Bogor (Antara Kalbar) - Seorang analis politik menilai ada sebuah pesan moral yang terselip dari mundurnya Gita Wirjawan dari jabatannya sebagai Menteri Perdagangan dengan diiringi argumen ingin fokus dalam persiapan konvensi calon presiden yang digagas Partai Demokrat.
"Pesan moral yang terselip dari Gita Wirjawan itu adalah hendak mengatakan, pejabat lain yang memegang jabatan publik hendaknya juga melakukan hal yang sesuai etika politik, yang memang harus bersikap demikian," kata staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Djuanda (Fisip Unida) Bogor Drs Denny Hernawan, MA di Bogor, Jawa Barat.
Memberikan ulasan mengenai pengunduran Gita Wirjawan, ia sepakat dengan berbagai kalangan bahwa secara etika politik, sikap itu adalah langkah tepat.
"Artinya, ada sikap ksatria yang ingin ditunjukkan bahwa kalau tidak mundur, justru terjadi konflik kepentingan yang melekat pada jabatannya," katanya.
Ia menegaskan bahwa ada satu hal yang tidak bisa dihindari dari jabatan di pemerintahan, apalagi dalam kapasitas sebagai menteri, adalah konflik kepentingan yang melekat pada jabatannya itu.
Menurut dia, pesan moral lain yang juga lahir adalah dampak politik yang sangat terasa.
"Karena, sikap itu bisa menjadi bola salju yang menggelinding, karena keputusan mundur Gita Wirjawan itu membuka cakrawala baru, di mana dampak ikutannya, adalah semacam pesan kepada sejawat menteri dan pejabat publik lain," kata master lulusan Universitas Wisconsin, Amerika Serikat (AS) itu.
Sementara itu, Ketua Tim Media Center salah satu peserta konvensi Capres Partai Demokrat Pramondo Edhi Wibowo, Dr Rajab Ritonga juga memberikan apresiasi atas keputusan mundurnya Gita Wirjawan itu.
"Dari sisi etika politik, itu memberi contoh peserta konvensi lain, karena secara nurani memang tidak bisa menolak adanya konflik kepentingan, dan peserta lain bisa mencontoh itu, meski tetap berpulang pada pribadi masing-masing," katanya.
Menurut dia, dalam perspektif sistem demokrasi langkah semacam itu juga merupakan fatsun yang perlu terus dibangun.
"Karena, hal yang sama juga sudah terjadi, seperti yang dilakukan oleh Dino Patti Djalal yang mundur sebagai Dubes Indonesia untuk AS. Langkah-langkah itu harus diapresiasi karena (kalau masih menjadi pejabat) konflik kepentingan pasti ada," katanya.
Ia memberi contoh, jika sedang berkunjung ke daerah, seorang pejabat yang masih aktif dipastikan akan menimbulkan konflik kepentingan karena posisinya.
"Namun, jika sudah tidak aktif, maka perlakuannya pasti berbeda dan bisa merasakan langsung sebagai rakyat biasa," katanya sambil memberi contoh peserta lain yang sudah tidak mempunyai konflik kepentingan seperti Endriartono Sutarto, Dino Pati Djalal, dan Pramono Edhi Prabowo.
(M.M. Astro)
Analis: Terselip Pesan Moral dari Mundurnya Gita Wirjawan
Senin, 3 Februari 2014 17:21 WIB