," ujarnya.
Ia berharap masalah ini selesai sampai disini dan tidak diperpanjang kembali. Keterangan pers yang disebarkan ke media tidak ada tendensi lain dalam mengeluarkan pernyataan, kecuali dari membaca laporan, karena pernyataan yang sama juga dikeluarkan oleh KLHK dan sebagainya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
Dalam orasinya di depan Kantor DPRD Kalbar, Sekretaris MADN, Yakobus Kumis di Pontianak, Kamis, meminta Sutopo Purwo Nugroho agar hadir di Kalbar untuk menjelaskan permasalahan tersebut paling lambat tujuh hari terhitung aksi hari ini.
"Pernyataan Sutopo, bahwa gawai serentak memicu kebakaran hutan dan lahan, tidak bisa kami terima, karena selama ini masyarakat Dayak dengan kearifan lokalnya tidak merusak hutan, dan kami sudah ribuan tahun berladang," katanya.
Ia juga mengajak, siapa saja untuk turun langsung ke kampung-kampung guna melihat secara langsung bagaimana masyarakat Dayak membakar lahan dengan cara kearifan lokal, dan sudah jelas pihaknya juga tidak membakar lahan gambut.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Perempuan Dayak Kalbar, Katarina Lies mengatakan, pihaknya (suku Dayak) merasa tersinggung dengan pernyataan, Sutopo, dan pihaknya selalu dikambing hitamkan atas kejadian Karhutla sehingga berdampak asap tersebut.
"Kami hidup sebagai orang Dayak, makan dari beras hasil ladang, sehingga asap bukan bersumber dari Dayak, jangan lagi mengkambing hitamkan gawai," ujarnya.
Menurut dia, kalau dilarang berladang, mampukan pemerintah memberikan makan pada masyarakat. "Sekarang kami menuntut pak Sutopo menyelesaikan masalah ini, sehingga ke depan tidak ada lagi yang dikambing hitamkan kalau terjadi Karhutla dan menyebabkan kabut asap," ujarnya.
Dalam aksinya, Ormas Dayak se-Kalbar, intinya menuntut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho untuk hadir di pengadilan adat Dayak di Pontianak, untuk diadili secara adat-istiadat, dan hukum adat Dayak paling lama tujuh hari setelah surat tersebut diterima.
Kemudian, meminta Sutopo mencabut pernyataan dan meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Dayak, baik melalui media lokal maupun nasional, kemudian meminta agar Sutopo dapat menghormati kearifan lokal masyarakat Dayak dalam bingkai NKRI, serta mengingatkan kepada pihak manapun agar tidak mudah mengeluarkan pernyataan serupa, yang dapat mendiskreditkan masyarakat Dayak.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kalbar, Suriyansah mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti apa yang menjadi tuntutan masyarakat Dayak. "Kami akan proses agar dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan," katanya.
Kepala BNPB Kalbar, TTA Nyarong menyatakan, dirinya akan menyampaikan pernyataan sikap dari Ormas Dayak se-Kalbar tersebut kepada pak Sutopo langsung.
"Sore ini saya berangkat ke Jakarta untuk menyampaikan pernyataan sikap tersebut," katanya.
Sebelumnya, secara tertulis Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, dirinya atas nama pribadi dan sebagai Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB tidak ada maksud menghina dan mencap bahwa tradisi gawai penyebab semakin banyaknya kabut asap.
"Atas nama pribadi dan sebagai Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, saya mohon maaf kepada masyarakat Dayak di seluruh Indonesia, atas kekhilafan penulisan yang mengakibatkan penafsiran yang salah," ujarnya.
Ia berharap masalah ini selesai sampai disini dan tidak diperpanjang kembali. Keterangan pers yang disebarkan ke media tidak ada tendensi lain dalam mengeluarkan pernyataan, kecuali dari membaca laporan, karena pernyataan yang sama juga dikeluarkan oleh KLHK dan sebagainya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018