Palembang (Antara Kalbar) - Pemerintah harus membatasi impor daging sapi untuk menstimulasi pembangunan sektor perternakan dalam negeri, kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perternakan Tjeppy D Soedjana.
"Impor itu bukan suatu yang tabu untuk saat ini di tengah globalisasi karena sejatinya tidak ada lagi suatu negara yang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Tapi harus diingat harus dibatasi, tidak boleh jor-joran karena bisa mematikan pembangunan di dalam negeri," kata Tjeppy di Palembang, Senin.
Ia yang diwawancarai seusai menjadi pembicara pada acara workshop "Kebijakan Pengembangan Ternak Perah di Luar Jawa Guna Peningkatan Produksi Daging dan Konsumsi Susu Segar" mengatakan jika terjadi pembatasan impor daging sapi maka secara otomatis ada upaya dari pemerintah sendiri untuk membangun industri di dalam negeri.
Salah satunya seperti yang saat ini sedang dijalankan yakni pengembangan perternakan kerbau dan sapi di beberapa provinsi di Indonesia.
"Indonesia sudah terlalu lama mengekspor barang baku sehingga lupa untuk menambah nilai tambah, sehingga untuk barang jadi terpaksa selalu menginpor. Ke depan hal ini harus dikikis secara bertahap dengan mulai membatasi impor, salah satu langkah nyatanya dengan mulai membangun infrastruktur," kata dia.
Menurutnya, model seperti ini sudah diterapkan Korea pada era tahun 80-an.
Pada masa itu, Indonesia dan Korea sama-sama belajar ke Jepang mengenai teknik pengembangan unggas.
"Korea hanya mengimpor kira-kira dua hingga tiga tahun saja bibit dari Jepang, selebihnya mereka mengurangi dengan maksud industri pembibiatan dalam negeri mau belajar dan memulai. Berbeda dengan Indonesia, yang tidak bisa berhenti hingga sekarang karena merasa menjual barang mentah saja bisa untung lantas mengapa berhenti seperti halnya di sawit dan karet," kata dia.
Untuk itu, ia menyambut positif keinginan pemerintah untuk mandiri di sektor pangan dan ternak meski belum sepakat dengan istilah swasembada karena menilai tidak ada negara yang mampu mandiri secara total.
"Nawacita yang diusung pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla ini sudah demikian luhur, dan ini harus didukung oleh masyarakat. Jika ini sukses di sektor pangan dan peternakan harus ada sinergi dari berbagai lembaga yakni dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perternakan, dan Kementerian Pertanian," kata dia.Â
Kementerian Pertanian (Kementan) dalam APBN-P 2015 menjalankan program percepatan kelahiran ternak sapi dan pembukaan lahan ternak sapi sebesar 1 juta hektar.Â
Asosiasi Pengusaha Protein Hewan Indonesia (APPHI) memperkirakan pada tahun ini kebutuhan daging sapi Indonesia diperkirakan mencapai 640.000 ton, yakni naik 8 persen dari tahun 2014 sebesar 590.000 ton.Â
Selama 8 tahun terakhir produksi daging memang mengalami peningkatan namun jumlahnya masih lebih kecil dari tingkat kebutuhan nasional sehingga terpaksa mengimpor sapi dari Australia.Â