Pontianak (ANTARA) - Kolektor dan pembudidaya tanaman hias Handry Chuhairy mengatakan, Kalimantan Barat memiliki potensi tanaman hias yang diminati pasar nasional maupun Internasional yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.
"Misalkan scindapsus, rhaphidophora, homalomena, schismatoglottis, alocasia, colocasia, amydrium, dan epipremnum, yang tumbuh di hutan Kalimantan Barat. Ini tentu menjadi peluang usaha yang patut digarap, terutama oleh pecinta tanaman hias yang ada di Kalbar," kata Handry saat menjadi pemateri pada kegiatan Alinea Forum Online bertema "Ladang Bisnis Sukses Hingga Jadi Jutawan: Tanaman Hias Kalimantan yang di laksanakan secara online, Rabu.
Di habitat asli, kata Handry, akan terjadi mutasi yaitu bentuk dan mutasi warna. Dari warna ini pun banyak, ada yang keluar varigata warna putih, varigata warna kuning, maupun varigata marbel, dan lain sebagainya. "Jadi, ini seperti mode fashion, mengikuti terus," tuturnya.
Dia menambahkan, perubahan tren dalam jual-beli tanaman hias akan terus terjadi jika tanaman hias terus dikembangkan dengan tidak langsung mengambil dari hutan asli lalu dijual.
"Saya minta tolong, di beberapa daerah di Kapuas, Kalimantan Barat, apabila menemukan spesies atau pun tanaman dari hutan jangan langsung dikirim. Kalau langsung kirim, kita bisa tidak punya bonggol dan kita akan kehilangan satu trah yang terbaik," katanya.
Handry memberikan resep beberapa hal yang dapat dilakukan agar saat mengembangkan tanaman hias eksistensinya tetap terjaga. Di antaranya perlu memperhatikan media tanam, penyiraman, sinar matahari dan suhu, perawatan, dan perbanyakan.
Hobi tanaman hias yang kembali menanjak membuat bisnis di bidang ini cukup menjanjikan. Tanaman jenis tertentu, apalagi yang lagi jadi buruan, hargannya menanjak gila-gilaan. Ini mendorong banyak pihak yang bergelut dalam jua-beli tanaman hias tanpa memperhatikan keberlanjutan di tempat aslinya.
Pemateri lainnya, Bupati Landak Karolin Margret Natasa mengakui, di wilayahnya masih banyak pelaku usaha yang langsung mengambil tanaman hias dari hutan asli. Mereka bahkan menggunakan truk saat berburu dan untuk mengangkut tanaman hias dari hutan.
Jika terus seperti itu, kata dia, bisnis tanaman hias yang seharusnya bisa berkelanjutan dan menggerakkan ekonomi warga justru akan mengancam kelestarian lingkungan. Jika itu terjadi, keberlanjutan dari bisnis tanaman hias terancam.
Karena itu, kata Karolin, pelatihan bagi pelaku usaha tanaman hias perlu diberikan. Pihaknya akan mengidentifikasi pihak-pihak yang bakal didorong untuk menjadi pelaku usaha tanaman hias. Ia berharap pelatihan itu bermanfaat bagi warga.
"Sehingga teman-teman di lapangan juga bisa mengembangkan tanaman hias di Kalimantan Barat, terutama dalam semangat melestarikan lingkungan. Mereka tidak hanya mengambil dari hutan, tetapi bagaimana agar tanaman kita kembangkan, baru kemudian diambil keuntungannya secara ekonomi," paparnya.
Hal serupa diakui Ketua PKK Kapuas Hulu Angeline Fremalco. Ia mengatakan, saat ini ada sejumlah tanaman hias asli Kapuas Hulu yang diburu pasar, yakni jenis aroid. Antara lain alocasia, rhaphidophora, scindapsus, dengan varian varigata.
Tanaman hias ini amat berpotensi untuk menggerakan ekonomi masyarakat. "Raphidophora yang biasa dengan kondisi 5-6 daun cuma dijual Rp200.000, tetapi kalau itu varigata dengan 5-6 daun harganya bisa Rp20 juta," tutur dia.
Sejauh ini Angeline telah bertemu dua pelaku usaha di wilayahnya yang sudah berhasil membudidayakan tanaman hias walau dengan peralatan yang terbatas. Bahkan, mereka sudah dapat mengirim hasil budidaya hingga ke luar negeri.