Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kabupaten Sambas, Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak (FRKP), Pemuda Melayu, Garda Borneo, Tangkitn Janawi, serta masyarakat kabupaten Sambas melakukan aksi damai di Kantor Kepolisian Daerah Kalimantan Barat (Kalbar) dan Kantor Kejaksaan Tinggi Kalbar terkait kasus Jumardi yang ditangkap karena menjual 10 burung Bayan.
"Kami mengetuk hati nurani dan rasa kemanusiaan dari penegak hukum yang seharusnya menjunjung tinggi asas keadilan, terutama bagi Polda Kalbar dan Kejati dalam penanganan kasus Jumardi," kata Koordinator Lapangan dari Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak, Bambang di Pontianak, Kamis.
Dalam aksi tersebut Bambang menyebutkan bahwa penangkapan burung Bayan yang bernama latin Eclectus roratus, dilakukan Jumardi atas ketidaktahuan, sehingga dia tidak ingin kejadian yang sama terjadi pada masyarakat lainnya.
"Kami menginginkan agar Jumardi bisa dibebaskan dilihat dari sisi kemanusiaan, sebab dari ketidaktahuan dan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang merujuk pada pelanggaran atas UU No. 5 tahun 1990 pasal 21 dan pasal 40 serta PLHK No. 20/2018 turunan dari PLHK No. 106/2018," jelasnya.
Dari tuntutan di Kejati Kalbar, peserta aksi menemukan titik terang terkait kasus Jumardi. "Kejati Kalbar sudah menerima dan memproses tuntutan, selanjutnya akan melakukan peninjauan kembali terkait kasus yang menimpa Jumardi," kata Bambang.
Ia juga tidak ingin ada Jumardi lainnya yang tertangkap karena ketidaktahuan hukum, terutama terkait penangkapan satwa yang dilindungi.
"BKSDA ke depannya harus lebih giat lagi melakukan sosialisasi terkait peraturan perlindungan satwa, khususnya kepada masyarakat pedesaan agar ke depannya tidak muncul Jumardi lain yang tersandung kasus serupa. Apalagi saat ini seperti ikan Belida yang biasa ditangkap masyarakat Kapuas Hulu kini statusnya dilindungi. Kami tidak ingin mereka senasib dengan Jumardi karena ketidaktahuan hukum," katanya.
Sebelumnya, Jumardi yang biasa dipanggil Jumar, warga Dusun Tempakung, RT 01, RW 01, Desa Tempatan, Kecamatan Sebawi, Kabupaten Sambas ditangkap Polda Kalimantan Barat karena diduga menjual burung bayan yang dilindungi.
Burung bayan telah dilindungi UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan dimasukkannya sebagai daftar lampiran pada Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
Sementara itu, Ketua Forum Relawan Kemanusian Pontianak (FRKP) Bruder Stephanus Paiman menyatakan, kasus Jumardi mencuat karena kurangnya edukasi dari pemerintah, sehingga seharusnya Jumardi tidak di tahan dan jikalaupun harus diperiksa dan diadili cukup Tipiring (tindak pidana ringan) saja.
"Semoga aparat hukum dapat menilai perkara ini dengan moral dan masuk menjiwai kehidupan Jumardi sehari-hari meski Jumardi terbukti melakukan pelanggaran terhadap UU tentang hewan yang dilindungi, namun hal terpenting apakah negara telah mengedukasi secara benar sampai ke akar rumput," ujarnya.
Dia menambahkan, setiap ciptaan Tuhan merupakan hak seluruh umat manusia sebagai makhluk yang berakal budi dalam menikmati secara benar dan baik. Bagi masyarakat desa dan atau wong cilik ketika melihat ada hewan, tumbuhan dan lain sebagainya dan menurut akal mereka itu dapat dinikmati untuk dikonsumsi atau dijual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (bukan untuk memperkaya diri). Mereka tidak berpikiran apakah itu dilindungi atau adakah/bagaimana aturan hukumnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Kami mengetuk hati nurani dan rasa kemanusiaan dari penegak hukum yang seharusnya menjunjung tinggi asas keadilan, terutama bagi Polda Kalbar dan Kejati dalam penanganan kasus Jumardi," kata Koordinator Lapangan dari Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak, Bambang di Pontianak, Kamis.
Dalam aksi tersebut Bambang menyebutkan bahwa penangkapan burung Bayan yang bernama latin Eclectus roratus, dilakukan Jumardi atas ketidaktahuan, sehingga dia tidak ingin kejadian yang sama terjadi pada masyarakat lainnya.
"Kami menginginkan agar Jumardi bisa dibebaskan dilihat dari sisi kemanusiaan, sebab dari ketidaktahuan dan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang merujuk pada pelanggaran atas UU No. 5 tahun 1990 pasal 21 dan pasal 40 serta PLHK No. 20/2018 turunan dari PLHK No. 106/2018," jelasnya.
Dari tuntutan di Kejati Kalbar, peserta aksi menemukan titik terang terkait kasus Jumardi. "Kejati Kalbar sudah menerima dan memproses tuntutan, selanjutnya akan melakukan peninjauan kembali terkait kasus yang menimpa Jumardi," kata Bambang.
Ia juga tidak ingin ada Jumardi lainnya yang tertangkap karena ketidaktahuan hukum, terutama terkait penangkapan satwa yang dilindungi.
"BKSDA ke depannya harus lebih giat lagi melakukan sosialisasi terkait peraturan perlindungan satwa, khususnya kepada masyarakat pedesaan agar ke depannya tidak muncul Jumardi lain yang tersandung kasus serupa. Apalagi saat ini seperti ikan Belida yang biasa ditangkap masyarakat Kapuas Hulu kini statusnya dilindungi. Kami tidak ingin mereka senasib dengan Jumardi karena ketidaktahuan hukum," katanya.
Sebelumnya, Jumardi yang biasa dipanggil Jumar, warga Dusun Tempakung, RT 01, RW 01, Desa Tempatan, Kecamatan Sebawi, Kabupaten Sambas ditangkap Polda Kalimantan Barat karena diduga menjual burung bayan yang dilindungi.
Burung bayan telah dilindungi UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan dimasukkannya sebagai daftar lampiran pada Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
Sementara itu, Ketua Forum Relawan Kemanusian Pontianak (FRKP) Bruder Stephanus Paiman menyatakan, kasus Jumardi mencuat karena kurangnya edukasi dari pemerintah, sehingga seharusnya Jumardi tidak di tahan dan jikalaupun harus diperiksa dan diadili cukup Tipiring (tindak pidana ringan) saja.
"Semoga aparat hukum dapat menilai perkara ini dengan moral dan masuk menjiwai kehidupan Jumardi sehari-hari meski Jumardi terbukti melakukan pelanggaran terhadap UU tentang hewan yang dilindungi, namun hal terpenting apakah negara telah mengedukasi secara benar sampai ke akar rumput," ujarnya.
Dia menambahkan, setiap ciptaan Tuhan merupakan hak seluruh umat manusia sebagai makhluk yang berakal budi dalam menikmati secara benar dan baik. Bagi masyarakat desa dan atau wong cilik ketika melihat ada hewan, tumbuhan dan lain sebagainya dan menurut akal mereka itu dapat dinikmati untuk dikonsumsi atau dijual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (bukan untuk memperkaya diri). Mereka tidak berpikiran apakah itu dilindungi atau adakah/bagaimana aturan hukumnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021