Amerika Serikat pada Selasa (14/11) menuding Hamas dan Jihad Islam Palestina (PIJ) menggunakan Rumah Sakit Al Shifa Gaza sebagai "simpul komando dan kendali," serta mengatakan intelijen internal menguatkan klaim Israel.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby mengatakan AS memiliki informasi "dari beberapa sumber intelijen" yang mengindikasikan Hamas dan PIJ menggunakan sejumlah rumah sakit, termasuk Al Shifa, dan terowongan di bawah bangunan rumah sakit tersebut.
Kirby menuduh bahwa terowongan itu untuk menyembunyikan dan mendukung operasi militer Hamas serta menahan sandera.
Dia menunjuk secara khusus kepada Al Shifa, yang disebut tempat kelompok itu "mengoperasikan simpul komando dan kendali."
"Mereka menyimpan senjata disana dan siap merespon operasi militer Israel terhadap fasilitas tersebut," ujat Kirby kepada wartawan saat menaiki Air Force One, dan kemudian mengatakan Hamas "kemungkinan" menggunakan Al Shifa sebagai tempat penyimpanan peralatan dan senjata.
“Untuk lebih jelasnya, kami tidak mendukung serangan udara terhadap rumah sakit. dan kami tidak ingin melihat baku tembak di rumah sakit tempat orang-orang tidak bersalah, tidak berdaya, sakit atau hanya ingin mendapatkan pelayanan medis yang mereka butuhkan, bukan terjebak dalam baku tembak. RS dan pasien harus dilindungi," tambah Kirby.
Namun, Kirby menolak memberikan rincian tentang jenis intelijen apa yang dimiliki AS untuk menguatkan tuduhannya, dengan mengatakan "kami harus melindungi sumber dan metode yang digunakan."
Namun, ia menegaskan bahwa informasi intelijen tersebut berasal dari internal AS, bukan dari pihak ketiga, dan mengatakan bahwa tindakan kelompok Palestina adalah “kejahatan perang.”
Baca juga: Mesir tegaskan bahwa perbatasan Rafah tidak pernah ditutup
Pasukan Israel telah menutup Al Shifa terus menerus, yang merupakan RS terbesar di Gaza, mengatakan Hamas memiliki pusat komando bawah tanah yang berada di bawah RS, sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh kelompok Palestina dan pejabat kesehatan.
Ribuan orang yang telah mengungsi mencari perlindungan di Al Shifa di tengah bombardemen Israel yang tanpa henti di wilayah kantung itu. Banyak dari mereka pergi dengan harapan menemukan tempat aman di Gaza selatan, namun serangan terus berlanjut.
Sebelumnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa mengatakan cara terbaik memastikan keamanan pasien dan juga warga sipil yang mengungsi di RS Al-Shifa bukan dengan evakuasi yang beresiko melainkan "menghentikan pertempuran sekarang."
Menjawab pertanyaan Anadolu pada konferensi PBB di Jenewa, juru bicara WHO Margaret Harris mengatakan permusuhan harus berhenti demi menyelamatkan nyawa, bukan menghilangkan nyawa."
Harris menekankan bahwa setiap orang di RS berada dalam situasi yang sangat, sangat mengerikan, seraya menambahkan bawa RS tidak hanya menaungi 700 pasien tapi juga 400 staf kesehatan dan sekitar tiga ribu pengungsi.
Dia juga menambahkan bahwa RS melaporkan 20 pasien meninggal dalam 48 jam terakhir.
Israel mulai melakukan serangan ke Gaza setelah serangan mendadak lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober dimana sebanyak 1.200 orang tewas dan 200 lainnya dibawa ke Gaza sebagai sandera. Israel kemudian pada Jumat merevisi korban jiwa menjadi 1.400.
Sumber: Anadolu
Baca juga: 20 pasien, termasuk enam bayi prematur, meninggal di Gaza karena listrik padam
Baca juga: Indonesia minta AS hentikan konflik di Gaza
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby mengatakan AS memiliki informasi "dari beberapa sumber intelijen" yang mengindikasikan Hamas dan PIJ menggunakan sejumlah rumah sakit, termasuk Al Shifa, dan terowongan di bawah bangunan rumah sakit tersebut.
Kirby menuduh bahwa terowongan itu untuk menyembunyikan dan mendukung operasi militer Hamas serta menahan sandera.
Dia menunjuk secara khusus kepada Al Shifa, yang disebut tempat kelompok itu "mengoperasikan simpul komando dan kendali."
"Mereka menyimpan senjata disana dan siap merespon operasi militer Israel terhadap fasilitas tersebut," ujat Kirby kepada wartawan saat menaiki Air Force One, dan kemudian mengatakan Hamas "kemungkinan" menggunakan Al Shifa sebagai tempat penyimpanan peralatan dan senjata.
“Untuk lebih jelasnya, kami tidak mendukung serangan udara terhadap rumah sakit. dan kami tidak ingin melihat baku tembak di rumah sakit tempat orang-orang tidak bersalah, tidak berdaya, sakit atau hanya ingin mendapatkan pelayanan medis yang mereka butuhkan, bukan terjebak dalam baku tembak. RS dan pasien harus dilindungi," tambah Kirby.
Namun, Kirby menolak memberikan rincian tentang jenis intelijen apa yang dimiliki AS untuk menguatkan tuduhannya, dengan mengatakan "kami harus melindungi sumber dan metode yang digunakan."
Namun, ia menegaskan bahwa informasi intelijen tersebut berasal dari internal AS, bukan dari pihak ketiga, dan mengatakan bahwa tindakan kelompok Palestina adalah “kejahatan perang.”
Baca juga: Mesir tegaskan bahwa perbatasan Rafah tidak pernah ditutup
Pasukan Israel telah menutup Al Shifa terus menerus, yang merupakan RS terbesar di Gaza, mengatakan Hamas memiliki pusat komando bawah tanah yang berada di bawah RS, sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh kelompok Palestina dan pejabat kesehatan.
Ribuan orang yang telah mengungsi mencari perlindungan di Al Shifa di tengah bombardemen Israel yang tanpa henti di wilayah kantung itu. Banyak dari mereka pergi dengan harapan menemukan tempat aman di Gaza selatan, namun serangan terus berlanjut.
Sebelumnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa mengatakan cara terbaik memastikan keamanan pasien dan juga warga sipil yang mengungsi di RS Al-Shifa bukan dengan evakuasi yang beresiko melainkan "menghentikan pertempuran sekarang."
Menjawab pertanyaan Anadolu pada konferensi PBB di Jenewa, juru bicara WHO Margaret Harris mengatakan permusuhan harus berhenti demi menyelamatkan nyawa, bukan menghilangkan nyawa."
Harris menekankan bahwa setiap orang di RS berada dalam situasi yang sangat, sangat mengerikan, seraya menambahkan bawa RS tidak hanya menaungi 700 pasien tapi juga 400 staf kesehatan dan sekitar tiga ribu pengungsi.
Dia juga menambahkan bahwa RS melaporkan 20 pasien meninggal dalam 48 jam terakhir.
Israel mulai melakukan serangan ke Gaza setelah serangan mendadak lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober dimana sebanyak 1.200 orang tewas dan 200 lainnya dibawa ke Gaza sebagai sandera. Israel kemudian pada Jumat merevisi korban jiwa menjadi 1.400.
Sumber: Anadolu
Baca juga: 20 pasien, termasuk enam bayi prematur, meninggal di Gaza karena listrik padam
Baca juga: Indonesia minta AS hentikan konflik di Gaza
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023