Pontianak (Antara Kalbar) - Kepala Bidang Pemasaran BPJS Ketenagakerjaan Pontianak, Febri Setya Hantoro mengatakan, pihaknya siap menyerahkan sejumlah berkas ketidakpatuhan perusahaan kepada tim kepatuhan BPJS Naker.
"Sampai saat ini memang masih belum ada perusahaan yang tidak patuh yang masuk dalam ranah pemeriksaan. Namun, sudah ada beberapa berkas yang siap dilimpahkan kepada petugas pengawas dan pemeriksa agar ditindaklanjuti bersama instansi terkait," kata Febri di Pontianak, Rabu.
Pihaknya juga menargetkan, dalam waktu dekat, di setiap kabupaten/kota yang ada di Kalbar harus ada satu perusahaan yang di awasi dan di pemeriksa.
"Jika nantinya ini ditindaklanjuti, jelas akan ada perusahaan yang dikenakan sanksi administrasi atau pidana, bahkan bisa sampai pada proses pencabutan izin usaha," tuturnya.
Untuk pemeriksaan yang dilakukan nantinya, kata Febri, akan disesuaikan dengan kategori yang ada, diantaranya perusahaan yang tidak patuh terhadap ketentuan BPJS, seperti tidak seluruhnya tenaga kerja yang didaftarkan pada BPJS Naker, dari sisi program yang diikutsertakan, kemudian upah yang tidak sesuai.
"Sampai dengan saat ini, 95 peserta BPJS yang sudah terdaftar adalah perusahaan kelapa sawit, maka ini yang akan kita maksimalkan untuk pemeriksaannya," katanya.
Adapun sanksi yang akan diterapkan adalah sanksi administrasi mencakup pada surat teguran, denda, sampai dengan tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu yang muaranya adalah pencabutan izin usaha.
"Yang bisa memberikan rekomendasi sanksi ini adalah petugas pengawas pemeriksa BPJS Naker, dan petugas pengawas ketenagakerjaan.
Kemudian, untuk sanksi hukum akan kita serahkan sepenuhnya kepada kejaksaan, yang tentu disesuaikan dengan sanksi hukuman, apa bila ada perusahaan yang tidak menyerahkan iuran peserta BPJS, padahal perusahaan itu sudah memotong gaji karyawannya untuk iuran BPJS," katanya.
Sampai saat ini, jelasnya, ada 67 perusahaan di Pontianak yang sudah ditindaklanjuti karena tidak membayar iuran BPJS karyawannya, dengan total tunggakan sebesar Rp2,1 miliar, dan setelah diproses baru dibayarkan sekitar Rp900 juta.
(U.KR-RDO/N005)