Sidang lanjutan dugaan korupsi di Kabupaten Bengkayang dengan terdakwa bupati non aktif Suryadman Gidot di Pontianak, Selasa, terungkap bahwa ada penambahan anggaran di Dinas PUPR setempat pada tahun 2019 yang dilakukan di luar mekanisme.
"Dapat disimpulkan, bahwa penambahan anggaran di Dinas PUPR Bengkayang yang dilakukan di luar mekanisme setelah mendengar keterangan dua saksi, yakni atas nama Heri Supriadi sebagai Kabid Bina Marga di Dinas PUPR Bengkayang, dan Yayat Setiawan yang juga PNS di lingkungan Dinas PUPR Bengkayang," kata Jaksa dari KPK, Feby D usai sidang di Pontianak, Selasa.
Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan enam saksi "kunci" tersebut, digelar di PN Tipikor Pontianak tersebut selain Suryadman Gidot, mantan Kadis PUPR Bengkayang, Aleksius juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama.
Feby menjelaskan, penambahan anggaran sebesar Rp7,5 miliar yang dilakukan di Dinas PUPR Bengkayang di luar mekanisme yang berlaku, dan atas permintaan terdakwa Suryadman Gidot.
"Padahal di fakta persidangan anggaran yang resmi diajukan Dinas PUPR Bengkayang hanya sebesar Rp12,9 miliar, tetapi disahkan menjadi Rp20 miliar lebih," ungkapnya.
Selain itu, juga ada keterangan saksi yang menyatakan, ada penempatan terhadap sejumlah proyek untuk kontraktor-kontraktor di luar ketentuan yang ada, dan juga pembayaran fee atau komisi yang dibayar di muka atau pun sesudah proyek selesai.
"Berdasarkan keterangan atau fakta tersebut, maka cukup bagus untuk membuktikan atau mendukung dakwaan kami terhadap dua terdakwa, yakni Suryadman Gidot dan Aleksius," ungkapnya.
Enam saksi yang ada di persidangan yakni Heri Supriadi sebagai Kabid Bina Marga di Dinas PUPR Bengkayang, dan Yayat Setiawan yang juga PNS di lingkungan Dinas PUPR Bengkayang.
Kemudian empat saksi lainnya, yaitu yang statusnya sudah terpidana (dari kalangan swasta) dalam kasus dugaan suap sejumlah proyek di Kabupaten Bengkayang, yakni atas nama Bun Si Fat, Rodi, Yosef alias Ateng, dan Pandus.
Keempat terpidana tersebut, sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pontianak, telah menjatuhkan vonis terhadap empat kontraktor (swasta) masing-masing selama 18 bulan dan denda Rp50 juta, atau lebih rendah dari tuntutan JPU dari KPK selama dua tahun terhadap empat terpidana kasus suap sejumlah proyek di Kabupaten Bengkayang tahun 2019, yang juga melibatkan Bupati Bengkayang nonaktif, Suryadman Gidot tersebut.
Sebelumnya, Feby menyatakan, terdakwa diduga kuat minta disiapkan uang sekitar Rp1 miliar kepada Kadis PUPR dan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Bengkayang.
Kemudian, ada juga janji dari Suryadman Gidot terhadap kedua kadis tersebut, apabila berhasil mengumpulkan uang sebesar itu, keduanya akan dapat tambahan dari APBD Perubahan 2019.
"Untuk Dinas PUPR Bengkayang sebesar Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkayang sebesar Rp6 miliar," katanya.
Dalam OTT (operasi tangkap tangan) tersebut total uang yang disita yakni sebanyak Rp340 juta atau uang dugaan suap dari lima kontraktor, empat orang di antaranya sudah divonis bersalah oleh majelis hakim PN Tipikor Pontianak.
Suryadman Gidot dan Aleksius diduga melanggar pasal 12 huruf (a) UU Tipikor, Jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP, Jo pasal 65 (1) atau melakukan korupsi berbarengan atau dakwaan keduanya pasal 11 UU Tipikor, Jo 55 (1) ke-1 dan Jo pasal 65 (1) KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Dapat disimpulkan, bahwa penambahan anggaran di Dinas PUPR Bengkayang yang dilakukan di luar mekanisme setelah mendengar keterangan dua saksi, yakni atas nama Heri Supriadi sebagai Kabid Bina Marga di Dinas PUPR Bengkayang, dan Yayat Setiawan yang juga PNS di lingkungan Dinas PUPR Bengkayang," kata Jaksa dari KPK, Feby D usai sidang di Pontianak, Selasa.
Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan enam saksi "kunci" tersebut, digelar di PN Tipikor Pontianak tersebut selain Suryadman Gidot, mantan Kadis PUPR Bengkayang, Aleksius juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama.
Feby menjelaskan, penambahan anggaran sebesar Rp7,5 miliar yang dilakukan di Dinas PUPR Bengkayang di luar mekanisme yang berlaku, dan atas permintaan terdakwa Suryadman Gidot.
"Padahal di fakta persidangan anggaran yang resmi diajukan Dinas PUPR Bengkayang hanya sebesar Rp12,9 miliar, tetapi disahkan menjadi Rp20 miliar lebih," ungkapnya.
Selain itu, juga ada keterangan saksi yang menyatakan, ada penempatan terhadap sejumlah proyek untuk kontraktor-kontraktor di luar ketentuan yang ada, dan juga pembayaran fee atau komisi yang dibayar di muka atau pun sesudah proyek selesai.
"Berdasarkan keterangan atau fakta tersebut, maka cukup bagus untuk membuktikan atau mendukung dakwaan kami terhadap dua terdakwa, yakni Suryadman Gidot dan Aleksius," ungkapnya.
Enam saksi yang ada di persidangan yakni Heri Supriadi sebagai Kabid Bina Marga di Dinas PUPR Bengkayang, dan Yayat Setiawan yang juga PNS di lingkungan Dinas PUPR Bengkayang.
Kemudian empat saksi lainnya, yaitu yang statusnya sudah terpidana (dari kalangan swasta) dalam kasus dugaan suap sejumlah proyek di Kabupaten Bengkayang, yakni atas nama Bun Si Fat, Rodi, Yosef alias Ateng, dan Pandus.
Keempat terpidana tersebut, sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pontianak, telah menjatuhkan vonis terhadap empat kontraktor (swasta) masing-masing selama 18 bulan dan denda Rp50 juta, atau lebih rendah dari tuntutan JPU dari KPK selama dua tahun terhadap empat terpidana kasus suap sejumlah proyek di Kabupaten Bengkayang tahun 2019, yang juga melibatkan Bupati Bengkayang nonaktif, Suryadman Gidot tersebut.
Sebelumnya, Feby menyatakan, terdakwa diduga kuat minta disiapkan uang sekitar Rp1 miliar kepada Kadis PUPR dan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Bengkayang.
Kemudian, ada juga janji dari Suryadman Gidot terhadap kedua kadis tersebut, apabila berhasil mengumpulkan uang sebesar itu, keduanya akan dapat tambahan dari APBD Perubahan 2019.
"Untuk Dinas PUPR Bengkayang sebesar Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkayang sebesar Rp6 miliar," katanya.
Dalam OTT (operasi tangkap tangan) tersebut total uang yang disita yakni sebanyak Rp340 juta atau uang dugaan suap dari lima kontraktor, empat orang di antaranya sudah divonis bersalah oleh majelis hakim PN Tipikor Pontianak.
Suryadman Gidot dan Aleksius diduga melanggar pasal 12 huruf (a) UU Tipikor, Jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP, Jo pasal 65 (1) atau melakukan korupsi berbarengan atau dakwaan keduanya pasal 11 UU Tipikor, Jo 55 (1) ke-1 dan Jo pasal 65 (1) KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020