Pemilik Jawa Pos Grup sekaligus akademisi Dahlan Iskan mengatakan, kepercayaan publik terhadap media massa arus utama harus lebih tinggi dari media sosial (medsos) agar tidak mengalami disrupsi.

"Kepercayaan terhadap media mainstream atau media arus utama harus lebih tinggi dari media sosial," kata Dahlan di sela Pengukuhan Doktor Erniwati di Bidang Ilmu Komunikasi, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.

Dahlan selaku penguji eksternal mengatakan, agar media massa tidak ditinggalkan pembacanya, maka modal utama harus menjaga tingkat kepercayaan pembaca atau publik.

Hal itu perlu didukung dengan SDM jurnalis yang berkualitas yang mampu menghadirkan informasi atau berita yang aktual, akurat dan yang dibutuhkan pembacanya.

"Dalam hal ini, peran media harus menjadi dan melakukan agenda setting dengan pertimbangan kebutuhan dari pembaca atau publik," katanya.

Baca juga: Aliansi Jurnalis Ketapang beri penghargaan kepada beberapa pihak

Sementara itu, Dr Erniwati yang juga adalah jurnalis senior Harian Fajar ini mengatakan, dewasa ini fenomena disrupsi merambah semua lini kehidupan, termasuk media arus utama.

Menurut dia, hampir semua kegiatan dan aktivitas manusia dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Media konvensional yang tetap setia dengan gaya lamanya perlahan bakal kehilangan peminat.


 
Dr Erniwati yang juga jurnalis senior Harian Fajar seusai acara pengukuhan gelar doktor di Aula Prof Syukur, FISIP Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulsel, Rabu (11/1/2023). ANTARA/Suriani Mappong



Dalam situasi disrupsi ini, kata dia lagi, di tengah banyaknya media online yang bisa dengan cepat menyebarkan berita tanpa melalui kajian mendalam tentang akurasi dan kebenaran infomasi, media arus utama (mainstream) bisa menjadi bagian penting yang menjaga marwah jurnalistik.

Surat kabar yang tetap memegang teguh prinsip-prinsip kerja jurnalistik berdasarkan kode etik memiliki kekuatan sebagai penyeimbang kebebasan informasi dan maraknya berita hoaks.

Termasuk media arus utama memegang peranan penting dalam menangkal informasi-informasi ujaran kebencian di tengah maraknya hoaks di era kebebasan informasi berbasis internet.

Karena itu, lanjut Erniwati, dari penelitian yang dilakukan di dua media terbesar di Sulawesi Selatan yakni Harian Fajar yang merupakan Jawa Pos Grup dan Harian Tribun Timur dari Pers Daerah Kompas Grup diketahui, kedua media arus utama ini harus beradaptasi dengan era digital agar tidak ditinggalkan pembacanya.

"Hal itu penting dilakukan sebagai upaya konvergensi menghadapi era disrupsi teknologi pada kompetitor pasar di era globalisasi informasi," katanya pula.

Baca juga: Bawaslu - jurnalis bersinergi cegah pelanggaran pemilu 2024
 

Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Biro Kalimantan Barat kembali mengelar kegiatan talkshow “Bincang ANTARA” dengan menggandeng Diskominfo Kalbar dan AMSI Kalbar mengupas tentang keterbatasan jaringan yang menjadi tantangan digital bagi jurnalis.

Kegiatan itu dilakukan di Aula Gedung Gemawan yang terletak di Jalan Ujung Pandang, Kecamatan Pontianak Kota, dan dihadiri secara offline  22 jurnalis Kalbar dan disiarkan secara langsung melalui live streaming You Tube ANTARA Kalbar.

“Kali ini kegiatan Bincang ANTARA kami mengupas tentang susah sinyal, seperti hasil pembicaraan tadi baik dari sisi dua narasumber dan teman-teman media dalam kegiatan hari ini, terungkap di beberapa wilayah Kalbar itu masih terkendala dengan keterbatasan sinyal,” kata Kepala LKBN ANTARA Biro Kalbar, Evy Ratnawati usai kegiatan itu di Pontianak, Kamis. Baca juga: Talkshow ANTARA Kalbar kupas keterbatasan jaringan menjadi tantangan digital bagi jurnalis
 

Pewarta: Suriani Mappong

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023