Majelis Hakim PN Tipikor Pontianak, Selasa, menjatuhkan vonis empat tahun atau lebih rendah satu tahun dari tuntutan JPU dari KPK terhadap mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Aleksius.
Ketua Majelis Hakim PN Tipikor Pontianak Prayitno Iman Santosa di Pontianak melalui video conference mengatakan, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sehingga diputuskan atau divonis bersalah dengan empat tahun kurungan penjara, dan denda Rp200 juta.
"Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka ditambah hukuman penjara selama satu bulan, dan memerintahkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp4 juta, apabila tidak dibayar, maka dilakukan penyitaan terhadap harta bendanya, dan apabila tidak mencukupi maka bisa diganti dengan tambahan penjara selama satu bulan," ujarnya.
Untuk terpidana Aleksius, juga diperintahkan tetap berada di ruang tahanan, kata majelis hakim PN Pontianak.
Sementara itu, terpidana Aleksius menyatakan, menerima putusan Majelis Hakim PN Pontianak. "Dalam kesempatan ini, saya secara pribadi dan atas nama keluarga menyampaikan permohonan maaf, baik kepada pemerintah dan masyarakat Kabupaten Bengkayang dan Kalbar umumnya," ujar dia.
Penasihat Hukum Terdakwa Aleksius, Andel menyatakan apapun yang menjadi keputusan kliennya, pihaknya juga menerimanya, karena yang menjalaninya adalah kliennya sendiri.
Sementara itu, terpidana Bupati Bengkayang nonaktif Suryadman Gidot, dalam persidangan yang sama juga di divonis lima tahun kurungan penjara dan denda Rp200 juta atau lebih ringan dari tuntutan Jaksa dari KPK, yakni enam tahun dan denda Rp200 juta.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim juga memutuskan bahwa terdakwa tetap dilakukan penahanan.
Terpidana Suryadman Gidot dan Penasihat Hukumnya, Andel menyatakan akan pikir-pikir dulu terhadap vonis tersebut, dan begitu juga JPU dari KPK yang juga menyatakan pikir-pikir juga atas vonis majelis hakim tersebut.
Sebelumnya, JPU dari KPK, Trimulyono menyatakan Suryadman Gidot terbukti menerima suap senilai Rp340 juta yang berasal dari kontraktor melalui Aleksius. Sementara Aleksius dituntut dengan 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan alternatif kesatu.
Sebelumnya, dalam konstruksi perkara KPK pascaoperasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus itu disebutkan bahwa Suryadman meminta uang kepada Aleksius. Permintaan uang tersebut dilakukan Suryadman atas pemberian anggaran penunjukan langsung tambahan APBD Perubahan 2019 kepada Dinas PUPR sebesar Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan Rp6 miliar.
Suryadman Gidot diduga meminta uang kepada Aleksius dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang Agustinus Yan masing-masing sebesar Rp300 juta. Uang tersebut diduga diperlukan Suryadman untuk menyelesaikan permasalahan pribadinya.
Menindaklanjuti hal tersebut, Aleksius menghubungi beberapa rekanan untuk menawarkan proyek pekerjaan penunjukan langsung dengan syarat memenuhi setoran di awal.
Hal itu dilakukan dikarenakan uang setoran tersebut diperlukan segera untuk memenuhi permintaan bupati. Untuk satu paket pekerjaan penunjukan langsung dimintakan setoran sebesar Rp20-25 juta atau minimal sekitar 10 persen dari nilai maksimal pekerjaan penunjukan langsung yaitu Rp200 juta.
Kemudian, Aleksius menerima setoran tunai dari beberapa rekanan proyek yang menyepakati fee sebagaimana disebut sebelumnya, terkait paket pekerjaan penunjukan langsung melalui staf honorer pada Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Fitri Julihardi (FJ).
Rinciannya, pertama Rp120 juta dari Bun Si Fat, Rp160 juta dari Pandus, Yosef, dan Rodi serta Rp60 juta dari Nelly Margaretha.
Baca juga: Suryadman Gidot divonis lima tahun penjara
Baca juga: KPK periksa sembilan pejabat Dinas Pendidikan Bengkayang
Baca juga: KPK akan periksa anggota DPRD Bengkayang
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
Ketua Majelis Hakim PN Tipikor Pontianak Prayitno Iman Santosa di Pontianak melalui video conference mengatakan, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sehingga diputuskan atau divonis bersalah dengan empat tahun kurungan penjara, dan denda Rp200 juta.
"Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka ditambah hukuman penjara selama satu bulan, dan memerintahkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp4 juta, apabila tidak dibayar, maka dilakukan penyitaan terhadap harta bendanya, dan apabila tidak mencukupi maka bisa diganti dengan tambahan penjara selama satu bulan," ujarnya.
Untuk terpidana Aleksius, juga diperintahkan tetap berada di ruang tahanan, kata majelis hakim PN Pontianak.
Sementara itu, terpidana Aleksius menyatakan, menerima putusan Majelis Hakim PN Pontianak. "Dalam kesempatan ini, saya secara pribadi dan atas nama keluarga menyampaikan permohonan maaf, baik kepada pemerintah dan masyarakat Kabupaten Bengkayang dan Kalbar umumnya," ujar dia.
Penasihat Hukum Terdakwa Aleksius, Andel menyatakan apapun yang menjadi keputusan kliennya, pihaknya juga menerimanya, karena yang menjalaninya adalah kliennya sendiri.
Sementara itu, terpidana Bupati Bengkayang nonaktif Suryadman Gidot, dalam persidangan yang sama juga di divonis lima tahun kurungan penjara dan denda Rp200 juta atau lebih ringan dari tuntutan Jaksa dari KPK, yakni enam tahun dan denda Rp200 juta.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim juga memutuskan bahwa terdakwa tetap dilakukan penahanan.
Terpidana Suryadman Gidot dan Penasihat Hukumnya, Andel menyatakan akan pikir-pikir dulu terhadap vonis tersebut, dan begitu juga JPU dari KPK yang juga menyatakan pikir-pikir juga atas vonis majelis hakim tersebut.
Sebelumnya, JPU dari KPK, Trimulyono menyatakan Suryadman Gidot terbukti menerima suap senilai Rp340 juta yang berasal dari kontraktor melalui Aleksius. Sementara Aleksius dituntut dengan 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan alternatif kesatu.
Sebelumnya, dalam konstruksi perkara KPK pascaoperasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus itu disebutkan bahwa Suryadman meminta uang kepada Aleksius. Permintaan uang tersebut dilakukan Suryadman atas pemberian anggaran penunjukan langsung tambahan APBD Perubahan 2019 kepada Dinas PUPR sebesar Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan Rp6 miliar.
Suryadman Gidot diduga meminta uang kepada Aleksius dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang Agustinus Yan masing-masing sebesar Rp300 juta. Uang tersebut diduga diperlukan Suryadman untuk menyelesaikan permasalahan pribadinya.
Menindaklanjuti hal tersebut, Aleksius menghubungi beberapa rekanan untuk menawarkan proyek pekerjaan penunjukan langsung dengan syarat memenuhi setoran di awal.
Hal itu dilakukan dikarenakan uang setoran tersebut diperlukan segera untuk memenuhi permintaan bupati. Untuk satu paket pekerjaan penunjukan langsung dimintakan setoran sebesar Rp20-25 juta atau minimal sekitar 10 persen dari nilai maksimal pekerjaan penunjukan langsung yaitu Rp200 juta.
Kemudian, Aleksius menerima setoran tunai dari beberapa rekanan proyek yang menyepakati fee sebagaimana disebut sebelumnya, terkait paket pekerjaan penunjukan langsung melalui staf honorer pada Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Fitri Julihardi (FJ).
Rinciannya, pertama Rp120 juta dari Bun Si Fat, Rp160 juta dari Pandus, Yosef, dan Rodi serta Rp60 juta dari Nelly Margaretha.
Baca juga: Suryadman Gidot divonis lima tahun penjara
Baca juga: KPK periksa sembilan pejabat Dinas Pendidikan Bengkayang
Baca juga: KPK akan periksa anggota DPRD Bengkayang
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020