Jakarta (ANTARA) - PLN telah menerbitkan laporan keuangan semester I tahun 2019 dan BUMN itu berhasil membukukan profit sebesar Rp 7,35 triliun.
Capaian tersebut meningkat pesat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan rugi bersih sebesar Rp5,35 triliun.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto dalam informasi tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Rabu, mengungkapkan capaian ini didukung oleh peningkatan nilai penjualan tenaga listrik PLN sebesar Rp6,29 triliun atau 4,95 persen, sehingga menjadi Rp133,45 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp127,16 triliun.
Sampai saat ini, Pemerintah masih mempertahankan tarif listrik tidak naik, guna menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun demikian, Pemerintah sesuai UU Nomor 19 tahun 2003 terus berkomitmen mendukung kesehatan keuangan PLN untuk menjalankan Penugasan Public Service Obligation (PSO) dan ekspansi untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (PIK), melalui mekanisme kompensasi untuk recovery biaya penyediaan tenaga listrik dengan marjin yang wajar, sehingga terdapat dana internal (internal fund) sebagai pendamping pinjaman Investasi.
Pertumbuhan penjualan ini berasal dari kenaikan volume penjualan menjadi sebesar 118,52 Terra Watt hour (TWh) atau naik 4,41 persen dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 113,52 TWh.
Peningkatan konsumsi kWh juga didukung dari adanya kenaikan jumlah pelanggan, di mana sampai dengan akhir Juni 2019 telah mencapai 73,62 juta atau bertambah 3,92 juta pelanggan dari akhir Juni 2018 sebesar 69,7 juta pelanggan. Bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 98,3 persen pada akhir tahun 2018 menjadi 98,81 persen pada 30 Juni 2019.
Seiring dengan meningkatnya penjualan, maka volume produksi listrik juga naik yang menuntut kenaikan biaya usaha PLN, di mana sampai dengan Juni 2019 naik sebesar Rp10,08 triliun atau 7,08 persen menjadi Rp152,51 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp142,43 triliun.
Komponen biaya usaha dengan kenaikan terbesar adalah beban pembelian dari listrik swasta yang mengalami kenaikan sebesar Rp3,62 triliun dari Rp37,8 triliun sampai dengan Juni 2018 menjadi Rp41,4 triliun sampai dengan Juni 2019, seiring dengan masuknya beberapa IPP baru untuk menyuplai daya ke PLN.
Biaya bahan bakar masih mendominasi kontribusi biaya usaha yaitu 43 persen dari total biaya usaha, di mana biaya gas merupakan biaya bahan bakar terbesar meskipun output listriknya hanya berkontribusi 22 persen.
PLN tetap mengoptimalkan pembangkit berbahan bakar batu bara untuk mendongkrak efisiensi sejalan dengan dukungan pemerintah terkait harga maksimal batu bara untuk sektor kelistrikan. Kontribusi produksi listrik dari pembangkit batu bara sebesar 61 persen dari total produksi listrik nasional.
Efisiensi operasi secara signifikan juga dilakukan secara berkelanjutan dengan mengurangi konsumsi BBM untuk pembangkit PLN, dan menggantinya dengan biofuel serta menambah pasokan listrik dari pembangkit lain yang berbiaya operasi lebih murah.
Listrik dari pembangkit BBM (fuel mix) selama Semester I 2019 menurun signifikan menjadi 4,3 persen, lebih rendah dibanding akhir tahun 2018 sebesar 6 persen dan jauh lebih rendah dibanding akhir tahun 2014 sebesar 12 persen.
Selama 6 bulan pertama di tahun 2019 ini, PLN berhasil menambah kapasitas pembangkit sebesar 872,44 MW sehingga total kapasitas terpasang pembangkit di Indonesia menjadi 58.519 MW. PLN juga berhasil menambah jaringan transmisi 2.847 kilometer sirkuit (kms) menjadi 56.453 kms, dan menambah Gardu Induk sebesar 6.557 MVA menjadi 137.721 MVA. Hal ini untuk mendukung peningkatan penjualan PLN.
Penambahan kapasitas juga dilakukan di sisi energi baru terbarukan (EBT), di mana pada semester I tahun 2019, PLN berhasil menambah 135 MW yang berasal dari EBT. Dengan penambahan ini maka total kapasitas pembangkit dari EBT yakni sebesar 7.266 MW
Selain itu, membaiknya laba PLN juga disebabkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar AS dan euro, di mana sebagian besar pinjaman jangka panjang untuk pendanaan investasi terutama Program 35 GW dalam bentuk dolar AS. Hal itu membuat PLN membukukan Keuntungan Selisih Kurs pada Juni 2019 sebesar Rp5,04 triliun.