Permasalahan Gizi "PR" Kabupaten-kota Di Kalbar
Kamis, 29 Juni 2017 12:01 WIB
Sambas (Antara Kalbar) - Permasalahan bidang gizi masih menjadi "pekerjaan rumah (PR)" bagi 14 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat, kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat, Andy Jap.
"Untuk kasus gizi buruk juga masih berada di bawah rata-rata nasional, sehingga harus kerja sama semua pihak dalam menanganinya," kata Andy Jap saat dihubungi di Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan, dari 14 kabupaten/kota yang ada, semuanya masih memiliki rapot merah dibidang gizi, sehingga harus menjadi perhatian semua pihak.
"Dari data yang ada menunjukkan hasil pemantauan di Kalbar pada tahun 2016, angka stunting (tubuh pendek) dan gizi buruk masih di bawah nasional," ungkapnya.
Menurut dia, untuk kasus stunting, pendek, dan sangat pendek di Kalbar masih berada diangka 34,9 persen, sementara stunting nasional 27,5 persen. WHO merekomendasikan angka stunting ideal di bawah angka 15 persen.
"Dari semua daerah di Kalbar, Kabupaten Melawi menjadi daerah yang memiliki pendek tubuh (stunting) lebih tinggi, yaitu lebih dari 50 persen," ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Andy Jap menambahkan, pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kalbar dengan meratakan fasilitas dan tenaga kesehatan di setiap daerah.
"Hal itu kami lakukan dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat sebagaimana yang diprogramkan oleh pemerintah pusat," katanya.
Upaya peningkatan layanan kesehatan untuk masyarakat tersebut dituangkan dalam prioritas pembangunan kesehatan 2015-2019 melalui tiga pilar yakni paradigma sehat, penguatan layanan kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Dalam pelaksanaannya kita fokuskan empat program prioritas yakni percepatan penurunan kematian ibu dan kematian bayi, perbaikan gizi khususnya stunting," ujarnya.
Dia juga mengatakan, kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan dalam UU No. 23/1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
"Untuk itu kita harapkan masyarakat bisa meningkatkan pola pikirnya agar bisa selalu hidup sehat, jangan berpikir sakit. Karena kalau sakit, jelas mempengaruhi kehidupan masyarakat kita, ini yang harus ditekankan," katanya.