Pemerintah Provinsi Kalbar membentuk Tim Pelaksana Daerah (TPD) Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan sebagai tindak lanjut Inpres Nomor 6 Tahun 2019 yang diaplikasikan melalui Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2022.

"Peraturan Gubernur tersebut mengamanatkan kepada seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) yang berkaitan dengan kelapa sawit untuk melaksanakan program dan kegiatan yang mendukung terwujudnya kelapa sawit berkelanjutan dengan melibatkan seluruh pihak berkaitan kelapa sawit baik itu asosiasi, perusahaan perkebunan, maupun NGO atau CSO," ujar Kepala Bidang Sapras dan Perlindungan Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalbar Erita Fitriani di Pontianak, Jumat.

Ia menambahkan bahwa Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2022 tentang Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAP KSB) Tahun 2022 – 2024 berupaya mewujudkan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang dituangkan dalam suatu rencana aksi daerah.

Kemudian ada beberapa hal yang menjadi isu penting dalam Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2022 tersebut seperti reformasi kebijakan dan kelembagaan penyelesaian legalitas lahan.

"Kemudian memberikan kewenangan kepada daerah untuk menyelesaikan legalitas bibit kebun petani sehingga STDB atas kebun yang sudah lama dapat diganti dengan penjelasan posisi kebun di atas peta bumi," jelas dia.

Lanjutnya, dalam Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2022 sinergi yang tinggi antara Pemda dan pemerintah pusat hadir di antaranya dengan memenuhi kebutuhan tenaga penyuluh perkebunan di daerah dan ada reformasi pendanaan, di antaranya melalui BPDPKS untuk mendukung percepatan sertifikasi.

"Kebijakan ini juga sebagai insentif bagi petani untuk mendapatkan penetapan harga premium seperti pada sertifikasi RSPO, terutama untuk ISPO agar sertifikasi tidak menjadi beban di pihak petani maupun korporasi dan lainnya," jelas dia.

Terkait sawit, ia menyampaikan bahwa sudah menjadi salah satu komoditas ekspor andalan Kalbar dari sub sektor perkebunan yang telah berkontribusi secara signifikan terhadap penerimaan devisa negara khususnya dari sektor non migas.

"Saat ini produksi CPO di Kalbar tercatat mencapai 4,9 juta ton dan diprediksi akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya usia tanaman menghasilkan dan penerapan good agriculture practice di setiap area perkebunan," katanya.

Menurutnya, untuk dapat memasarkan produksi CPO yang demikian besar di tengah wabah pandemi COVID- 19 dan isu yang dikaitkan dengan pembangunan kelapa sawit di Indonesia, seperti deforestasi, degradasi hutan, rusaknya habitat dan terbunuhnya satwa liar yang dilindungi, meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Hal itu tentu saja diperlukan langkah-langkah yang strategis dan dukungan dari semua pihak untuk menjawab tantangan dan memenangi persaingan pasar dunia yang semakin ketat.

"Isu-isu tersebut di atas, akan dapat diatasi dengan menerapkan pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yaitu menguntungkan secara ekonomi, berkeadilan sosial dengan memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mempertahankan kelestarian lingkungan hidup. Untuk itu kebijakan melalui Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2022 yang ada tersebut penting," ucapnya.

Pewarta: Dedi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022