Pontianak (ANTARA) - Pengamat UMKM Universitas Tanjungpura Pontianak, Muhammad Fahmi, MM, AK, Ca menyebutkan kredit Ultra Mikro (UMI) di Kalbar alami tren kenaikan dari tahun ke tahun dan hal itu tentu dapat mendorong kemajuan ekonomi daerah.
Pada 2019 lalu penyaluran kredit UMI di Kalbar mencapai Rp10,52 miliar. Program kemandirian usaha yang menyasar usaha mikro yang berada di lapisan terbawah serta belum bisa difasilitasi perbankan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini telah dimanfaatkan sebanyak 2.737 debitur.
“Angka realisasi di tahun 2019 itu menunjukkan bahwa pembiayaan model ultra mikro sudah semakin mulai dikenal masyarakat dan dapat membantu kemajuan pelaku usaha di Kalbar," ujarnya di Pontianak, Senin.
Data dari Kanwil Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Kalbar menyebut bahwa, pada tahun 2017 ada 1.913 debitur kredit Umi dengan nilai sebesar Rp4,44 miliar. Angka ini naik menjadi 2124 debitur dengan nilai Rp8,41 miliar pada tahun 2018.
Adapun dari 14 kabupaten/kota di Kalbar, pada tahun 2019, Mempawah menjadi pangsa yang paling besar, yaitu sebanyak 1.027 dengan nilai Rp3,57 miliar, disusul Kota Pontianak sebanyak 931 debitur dengan nilai kredit Rp 2,8 miliar.
Untuk lembaga penyalurannya, di Kalbar terdapat enam lembaga. Lembaga penyalur yang paling besar adalah Permodalan Nasional Mandiri (PNM) dengan jumlah debitur sebanyak 1.531, disusul PT Pegadaian 453 debitur. Adapun empat penyalur lainnya, adalah Kantor Cabang KSPPS BMT Bina Ummat Sejahtera Wilayah Kalbar, KSPS BMT UGT Sidogiri, KSPPS Tamzis Bina Utama, serta KSPPS BMT Bina.
Menurut Fahmi, kredit UMI memiliki keunggulan dalam hal kemudahan dan kecepatan. Jumlah pinjamannya juga relatif kecil. Sehingga sangat cocok untuk pelaku usaha mikro yang memang tidak memerlukan modal besar.
"Pelaku usaha mikro itu tidak minta modal banyak, tapi walaupun ini kecil, kredit ini menurut saya termasuk efektif,” kata dia.
Berbeda dengan KUR, debitur kredit UMI ini wajib mendapatkan pendampingan. Proses pendampingan inilah yang dinilai dia menjadi kunci penting agar usaha menjadi lebih berkembang.
"Pendampingan saya harus dilakukan secara berkelanjutan agar kredit yang diberikan berkualitas. Artinya penggunaan dana pinjaman itu mampu dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh pelaku usaha untuk meningkatkan usahanya," kata dia.
Ia berharap kredit UMI dapat tersalurkan lebih optimal dengan jumlah debitur dan nilai kredit yang lebih besar. Tetapi yang tidak kalah penting adalah monitoring secara berkelanjutan para pelaku usaha yang saat ini telah menjadi kreditur.
"Perlu juga adanya basis data debitur kredit UMI. Database penting dan pendampingan juga penting,” kata dia.