Beijing (ANTARA) - Harga minyak naik sekitar tiga dolar AS di perdagangan Asia pada Rabu sore, rebound dari penurunan sebelumnya, karena invasi Rusia ke Ukraina terus memicu perdagangan yang bergejolak dengan pembicaraan gencatan senjata sebagai pemicu pasar terbaru.
Minyak mentah berjangka Brent terakhir menguat 2,64 dolar AS atau 2,6 persen, menjadi diperdagangkan di 102,55 dolar AS per barel pada pukul 07.30 GMT.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terangkat 1,91 dolar AS atau 2,0 dolar AS, menjadi diperdagangkan di 98,35 dolar AS per barel.
Baca juga: Harga minyak perlahan naik tapi menuju penurunan mingguan yang tajam
Kedua kontrak sebelumnya turun lebih dari satu dolar AS per barel, dengan Brent jatuh ke 98,86 dolar AS per barel dan WTI turun ke 94,90 dolar AS per barel di awal sesi.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan dalam pidato video yang dirilis Rabu pagi bahwa posisi Ukraina dan Rusia dalam pembicaraan damai terdengar lebih realistis, tetapi diperlukan lebih banyak waktu.
"Pedagang sedang menunggu lebih banyak petunjuk dari pembicaraan gencatan senjata setelah aksi jual dua hari di pasar minyak, tetapi harga minyak mentah mungkin terus berada di bawah tekanan karena inflasi yang tinggi pada akhirnya akan menyeret pertumbuhan ekonomi dan melemahkan permintaan," kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets.
Baca juga: Harga minyak naik karena pertikaian antara Rusia - Barat atas Ukraina
Dolar AS yang kuat adalah elemen kunci yang memberikan tekanan pada harga minyak dan investor memperkirakan Federal Reserve AS untuk mengadopsi kebijakan moneter yang lebih hawkish untuk mengekang inflasi yang melebar, katanya.
Analis memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya seperempat poin persentase pada akhir pertemuan kebijakan dua hari pada Rabu waktu setempat untuk melawan inflasi yang melonjak.
Kenaikan suku bunga akan memperkuat dolar AS dan mengurangi permintaan minyak, karena greenback yang lebih kuat membuatnya lebih mahal bagi mereka yang memegang mata uang lainnya.
Baca juga: Pertamina agresif bangun terminal minyak mentah di Lawe-Lawe
Minyak telah menetap di bawah 100 dolar AS pada Selasa (15/3/2022), pertama kalinya sejak akhir Februari.
Sesi perdagangan telah bergejolak sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari, dengan harga mencapai tertinggi 14 tahun pada 7 Maret, tetapi Brent sejak itu jatuh hampir 40 dolar AS per barel dan WTI jatuh sekitar 34 dolar AS
Harga juga berada di bawah tekanan minggu ini dari kekhawatiran melambatnya permintaan di China, karena negara terpadat di dunia dan konsumen minyak terbesar kedua itu mengambil tindakan tegas terhadap varian Omicron virus corona.
Namun demikian, kasus baru yang ditularkan di dalam negeri di China turun hampir setengahnya pada 15 Maret dibandingkan dengan hari sebelumnya, komisi kesehatan nasional mengatakan pada Rabu.
Beberapa bagian China dapat dibebaskan dari penguncian jika infeksi Omicron tetap ringan, kata Stephen Innes, mitra pengelola di SPI Asset Management.
Baca juga: Harga minyak tergelincir, investor hindari risiko dan dolar naik
"Risiko COVID memang memudar dengan cepat, terutama karena populasi yang sangat divaksinasi."
Data awal dari American Petroleum Institute (API) menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik 3,8 juta barel untuk pekan yang berakhir 11 Maret, sementara persediaan bensin turun 3,8 juta barel dan stok sulingan naik 888.000 barel, menurut sumber, yang berbicara tanpa menyebut namanya.
Data persediaan resmi pemerintah AS akan dirilis pada Rabu waktu setempat.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengatakan pada Selasa (15/3/2022) bahwa permintaan minyak pada 2022 menghadapi tantangan dari invasi Rusia ke Ukraina dan kenaikan inflasi karena harga minyak mentah melonjak, meningkatkan kemungkinan pengurangan perkiraan untuk permintaan yang kuat tahun ini.
Baca juga: Harga minyak jatuh setelah kenaikan beruntun tiga hari
Harga minyak naik, bicara gencatan senjata Rusia-Ukraina picu gejolak
Rabu, 16 Maret 2022 16:28 WIB