Apa resolusi kita di tahun yang baru? Itu pertanyaan yang sering kita pikirkan menghadapi penghujung tahun berjalan atau awal tahun yang baru. Kita juga tahu benar bahwa untuk merumuskan resolusi yang baik, kita harus sedikit berpaling ke belakang, bercermin kembali apa yang sudah kita lalui dan apa yang kita lakukan. Tahun 2014 tinggal hitungan hari, jadi berbicara mengenai apa yang akan kita hadapi di tahun 2014, tidak ada salahnya kita berefleksi apa yang telah kita lewati di tahun 2013.
2013 : Tahun Penuh Tantangan
Ekonomi global di tahun 2013 cukup menjadi tantangan bagi perekonomian nasional, maupun bagi perekonomian Kalimantan Barat yang sangat mengandalkan komoditas ekspor, terutama karet dan CPO.
Tantangan yang cukup menyita perhatian adalah ketidakpastian kecepatan pemulihan ekonomi serta bergesernya lanskap ekonomi global, dimana ekonomi Amerika Serikat menunjukkan penguatan dan ekonomi Eropa berpeluang pulih dari krisis. Sementara ekonomi negara-negara emerging market, seperti China dan India, justru menunjukkan pertumbuhan yang melambat.
Ketidakpastian kebijakan di Amerika Serikat, terkait penarikan stimulus kebijakan moneter (tapering off) serta government shutdown, juga menimbulkan gejolak di pasar keuangan global. Sejalan dengan ekonomi global yang bergerak lambat dan pasar keuangan global yang bergejolak tersebut, harga internasional komoditas menunjukkan tren yang terus menurun.
Kondisi perekonomian global tersebut berpengaruh terhadap turunnya kinerja perekonomian Indonesia. Di tengah masih kuatnya pertumbuhan ekonomi domestik, kuatnya tekanan global mengakibatkan neraca transaksi berjalan Indonesia mengalami tekanan defisit yang cukup besar.
Besarnya defisit neraca transaksi berjalan bukan semata bersumber dari neraca perdagangan, namun juga terbebani oleh defisit neraca jasa dan pendapatan yang sudah berlangsung cukup lama sejak 2012. Di sisi lain, aliran modal asing juga bergejolak mengikuti perubahan sentimen pasar. Tren nilai tukar Rupiah menunjukkan pelemahan sejalan dengan pemburukan neraca transaksi berjalan tersebut.
Pada tahun 2013 ini tekanan pada perekonomian nasional juga terjadi pada sisi inflasi, dimana inflasi tercatat meningkat cukup tinggi terutama didorong oleh kebijakan impor pemerintah di awal tahun dan kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Juni 2013. Pada akhirnya, koreksi pada kondisi perekonomian nasional menjadi tidak terhindarkan.
Namun demikian, pemerintah dan Bank Indonesia telah menempuh berbagai kebijakan yang diarahkan untuk memastikan inflasi tetap terkendali, nilai tukar Rupiah terjaga serta defisit neraca transaksi berjalan dapat ditekan ke level yang lebih sehat meskipun untuk semua itu Bank Indonesia terpaksa harus menaikkan beberapa kali bunga acuan moneter (BI rate) ke level terakhir pada angka 7,50.
Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan berada pada level 5,5-5,9%, yang meskipun lebih rendah dibandingkan tahun 2012 sebesar 6,2% namun masih lebih tinggi dibandingkan negara peers (misalnya Thailand dan India) yang diperkirakan hanya berada pada level 3,6%. Sementara itu, dari sisi inflasi, meskipun telah melewati sasaran inflasi 4,5% ± 1%, tingkat inflasi nasional diperkirakan berada sedikit di kisaran 8,4%.
Kondisi yang lebih baik justru dialami oleh Kalimantan Barat. Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat yang secara historis selalu tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional, pada triwulan III 2013, tumbuh 6,41%, jauh lebih tinggi dibandingkan nasional yang hanya mencatat 5,62%. Sampai akhir tahun 2013, perekonomian Kalimantan Barat diperkirakan masih akan tumbuh baik.
Kita beruntung masih memiliki permintaan yang kuat pada sisi domestik khususnya konsumsi, sementara investasi masih tercatat tumbuh lambat pada tahun ini. Dari sisi permintaan luar negeri, ekspor Kalimantan Barat juga tercatat tumbuh lebih baik, setelah pada tahun 2012 mengalami kontraksi cukup dalam, yang didorong terutama oleh ekspor bauksit yang cukup ekspansif, dimana eksportir memanfaatkan momen tahun 2013 ini untuk menggenjot ekspor sebelum UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) resmi diimplementasikan pada tahun 2014.
Di sisi sektoral, perlambatan ekonomi terutama dipengaruhi oleh kinerja sektor utama Kalimantan Barat yang relatif belum optimal, khususnya sub sektor perkebunan kelapa sawit dan karet. Kinerja perkebunan kelapa sawit pada tahun 2013 dibayangi oleh rendahnya produktivitas sebagai dampak dari musim kemarau panjang pada periode tanam 2 tahun yang lalu.
Penurunan produktivitas TBS tersebut berdampak pada lebih rendahnya produksi CPO pada tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya. Dari sisi harga, harga internasional CPO berada pada level yang lebih rendah dibandingkan tahun 2012. Rendahnya harga internasional tersebut juga berdampak pada lebih rendahnya harga rata-rata CPO lokal Kalimantan Barat. Tidak stabilnya permintaan global terhadap CPO, yang antara lain disebabkan oleh melemahnya perekonomian negara importir utama (China dan India) dan sentimen negatif mengenai dampak lingkungan sawit, mempengaruhi rendahnya harga komoditas tersebut.
Kebijakan antidumping Uni Eropa terhadap produk sawit dari Indonesia juga sedikit banyak berpengaruh terhadap kinerja sub sektor tersebut. Selain itu, meskipun investasi di perkebunan dan industri pengolahan sawit masih dinilai menjanjikan, beberapa kebijakan pemerintah dianggap cukup membatasi pembukaan lahan baru sawit pada tahun ini, diantaranya peraturan perpanjangan moratorium alih fungsi lahan gambut, serta pembatasan kepemilikan lahan perkebunan satu perusahaan atau konsorsium maksimal 100ribu hektar saja.
Sebaliknya dari sisi sub sektor perkebunan karet produktivitasnya menunjukkan perbaikan. Namun demikian, meskipun produksi relatif lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, harga komoditas karet masih tercatat dalam tren yang menurun. Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh belum stabilnya permintaan dunia. Upaya pengurangan volume ekspor karet (Agreed Export Tonnage Scheme/ AETS) yang disepakati oleh Indonesia, Malaysia dan Thailand, sebagai negara pengekspor utama karet dunia, pada awal tahun 2013 ternyata belum efektif dalam mengerek harga karet dunia.
Pada akhir 2013 ini, Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) berencana untuk memangkas produksi karet sebesar 10% yang dilakukan untuk menghindari kelebihan pasokan dan mencegah stok karet alam di pasar dunia. Langkah tersebut diharapkan dapat mengerek harga komoditas di pasar internasional.
Perekonomian Kalimantan Barat di tahun 2013 juga diwarnai dengan tingkat inflasi yang relatif tinggi, terutama akibat dampak kebijakan kenaikan harga BBM subsidi di bulan Juli 2013 yang terjadi bersamaan dengan bulan Ramadhan dan perayaan Lebaran. Pengaruh faktor musiman juga cukup dominan dalam mendorong tingkat inflasi di Kalimantan Barat, yang disumbang oleh terutama oleh komoditas tiket angkutan udara. Pada akhir tahun 2013, diperkirakan tingkat inflasi Kalimantan Barat berada pada level 8,5%-9%, sedikit lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi nasional.
*Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalbar
(tulisan ini telah dimuat di Harian Pontianak Post tanggal 30 dan 31 Desember 2013)