Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya menambah jumlah dua jenis mangrove untuk dibudidayakan dan dijadikan sebagai koleksi Kebun Raya Mangrove (KRM) di Gunung Anyar.

Kepala Bidang Pertanian DKPP Kota Surabaya Rahmad Kodariawan mengatakan saat ini KRM di Gunung Anyar memiliki 59 koleksi mangrove atau bakau.

"Sebelumnya 57 jenis, sekarang 59 jenis mangrove," kata Rahmad di KRM Gunung Anyar, Surabaya, Jatim, Selasa.

Dua jenis koleksi mangrove yang baru ditambahkan, yakni heritiera littoralis dari Kabupaten Gresik dan kandelia candel dari Provinsi Kalimantan Barat.

DKPP terus berupaya menambah jumlah koleksi mangrove agar memperbanyak opsi edukasi kepada para pengunjung.

"Kami terus melakukan eksplorasi, baik itu di Jawa Timur maupun di luar daerah," ujarnya.

Bahkan, kata dia sudah banyak pihak yang bersedia membantu DKPP Kota Surabaya dalam upaya memperbanyak jumlah bakau koleksi KRM.

"Kami juga sudah mendapatkan respon teman-teman Dinas Kehutanan, kami siap eksplorasi ke Alas Purwo dan juga bertukar mangrove dengan daerah lain," ucapnya.

Di sisi lain, Rahmad menyebut Pemerintah Kota Surabaya juga berupaya mengembangkan kawasan KRM, sesuai dengan masterplan yang ada, seperti memperpanjang jalur jogging track, membangun zona aviary, dan menambah jumlah gazebo di sana.

"Aviary ada di gunung anyar di tengah-tengah jogging track," ujarnya.

Berdasarkan data dari DKPP Kota Surabaya, di KRM Gunung Anyar terdapat 12 vak dengan luas-an mencapai 3,2 hektare dari total lahan 11 hektare yang telah ditanam berbagai jenis mangrove.

Sebagaimana yang diketahui, Kebun Raya Mangrove atau KRM di Gunung Anyar, Surabaya diresmikan oleh Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang juga Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri pada 26 Juli 2023.

Saat itu Megawati berharap keberadaan kawasan KRM bisa memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya dalam bidang edukasi.
 

Bunyi lumpang besi sesekali terdengar ketika seorang wanita separuh baya bernama Antonia sibuk menghancurkan biji kopi dan potongan buah bakau yang sudah dipotong-potong untuk kemudian dicampur jadi satu.

Wanita lainnya sibuk menyaring sebagian biji kopi dan potongan buah bakau atau mangrove yang sudah halus, untuk dicampur dengan kopi bubuk arabika Flores.

“Beginilah proses pembuatan kopi mangrove,” kata Mama Novika Tupu, Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) Dale Esa Desa Daiama, Kecamatan Landu Leko, Kabupaten Rote Ndao.

Kopi bakau sebenarnya sudah diolah oleh mama-mama di desa pesisir tersebut sejak tahun 2022, namun tidak bisa dijual keluar dari daerah tersebut.

Pokmas yang beranggotakan 15 orang itu lebih banyak memproduksi untuk kebutuhan rumah tangga saja, saat ada acara-acara tertentu, atau ada permintaan dari pihak luar.

Pembuatan kopi mangrove sendiri tidaklah sulit. Pertama-tama mama-mama memetik buah bakau itu yang ada di pesisir pantai. Lalu mulai membersihkan dan mengirisnya hingga tipis.

Usai diiris dengan ukuran kecil, buah bakau itu kemudian dicuci kemudian dijemur di bawah terik sinar Matahari hingga benar-benar mengering dan keras.

Setelah benar-benar kering, dipotonglah buah bakau itu kemudian dihancurkan hingga benar-benar halus menggunakan lempung besi. Usai dihaluskan lalu dicampur dengan kopi arabika Flores.Baca juga: Menyeruput Kopi Mangrove di Desa Daiama

Pewarta: Willi Irawan/Ananto Pradana

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023