Pakar keamanan siber dari Kaspersky, Yeo Siang Tiong, mengatakan data pemilu menjadi target yang matang bagi para pelaku kejahatan siber sebab sangat penting dan kritikal bagi sebuah negara.
Menurut Yeo Siang Tiong, pengamanan data pemilu, mulai dari proses menyalurkan hingga penyimpanan menjadi tantangan bagi seluruh negara dunia.
"Karena dua faktor, pertama, beragamnya sistem yang dikelola secara lokal dan kedua adalah mesin turun temurun (legacy machine) yang tidak dirancang untuk dunia yang terhubung," ujar Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara Kaspersky, dalam keterangan tertulis, Jumat.
Baca juga: Peretas klaim bobol 2,3 juta data warga Indonesia dari KPU
Sebelumnya, pada Kamis (21/5) peretas mengklaim telah membobol 2,3 juta data warga Indonesia dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Informasi itu datang dari akun @underthebreach yang sebelumnya mengabarkan kebocoran data ecommerce Tokopedia di awal bulan ini.
"Aktor (peretas) membocorkan informasi 2.300.000 warga Indonesia. Data itu termasuk nama, alamat, nomor ID, tanggal lahir, dan lainnya," cuit @underthebreach.
Akun @underthebreach juga menyebutkan bahwa data tersebut tampaknya merupakan data tahun 2013. Tidak hanya itu, peretas juga mengklaim akan membocorkan 200 juta data lainnya.
Peluang peretasan
Menurut Yeo Siang Tiong, ruang siber yang sangat terhubung saat ini, membuka peluang bagi peretasan. Selain itu, perangkat keras dan sistem lama, juga menambah kesulitan untuk mengamankan data pemilu dari kejahatan siber.
Baca juga: Bukalapak bantah diretas dan data pengguna bocor
Oleh karena itu, menurut Yeo Siang Tiong, penting bagi negara untuk membangun kepercayaan pada rakyatnya. Hal terpenting yang bisa dilakukan adalah mendorong transparansi dalam sistem.
"Ini berarti membuka kemungkinan untuk audit terbuka yang dapat disaksikan oleh masyarakat dan menunjukkan bahwa pemilu adalah sesuatu yang ditanggapi dengan serius," kata Yeo Siang Tiong.
Selain itu, menurut Yeo Siang Tiong, negara juga dapat melibatkan para ahli atau pekerja di sektor keamanan untuk menyumbangkan wawasan dan pengetahuan mereka dalam menilai risiko dan menambal kemungkinan celah keamanan.
"Untuk menjamin transparansi, meningkatkan kepercayaan, dan memperbarui sistem pemilihan akan membutuhkan kolaborasi terbuka di antara organisasi publik dan swasta," ujar Yeo Siang Tiong.
"Mencegah pelanggaran data dan peretas memasuki sistem pemilihan tidak diragukan lagi menjadi tantangan, tetapi dengan kerja sama yang bertujuan meningkatkan keamanan pemilu, setiap negara dapat menggagalkan upaya pelanggaran apa pun secara efektif di masa depan," dia menambahkan.
Baca juga: Setengah juta akun Zoom dijual di situs gelap
Baca juga: Microsoft Corp ungkap peretas terkait Korut curi data rahasia
Baca juga: Peretas incar data konsumen Dell
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
Menurut Yeo Siang Tiong, pengamanan data pemilu, mulai dari proses menyalurkan hingga penyimpanan menjadi tantangan bagi seluruh negara dunia.
"Karena dua faktor, pertama, beragamnya sistem yang dikelola secara lokal dan kedua adalah mesin turun temurun (legacy machine) yang tidak dirancang untuk dunia yang terhubung," ujar Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara Kaspersky, dalam keterangan tertulis, Jumat.
Baca juga: Peretas klaim bobol 2,3 juta data warga Indonesia dari KPU
Sebelumnya, pada Kamis (21/5) peretas mengklaim telah membobol 2,3 juta data warga Indonesia dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Informasi itu datang dari akun @underthebreach yang sebelumnya mengabarkan kebocoran data ecommerce Tokopedia di awal bulan ini.
"Aktor (peretas) membocorkan informasi 2.300.000 warga Indonesia. Data itu termasuk nama, alamat, nomor ID, tanggal lahir, dan lainnya," cuit @underthebreach.
Akun @underthebreach juga menyebutkan bahwa data tersebut tampaknya merupakan data tahun 2013. Tidak hanya itu, peretas juga mengklaim akan membocorkan 200 juta data lainnya.
Peluang peretasan
Menurut Yeo Siang Tiong, ruang siber yang sangat terhubung saat ini, membuka peluang bagi peretasan. Selain itu, perangkat keras dan sistem lama, juga menambah kesulitan untuk mengamankan data pemilu dari kejahatan siber.
Baca juga: Bukalapak bantah diretas dan data pengguna bocor
Oleh karena itu, menurut Yeo Siang Tiong, penting bagi negara untuk membangun kepercayaan pada rakyatnya. Hal terpenting yang bisa dilakukan adalah mendorong transparansi dalam sistem.
"Ini berarti membuka kemungkinan untuk audit terbuka yang dapat disaksikan oleh masyarakat dan menunjukkan bahwa pemilu adalah sesuatu yang ditanggapi dengan serius," kata Yeo Siang Tiong.
Selain itu, menurut Yeo Siang Tiong, negara juga dapat melibatkan para ahli atau pekerja di sektor keamanan untuk menyumbangkan wawasan dan pengetahuan mereka dalam menilai risiko dan menambal kemungkinan celah keamanan.
"Untuk menjamin transparansi, meningkatkan kepercayaan, dan memperbarui sistem pemilihan akan membutuhkan kolaborasi terbuka di antara organisasi publik dan swasta," ujar Yeo Siang Tiong.
"Mencegah pelanggaran data dan peretas memasuki sistem pemilihan tidak diragukan lagi menjadi tantangan, tetapi dengan kerja sama yang bertujuan meningkatkan keamanan pemilu, setiap negara dapat menggagalkan upaya pelanggaran apa pun secara efektif di masa depan," dia menambahkan.
Baca juga: Setengah juta akun Zoom dijual di situs gelap
Baca juga: Microsoft Corp ungkap peretas terkait Korut curi data rahasia
Baca juga: Peretas incar data konsumen Dell
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020