Musim panen adalah momentum yang ditunggu para petani, tetapi juga menjadi periode penuh tantangan. Salah satu persoalan klasik yang selalu muncul adalah anjloknya harga gabah akibat pasokan melimpah.

Dalam kondisi seperti ini, petani sering kali berada di posisi lemah karena harga jual tidak mampu menutupi biaya produksi.

Tanpa intervensi strategis, masalah ini tidak hanya merugikan petani, tetapi juga berpotensi melemahkan ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang.

Pemerintah, dalam upaya melindungi petani, telah menugaskan Perum Bulog sebagai “offtaker” untuk membeli gabah petani pada saat panen raya.

Penugasan ini bertujuan untuk memastikan harga gabah tetap stabil dan menguntungkan petani. Dengan harga dasar yang ditetapkan, diharapkan petani tidak perlu khawatir hasil panennya dijual dengan harga rendah.

Sejarah mencatat, Bulog pertama kali dibentuk berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/U/KEP/5/1967 tanggal 10 Mei 1967 dengan nama Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) Bulog.

Tujuan pokok yang ingin dicapainya adalah untuk mengamankan penyediaan pangan dan stabilisasi harga dalam rangka menegakkan eksistensi Pemerintahan Orde Baru.

Namun, untuk saat ini peran Bulog sebagai operator pangan nasional bukanlah tugas yang sederhana. Bulog harus memastikan penyerapan gabah berjalan lancar, mulai dari tingkat petani hingga proses distribusi ke pasar.

Dalam pelaksanaannya, memang terbukti tidak gampang. Mulai pengadaan beras yang cukup sulit untuk dipenuhi, mengingat terjadinya "darurat beras" secara nasional, ternyata di sisi lain, Perum Bulog pun diberi penugasan untuk melaksanakan impor beras.

Dalam situasi di ambang krisis pangan saat ini, mendatangkan beras dari luar negeri, terasa lebih sulit dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sebab lebih banyak negara produsen beras yang berupaya mengamankan kebutuhan domestik terlebih dahulu ketimbang mengimpornya.

Apalagi, kunci keberhasilan penyelamatan gabah petani terletak pada mekanisme penyerapan yang efektif.

Dalam praktiknya, masih sering ditemukan kendala teknis seperti keterlambatan pembelian, kapasitas penyimpanan yang terbatas, hingga fluktuasi harga yang tidak terkontrol.

Maka Bulog harus mengoptimalkan infrastruktur yang ada, seperti gudang penyimpanan dan fasilitas pengeringan, agar dapat menyerap gabah dalam jumlah besar tanpa mengorbankan kualitas.

Selain itu, Bulog juga perlu menjalin kemitraan dengan koperasi petani untuk memperkuat rantai pasok di tingkat lokal.

Peran Bulog juga mencakup menjaga keseimbangan antara fungsi sosial dan fungsi bisnisnya.

Sebagai operator pangan, Bulog bertanggung jawab untuk menjalankan program pemerintah yang berorientasi pada kesejahteraan petani dan masyarakat umum.

Namun, di sisi lain, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Bulog juga dituntut untuk menghasilkan keuntungan.

Keseimbangan ini sering kali menjadi tantangan, terutama ketika tugas-tugas sosial, seperti penyaluran beras bantuan, mendominasi peran bisnis Bulog.

Di luar peran Bulog, upaya penyelamatan gabah petani juga membutuhkan kolaborasi yang lebih luas.

Diangkatnya Wahyu Suparyono menjadi Direktur Utama Perum Bulog menggantikan Bayu Krisnamurthi, diharapkan dapat membawa angin segar bagi perjalanan dan perkembangan Perum Bulog ke depan.

Banyak pihak menunggu kiprah Perum Bulog yang mampu menyeimbangkan peran bisnis dan peran "social responsibility"-nya.


Gabah petani

Di sisi lain, Pemerintah juga harus memperkuat kebijakan harga dasar gabah (HPP) dengan menetapkan harga yang tidak hanya layak tetapi juga kompetitif.

Evaluasi berkala terhadap HPP sangat penting agar harga yang ditetapkan relevan dengan biaya produksi yang terus meningkat.

Di sisi lain, program subsidi untuk alat pengering gabah dan gudang penyimpanan harus diperluas agar petani dapat menjaga kualitas hasil panennya sebelum dijual ke pasar.

Koperasi petani dapat menjadi mitra strategis dalam mendukung upaya ini. Koperasi yang dikelola dengan baik mampu meningkatkan daya tawar petani, sekaligus menjadi perantara yang efektif antara petani dan lembaga seperti Bulog.

Melalui koperasi, petani juga dapat mengakses fasilitas pendukung seperti alat pengering, modal usaha, dan informasi pasar yang lebih luas.

Selain memperkuat kelembagaan petani, modernisasi sektor pertanian juga menjadi solusi jangka panjang.

Teknologi pertanian seperti alat pengering otomatis, platform digital untuk memantau harga pasar, hingga inovasi dalam pengemasan gabah dapat membantu petani meningkatkan efisiensi dan daya saing.

Modernisasi ini harus didukung oleh pemerintah melalui program pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan.

Namun, tidak kalah pentingnya adalah pengendalian kebijakan impor beras. Ketika impor dilakukan pada saat panen raya, hal ini dapat menekan harga gabah lokal dan merugikan petani.

Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan impor dilakukan secara hati-hati, hanya pada saat kebutuhan mendesak, dan tidak mengganggu pasar domestik.

Dalam konteks ini, Bulog memiliki peran penting untuk mengelola cadangan beras nasional dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara pasokan impor dan hasil produksi lokal.

Itu sebabnya, Perum Bulog harus selalu bersungguh-sungguh dalam melaksanakan penugasan yang diberikan.

Artinya, misalnya pun harus menjalani proses impor tetap ditunaikan dengan baik dan tidak perlu terjadi "demurrage", sebagaimana Perum Bulog harus betul-betul menjaga dengan amanah dan profesional atas penugasan yang diberikan.

Dari sisi onfarm di tingkat produksi, peningkatan infrastruktur pendukung seperti jalan, irigasi, dan transportasi juga sangat mendesak.

Infrastruktur yang buruk sering kali menjadi penghambat utama distribusi hasil panen, yang pada akhirnya menurunkan kualitas dan harga gabah.

Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur di sentra-sentra produksi pangan agar rantai pasok lebih efisien.

Tak hanya itu, edukasi kepada petani mengenai manajemen usaha tani harus menjadi prioritas. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pengelolaan pascapanen, diversifikasi produk, dan akses ke pasar digital, petani dapat meningkatkan nilai jual hasil panennya.

Pendekatan ini akan membantu petani mengurangi ketergantungan pada satu saluran distribusi dan membuka peluang baru dalam memasarkan produknya.

Perum Bulog, sebagai operator pangan utama, tetap menjadi bagian integral dalam menyukseskan upaya ini.

Meski sebenarnya, keberhasilan penyelamatan gabah petani tidak hanya bergantung pada Bulog semata.

Kolaborasi yang erat antara pemerintah, koperasi, lembaga keuangan, dan petani menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem pangan yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Program-program seperti pengadaan langsung dari petani, distribusi yang efisien, dan dukungan pembiayaan harus terus diperkuat untuk menjamin keberhasilan jangka panjang.

Penyelamatan gabah petani adalah isu strategis yang melibatkan berbagai pihak. Upaya ini bukan hanya soal melindungi petani dari kerugian, tetapi juga tentang memastikan ketersediaan pangan nasional yang stabil dan berkelanjutan.

Ketika petani sejahtera, fondasi ketahanan pangan Indonesia akan semakin kokoh. Dengan dukungan yang tepat, petani tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga berkembang sebagai pilar utama ekonomi nasional.

Melalui langkah-langkah strategis yang terintegrasi, termasuk peran aktif Bulog, Indonesia dapat membangun ekosistem pangan yang tangguh.

Bangsa ini juga sangat mendambakan Perum Bulog dapat hadir dan tampil sebagai raksasa bisnis pangan yang mendunia.

Selamatkan gabah petani berarti menyelamatkan masa depan pangan bangsa. Seluruh elemen bangsa ini memiliki tanggung jawab untuk mewujudkannya.


*) Penulis adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.

 

Pewarta: Entang Sastraatmadja*)

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024