Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk mendukung kebijakan pemerintah terkait tata kelola sawit sebagai komoditas penting dalam perdagangan global.

"Perlu strategi dan kebijakan tata kelola sawit berkelanjutan yang diakui negara mitra dagang dan memperkuat diplomasi perdagangan minyak sawit. Saya mengajak stakeholders untuk mendukung kebijakan pemerintah dimaksud," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso dalam diskusi "Optimalisasi Ekspor Sawit Sebagai Antisipasi Dampak Resesi" di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan pemerintah melalui Kemendag telah menerbitkan kebijakan yang mendukung tata kelola sawit berupa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 49 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Rakyat dan Permendag Nomor 50 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached, And Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached, And Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil.

Kebijakan tersebut, lanjutnya, ditujukan untuk memberikan fleksibilitas dan kemudahan bagi pelaku usaha untuk mengoptimalkan penyediaan minyak goreng dengan harga yang terjangkau bagi konsumen, sekaligus dari sisi pasokan bahan baku yang harganya menguntungkan bagi pengelola kebun.

Baca juga: Program peremajaan sawit dapat mendongkrak pendapatan petani

"Agar secara paralel mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui kegiatan ekspor produk sawit dan turunannya. Harapannya komoditas kelapa sawit tetap berdaya dalam menghadapi dinamika pasar global," ujar Budi Santoso.

Lebih lanjut ia menjelaskan sejumlah upaya Kemendag dalam menghadapi ancaman resesi adalah dengan pemberdayaan ekonomi domestik, penguatan produk lokal, mendorong Program Bangga Buatan Indonesia, serta hilirisasi industri yang berbasis sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari hingga Oktober 2022 mengalami surplus sebesar 45,52 miliar dolar AS. Capaian ini didominasi oleh ekspor non-migas dan secara khusus CPO dan produk turunannya berkontribusi sebesar 28,5 miliar dolar AS, atau 12,4 persen dari total ekspor non-migas nasional.

"Industri kelapa sawit dan turunannya memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian nasional karena berkontribusi besar, inklusif, dan luas. Komoditas ke depan juga akan menjadi bagian penting dari kedaulatan energi Indonesia sebagai sumber energi terbarukan," katanya.

Baca juga: Kalbar potensial kembangkan integrasi sawit sapi
 
Kendaraan yang mengangkut hasil pertambangan maupun perkebunan kelapa sawit diwajibkan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi, termasuk di Kalimantan Tengah.
 
Sesuai peraturan, angkutan hasil pertambangan dan industri sawit harus memakai BBM nonsubsidi, kata Area Manager Communication and CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan, Susanto August Satria dihubungi dari Sampit, Jumat.
 
"Tidak boleh menggunakan BBM subsidi. Dia harus BBM nonsubsidi atau BBM industri," tegasnya.
 
Pertamina terus berupaya mengawal agar distribusi BBM subsidi tepat sasaran. Selama ini masyarakat sering mengeluh mendapatkan BBM subsidi padahal pasokan dari Pertamina normal, bahkan terkadang melebihi kuota.  Baca selengkapnya: Angkutan industri tambang maupun sawit wajib gunakan BBM nonsubsidi

Pewarta: Adimas Raditya Fahky P

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022