Pontianak (ANTARA) - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kalimantan Barat (Kalbar) mengevaluasi sejumlah permasalahan yang ditemui pasca-penerapan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2019 untuk tingkat sekolah menengah atas dan kejuruan (SMA/SMK).
"Evaluasi yang akan dilakukan terkait sistem zonasi ada tiga hal," kata Kepala Bidang SMA pada Dinas Dikbud Kalbar, Fatmawati saat dihubungi dari Pontianak, Selasa.
Ketiga hal tersebut meliputi memetakan jumlah SMA yang ada di Kota Pontianak, menganalisis sistem jalur prestasi yang ditetapkan, dan menganalisis sistem pengukuran jarak yang menggunakan aplikasi Telkomsel pusat.
Ia menambahkan, meski PPDB sudah berakhir, namun diakui polemiknya masih terdengar sampai saat ini. Karena itu pihaknya mengevaluasi proses yang sudah berjalan tersebut untuk 14 kabupaten/kota di Kalbar.
"Alhamdulillah untuk 13 kota dan kabupaten berjalan lancar, yang menjadi polemik hanya di Kota Pontianak," sebutnya.
Keluhan yang cukup banyak diterima pihaknya dalam penerapan PPDB 2019 adalah pendaftar membludak berkali-kali lipat dan kuota yang mampu ditampung sekolah-sekolah.
Ini khusus terjadi di Kota Pontianak. Karena jumlah keluaran siswa sekolah menengah pertama (SMP) se-Kota Pontianak sebanyak 11.380 siswa. Sedangkan daya tampung SMA negeri yang ada hanya 2.842 dan untuk sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri sebanyak 2.780 siswa.
"Jika dilihat dari jumlah ini ada selisih sekitar 5.758 siswa. Jadi kalau hanya ingin bersekolah di sekolah negeri (SMA negeri), tidak akan bisa tertampung," lanjutnya.
Sementara jumlah SMA Negeri di Pontianak hanya ada 10 dan swasta ada 41 sekolah. Sedangkan untuk SMK ada sembilan sekolah negeri dan 21 sekolah swasta.
Jika dilihat dari penyebaran sekolah negeri di Pontianak berdasarkan kecamatan yang ada, khusus Pontianak Barat ada 1 SMA negeri, Pontianak Kota ada dua sekolah, Pontianak Selatan empat sekolah, Pontianak Timur dua sekolah, dan Pontianak Utara 1 sekolah. Sedangkan untuk Pontianak Tenggara tidak ada SMA negeri.
Namun, menurut Fatmawati ketiadaan SMA negeri di Kecamatan Pontianak Tenggara masih dapat diakomodir dengan adanya empat sekolah negeri di Pontianak Selatan yang letaknya tidak berjauhan.
"Jika ketersediaan lahan ada, pembangunan untuk ke depan memang diperlukan. Tetapi untuk saat ini, adanya 4 sekolah di Pontianak Selatan sudah mengakomodir kebutuhan itu," kata mantan kepala SMA Negeri 1 Pontianak itu.
Ia menambahkan, menanggapi keterbatasan SMA negeri di Kota Pontianak, Gubernur Kalbar, Sutarmidji sudah memutuskan untuk membangun SMA negeri 11 di Jalan Karet, Kecamatan Pontianak Barat, karena di kawasan tersebut terdapat tanah milik pemerintah provinsi Kalbar.
"Pembangunannya insya Allah tahun 2020, untuk saat ini kegiatan belajar mengajarnya menggunakan SMPN 13 pada sore hari," ujarnya.
Untuk diketahui, saat penerapan PPDB 2019 menggunakan sistem zonasi, Pemprov Kalbar dapat menerima keputusan tersebut dengan pertimbangan akan muncul sekolah-sekolah favorit baru di provinsi tersebut.
Keuntungan lain dari sistem zonasi adalah terpantaunya daerah yang tidak memiliki sekolah negeri. Dari kondisi tersebut, pemerintah daerah dan lembaga legislatif dapat memutuskan untuk rencana pendirian sekolah negeri baru di kawasan yang tidak tersedia.
Pada PPDB tingkat SMA/SMK 24 hingga 26 Juni 2019, ada 75 SMA dan 35 SMK di Kalbar yang menggunakan sistem daring (online), sementara selebihnya masih luring (offline), karena alasan keterbatasan sarana penunjang.
Baca juga: Gubernur Sutarmidji tambah daya tampung sekolah terkait aturan zonasi