Pontianak (ANTARA) - Penasihat Hukum untuk Jumardi selaku Pemohon Praperadilan, Andel mengatakan, penangkapan terhadap kliennya yang terjerat kasus penjualan 10 burung Bayan tidak sah dan menyalahi prosedur yang berlaku.
“Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat sebagai termohon Praperadilan tidak berwenang dalam melakukan penangkapan terhadap Jumardi sebagai pemohon Praperadilan karena ketentuan peraturan tersebut merupakan tindak pidana khusus seperti yang dijelaskan dalam UU Nomor 5 yahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan yang berwenang adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 6 tahun 2010 Pasal 9,” kata Andel di Pengadilan Negeri Pontianak, Jumat.
Karena kesalahan prosedur tersebut, Andel juga menegaskan bahwa proses penangkapan yang dilakukan pihak Polda Kalbar telah bertentangan dengan hukum yang berlaku.
“Oleh karena itu, proses penangkapan yang dilakukan termohon Praperadilan telah bertentangan dengan ketentuan KUHAP pasal 7 ayat (2), juga Peraturan Kapolri Nomor 6 yahun 2010 pasal 1 ayat 3 tentang Manajemen Penyidikan oleh PPNS,” katanya.
Ia juga menyebutkan bahwa pihak Polda Kalbar juga tidak pernah memperlihatkan surat tugas dan surat perintah penangkapan kepada Jumardi.
"Sehingga tindakan tersebut bertentangan dengan KUHAP pasal 18 ayat (1), dan diperparah 12 Februari 2021, pemohon Praperadilan disuruh mendandatangani Surat Perintah Penangkapan Nomor SP.KAP/09/II/HUK.6.6/2021/Ditreskrimsus tertanggal 11 Februari 2021 atau sehari setelah penangkapan,” jelas Andel.
Surat perintah penangkapan yang ditandatangani Jumardi pun tidak pernah sampai kepada istrinya, sehingga tindakan termohon Praperadilan melanggar KUHAP pasal 18 ayat (3), jelasnya.
Tak hanya itu, karena Jumardi mendapat ancaman pidana selama lima tahun penjara, menurut Andel seharusnya kliennya wajib didampingi oleh penasihat hukum.
“Dari Jumardi ditangkap di Tugu Limau, Tebas pada 11 Februari hingga menjalani pemeriksaan di Pontianak sampai 12 Februari 2021, dia diperiksa tanpa didampingi penasihat hukum, sehingga menyalahi prosedur sebagaimana dalam KUHAP Pasal 56 ayat (1),” ungkapnya.
Atas ketidaksesuaian prosedur yang telah dilakukan, Andel bersama lima kuasa hukum lainnya menganggap proses penangkapan, penetapan sebagai tersangka, dan pemeriksaan pada Jumardi tidak sah, sehingga pihak Polda Kalbar dapat dihukum dengan mengeluarkan Jumardi dari tahanan serta menghentikan proses hukum terhadap kliennya itu, kata Andel.
Dalam sidang praperadilan pertama itu Ketua Majelis Hakim, Deny Ikhwan menyatakan bahwa pihak termohon yang diwakili kuasa hukum akan memberikan jawaban gugatan dari penasihat hukum Jumardi pada sidang Praperadilan selanjutnya, Senin mendatang (22/3) oleh kuasa hukum pihak termohon.
Dalam menjawab gugatan tersebut kuasa hukum Kapolda Kalbar dari Advokat Madya Divisi Hukum Polda Kalbar, AKBP Hartono bersama tujuh kuasa hukum lainnya menyatakan, pihaknya akan mempersiapkan sesuai dengan dasar hukum yang telah dijalankan. "Untuk gugatan tentang penahanan dan penangkapan akan disampaikan pada sidang Praperadilan selanjutnya,” jelasnya.
Sebelumnya, Jum yang biasa dipanggil Jumar, warga Dusun Tempakung, RT 01, RW 01, Desa Tempatan, Kecamatan Sebawi, Kabupaten Sambas ditangkap Polda Kalimantan Barat karena diduga menjual burung Bayan yang dilindungi.
Burung Bayan telah dilindungi UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan dimasukkannya sebagai daftar lampiran pada Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
Sementara ituu, Ketua Forum Relawan Kemanusian Pontianak (FRKP) Bruder Stephanus Paiman menyatakan, dari sidang Praperadilan secara gamblang bahwa terjadi kesalahan prosedur penanganan (penyalahgunaan kewenangan).
"Kita akan dengar nanti saat sidang berikutnya jawaban dari pihak Polda Kalbar serta pembuktian dan penyerahan barang bukti. Kami berharap hakim dapat memutus perkara ini dengan menggunakan hati nuraninya, bisa saja mengenyampingkan perkara jika dianggap sumir dan tersangkanya dianggap tidak layak untuk dihukum (tentu dengan penilaian sisi kemanusiaan)," katanya.