Kementerian Keuangan RI mencatat total penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai sebesar Rp231,7 triliun per Oktober 2024, tumbuh 4,9 persen (yoy) atau mencakup 72,2 persen dari target APBN.
“Kalau kita lihat penerimaan bea dan cukai sampai dengan 31 Oktober tercatat Rp231,7 triliun atau 72,2 persen dari target APBN. Nah yang menarik adalah bahwa ini secara year to date masih tumbuh, berarti daya belinya masih cukup kuat,” kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu saat konferensi pers APBN KiTa Edisi November 2024 di Jakarta, Jumat.
Anggito merinci, dari segi bea masuk, Kemenkeu mencatat penerimaan Rp43,2 triliun atau tumbuh 4,2 persen (yoy). Jumlah ini mencakup 75,2 persen dari target APBN.
Penerimaan bea masuk Oktober tahun ini dipengaruhi oleh kenaikan nilai impor sebesar 5,5 persen (yoy), dan penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah.
Kemudian dari segi bea keluar, Anggito mencatat penerimaan bea keluar sebesar Rp14,2 triliun atau tumbuh 46,8 persen (yoy). Jumlah ini mencakup 80,9 persen dari target.
Beberapa hal yang memengaruhi penerimaan bea keluar di antaranya, bea keluar tembaga yang tumbuh 173,0 persen (yoy) dengan share dari total bea keluar mencapai 70,0 persen. Ia menilai ini merupakan imbas dari adanya relaksasi ekspor komoditas tembaga.
Selain itu, bea keluar produk sawit juga turun 30,6 persen (yoy) disebabkan dampak penurunan rata-rata harga sebesar 1,95 persen (yoy) dan volume ekspor sebesar 16,13 persen (yoy).
Lebih lanjut, Anggito memaparkan dari segi penerimaan cukai yang tercatat Rp174,4 triliun atau tumbuh 2,7 persen (yoy).
Penerimaan cukai sampai dengan Oktober dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, cukai harga tembakau sebesar Rp167,0 triliun atau tumbuh 2,3 persen sebagai imbas kenaikan produksi cukai golongan II dan III.
Kedua, pertumbuhan cukai Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA) sebesar Rp7,1 triliun atau tumbuh 13,3 persen (yoy) didorong kenaikan tarif meskipun produksi dalam negeri maupun impor menurun.
"Sekali lagi ini juga menunjukkan suatu peningkatan, penerimaan cukai tumbuh hampir 3 persen, penerimaan tembakau 2,3 persen karena ada pendapatan reduksi penerimaan cukai, minuman mengandung etil alkohol juga tumbuh 13 persen," jelasnya.
Faktor ketiga yakni cukai etil alkohol (EA) yang sebesar Rp117,5 miliar atau tumbuh 16,9 persen, sejalan dengan kenaikan produksi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
“Kalau kita lihat penerimaan bea dan cukai sampai dengan 31 Oktober tercatat Rp231,7 triliun atau 72,2 persen dari target APBN. Nah yang menarik adalah bahwa ini secara year to date masih tumbuh, berarti daya belinya masih cukup kuat,” kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu saat konferensi pers APBN KiTa Edisi November 2024 di Jakarta, Jumat.
Anggito merinci, dari segi bea masuk, Kemenkeu mencatat penerimaan Rp43,2 triliun atau tumbuh 4,2 persen (yoy). Jumlah ini mencakup 75,2 persen dari target APBN.
Penerimaan bea masuk Oktober tahun ini dipengaruhi oleh kenaikan nilai impor sebesar 5,5 persen (yoy), dan penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah.
Kemudian dari segi bea keluar, Anggito mencatat penerimaan bea keluar sebesar Rp14,2 triliun atau tumbuh 46,8 persen (yoy). Jumlah ini mencakup 80,9 persen dari target.
Beberapa hal yang memengaruhi penerimaan bea keluar di antaranya, bea keluar tembaga yang tumbuh 173,0 persen (yoy) dengan share dari total bea keluar mencapai 70,0 persen. Ia menilai ini merupakan imbas dari adanya relaksasi ekspor komoditas tembaga.
Selain itu, bea keluar produk sawit juga turun 30,6 persen (yoy) disebabkan dampak penurunan rata-rata harga sebesar 1,95 persen (yoy) dan volume ekspor sebesar 16,13 persen (yoy).
Lebih lanjut, Anggito memaparkan dari segi penerimaan cukai yang tercatat Rp174,4 triliun atau tumbuh 2,7 persen (yoy).
Penerimaan cukai sampai dengan Oktober dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, cukai harga tembakau sebesar Rp167,0 triliun atau tumbuh 2,3 persen sebagai imbas kenaikan produksi cukai golongan II dan III.
Kedua, pertumbuhan cukai Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA) sebesar Rp7,1 triliun atau tumbuh 13,3 persen (yoy) didorong kenaikan tarif meskipun produksi dalam negeri maupun impor menurun.
"Sekali lagi ini juga menunjukkan suatu peningkatan, penerimaan cukai tumbuh hampir 3 persen, penerimaan tembakau 2,3 persen karena ada pendapatan reduksi penerimaan cukai, minuman mengandung etil alkohol juga tumbuh 13 persen," jelasnya.
Faktor ketiga yakni cukai etil alkohol (EA) yang sebesar Rp117,5 miliar atau tumbuh 16,9 persen, sejalan dengan kenaikan produksi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024