Buruh PT Duta Palma Grup, Mulyanto menyampaikan pledoi dalam sidang di Pengadilan Negeri Pontianak, Rabu. Mulyanto menyampaikan bahwa penyidik Polda Kalbar melakukan rekayasa atas tuduhan yang diarahkan kepadanya terkait aksi mogok kerja pada Agustus 2023 yang berlangsung damai.
"Pada kesempatan ini saya menyoroti bahwa hukum justru menjerat orang-orang tertindas daripada menindak ketidakadilan yang dilakukan oleh PT Duta Palma Grup, milik koruptor Surya Darmadi. Saya mempertanyakan mengapa selama 18 hari aksi mogok kerja berlangsung damai tanpa keributan, namun pada hari ke-19 baru terjadi konfrontasi dengan aparat," kata Mulyanto, yang didampingi tim kuasa hukumnya, saat proses sidang di Pontianak, Rabu.
Seperti diketahui, Mulyanto merupakan seorang pejuang buruh yang diduga dikriminalisasi dengan latar belakang aksi damai di perusahaan pada 19 Agustus 2023. Dalam kasus ini Mulyanto dituduh menghasut dan mengajak massa melakukan tindak kekerasan terhadap perusahaan tempatnya bekerja.
Atas aksi bersama tersebut Mulyanto disangkakan dengan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 ayat (1) tentang perusakan, bahkan menggunakan Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Darurat No 12 Tahun 1951 tentang penggunaan senjata api dengan ancaman hukuman maksimal yaitu hukuman mati.
Dalam pembelaannya Mulyanto memaparkan sejumlah bukti dan keterangan serta membantah apa yang telah dituduhkan kepada dirinya.
"Secara logika berpikir, mengapa 18 hari kami mogok damai tenang dan tidak ada keributan? Bahkan aset-aset perusahaan pun kami jaga dengan aman dan baik. Mengapa kami harus menunggu sampai hari ke-19 untuk konfrontasi dengan aparat? Apakah tim kejaksaan pernah menyelidiki kejadian dan fakta sebenarnya," kata Mulyanto membacakan pledoi.
Mulyanto dituntut dua tahun penjara, meskipun ia menegaskan tidak pernah memprovokasi buruh untuk melakukan pengrusakan pada aksi 19 Agustus 2023.
"Saya tidak pernah mengucapkan kata-kata 'serang, bakar, hancurkan' seperti yang disebutkan oleh jaksa, klaim ini adalah rekayasa yang dilakukan oleh penyidik Polda untuk menahan saya. Saya menolak tuduhan ini dengan tegas dan mengajukan pertanyaan kritis terhadap keabsahan bukti yang diajukan dalam persidangan ini," katanya.
Sebaliknya, pada aksi tersebut, banyak buruh yang menjadi korban kekerasan, termasuk anak-anak dan perempuan. Mulyanto berharap persidangan mempertimbangkan kondisi para korban tersebut.
Tim kuasa hukum Mulyanto menilai bahwa tidak ada bukti yang mendukung klaim bahwa terdakwa melakukan tindakan sesuai dakwaan.
"Ahli pidana dan ahli forensik tidak dihadirkan dalam persidangan, namun diklaim sebagai alat bukti. Yang menarik dalam kasus ini, Mulyanto dikenakan dakwaan alternatif, yakni UU Darurat dan pasal 170 KUHP. Sehingga sampai sekarang Mulyanto sudah 8 bulan menjalani masa tahanan. Mulyanto sebagai pejuang buruh, memperjuangkan kawan-kawannya dan hak-haknya sebagai buruh, sudah dikriminalisasi," kata Kamarussalam, kuasa hukum Mulyanto.
Irenius Kadem, kuasa hukum lainnya, menegaskan bahwa dakwaan dan tuntutan tidak bisa dibuktikan oleh jaksa, sehingga Mulyanto harus dibebaskan. Kepala LBH Kalbar, Ivan Wagner, juga menyatakan bahwa Mulyanto seharusnya tidak dapat dikriminalkan karena dia adalah pembela Hak Asasi Manusia (HAM).
"Kami menilai bahwa kekeliruan yang nyata dalam kriminalisasi Mulyanto merupakan bentuk penuntutan yang jahat atau malicious prosecution dan bentuk penghinaan terhadap peradilan atau judicial harassment yang dilakukan aparat penegak hukum. Baik Kepolisian maupun Kejaksaan. Karena kriminalisasi bertentangan dengan asas legalitas," ujarnya.
Tim kuasa hukum membacakan pledoi setebal 108 halaman yang berjudul "Sehabis Hujan Peluru dan Kabut Gas Air Mata Terbitlah Kriminalisasi?"
Pada akhir sidang, Hakim Ketua, Arief Boediono, menyatakan bahwa sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu (17/07/2024) dengan agenda replik oleh Jaksa Penuntut Umum.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Pada kesempatan ini saya menyoroti bahwa hukum justru menjerat orang-orang tertindas daripada menindak ketidakadilan yang dilakukan oleh PT Duta Palma Grup, milik koruptor Surya Darmadi. Saya mempertanyakan mengapa selama 18 hari aksi mogok kerja berlangsung damai tanpa keributan, namun pada hari ke-19 baru terjadi konfrontasi dengan aparat," kata Mulyanto, yang didampingi tim kuasa hukumnya, saat proses sidang di Pontianak, Rabu.
Seperti diketahui, Mulyanto merupakan seorang pejuang buruh yang diduga dikriminalisasi dengan latar belakang aksi damai di perusahaan pada 19 Agustus 2023. Dalam kasus ini Mulyanto dituduh menghasut dan mengajak massa melakukan tindak kekerasan terhadap perusahaan tempatnya bekerja.
Atas aksi bersama tersebut Mulyanto disangkakan dengan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 ayat (1) tentang perusakan, bahkan menggunakan Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Darurat No 12 Tahun 1951 tentang penggunaan senjata api dengan ancaman hukuman maksimal yaitu hukuman mati.
Dalam pembelaannya Mulyanto memaparkan sejumlah bukti dan keterangan serta membantah apa yang telah dituduhkan kepada dirinya.
"Secara logika berpikir, mengapa 18 hari kami mogok damai tenang dan tidak ada keributan? Bahkan aset-aset perusahaan pun kami jaga dengan aman dan baik. Mengapa kami harus menunggu sampai hari ke-19 untuk konfrontasi dengan aparat? Apakah tim kejaksaan pernah menyelidiki kejadian dan fakta sebenarnya," kata Mulyanto membacakan pledoi.
Mulyanto dituntut dua tahun penjara, meskipun ia menegaskan tidak pernah memprovokasi buruh untuk melakukan pengrusakan pada aksi 19 Agustus 2023.
"Saya tidak pernah mengucapkan kata-kata 'serang, bakar, hancurkan' seperti yang disebutkan oleh jaksa, klaim ini adalah rekayasa yang dilakukan oleh penyidik Polda untuk menahan saya. Saya menolak tuduhan ini dengan tegas dan mengajukan pertanyaan kritis terhadap keabsahan bukti yang diajukan dalam persidangan ini," katanya.
Sebaliknya, pada aksi tersebut, banyak buruh yang menjadi korban kekerasan, termasuk anak-anak dan perempuan. Mulyanto berharap persidangan mempertimbangkan kondisi para korban tersebut.
Tim kuasa hukum Mulyanto menilai bahwa tidak ada bukti yang mendukung klaim bahwa terdakwa melakukan tindakan sesuai dakwaan.
"Ahli pidana dan ahli forensik tidak dihadirkan dalam persidangan, namun diklaim sebagai alat bukti. Yang menarik dalam kasus ini, Mulyanto dikenakan dakwaan alternatif, yakni UU Darurat dan pasal 170 KUHP. Sehingga sampai sekarang Mulyanto sudah 8 bulan menjalani masa tahanan. Mulyanto sebagai pejuang buruh, memperjuangkan kawan-kawannya dan hak-haknya sebagai buruh, sudah dikriminalisasi," kata Kamarussalam, kuasa hukum Mulyanto.
Irenius Kadem, kuasa hukum lainnya, menegaskan bahwa dakwaan dan tuntutan tidak bisa dibuktikan oleh jaksa, sehingga Mulyanto harus dibebaskan. Kepala LBH Kalbar, Ivan Wagner, juga menyatakan bahwa Mulyanto seharusnya tidak dapat dikriminalkan karena dia adalah pembela Hak Asasi Manusia (HAM).
"Kami menilai bahwa kekeliruan yang nyata dalam kriminalisasi Mulyanto merupakan bentuk penuntutan yang jahat atau malicious prosecution dan bentuk penghinaan terhadap peradilan atau judicial harassment yang dilakukan aparat penegak hukum. Baik Kepolisian maupun Kejaksaan. Karena kriminalisasi bertentangan dengan asas legalitas," ujarnya.
Tim kuasa hukum membacakan pledoi setebal 108 halaman yang berjudul "Sehabis Hujan Peluru dan Kabut Gas Air Mata Terbitlah Kriminalisasi?"
Pada akhir sidang, Hakim Ketua, Arief Boediono, menyatakan bahwa sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu (17/07/2024) dengan agenda replik oleh Jaksa Penuntut Umum.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024