Jakarta (ANTARA) - Azan Subuh masih terngiang di telinga Tafik. Ia sudah bersiap ke Sungai Raya, Ibu Kota Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, dengan menempuh jalan darat selama 2 jam menggunakan sepeda motor.
Tafik Oktavia, S.Pd (45 tahun) adalah guru TK Negeri Pembina di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya. Selama 3 tahun (2021-2023) dia harus pergi dan pulang untuk sesuatu yang mungkin absurd bagi sebagian orang, tetapi sesuatu yang menantang bagi dirinya, yakni meningkatkan kualitas diri sebagai guru TK.
Ya, guru TK. Profesi yang sudah digelutinya sejak 2002 atau sejak 21 tahun lalu. Anak transmigran pada 1983 itu memilih jadi guru TK setelah ditawari mengajar di TK Aisyiyah Muhammadiyah di Pontianak.
Tiga bulan mengajar, Tafik yang hanya lulus SMA lalu ditawarkan kuliah Pendidikan Guru TK (PG-TK) Diploma2 di Universitas Muhammadiyah Pontianak dengan beasiswa. Setelah bekerja kasar membantu suami mencari nafkah, Tafik memantapkan diri menjadi guru TK sebagai ladang amal.
Ladang amal karena gaji guru TK kala itu tidak besar. Dia masih tetap bekerja kasar untuk membantu keuangan keluarga. Gigih dan istikamah menjadi pegangan hidupnya.
Keguguran
Karena itu pula, pulang pergi dengan sepeda motor setelah Subuh, pukul 05.30 WIB dan pulang dari tempat pelatihan pukul 15.00 WIB, bukan hal berat baginya. Saking semangatnya dia mengalami keguguran dua kali karena ikut pelatihan.
Mengapa keguguran? Tafik dalam kondisi hamil muda naik sepeda motor selama 2 jam ke tempat pelatihan sehingga mengalami pendarahan dan itu terjadi dua kali, yakni di November 2021 dan pertengahan 2022.
Pertanyaan sederhananya, pelatihan apa yang membuat Tafik dan 34 guru Kubu Raya lainnya begitu antusias mengikuti pelatihan selama 3 tahun tanpa putus?
Pelatihan itu bernama Pusat Belajar Guru (PBG) yang diinisiasi oleh Putera Sampoerna Foundation (PSF). Organisasi ini menebar virus kepada 35 guru terpilih untuk rela mengikuti pelatihan secara berkala dan teratur menjadi fasilitator (pelatih) bagi guru-guru lainnya untuk menebarkan ilmu.
PBG menjadikan mengajar itu menarik dengan bahasa yang komunikatif dengan alat bantu peraga agar belajar tidak membosankan di kelas. Setiap modul pelatihan diajarkan, dipahami, lalu dipraktikkan di kelas, direkam, kemudian dibahas pada pertemuan berikutnya.
Lebih aplikatif
Tafik awalnya bukanlah 200-an guru yang terpilih dari Dinas Pendidikan Kubu Raya untuk ikut proses seleksi. Ketika dia tau dari mulut ke mulut bahwa organisasi sosial itu membuka peluang meningkatkan kompetensi guru dalam mengajar, dia berinisiatif mencoba mengikuti seleksi berupa ujian tertulis dan wawancara.
Alhamdulillah, dia lulus bersama seorang guru TK lainnya, sisanya yang lulus adalah guru SD dan SMP. Guru TK dinilainya acap dipandang sebelah mata karena ada anggapan mereka hanya guru yang mengajarkan bernyanyi dan bermain.
Namun, sesungguhnya dari TK atau pendidikan usia dini, karakter anak dibentuk dan motivasi ditanamkan. Anak yang cerdas dan pintar di sekolah lanjutan adalah hasil dari pendidikan karakter kala menempuh pendidikan usia dini.
Lalu, apa bedanya PBG dan Guru Penggerak (GP)? PBG dinilai lebih aplikatif untuk pengajaran, terutama pada cooperative learning dan lembar kerja (graphic organizer).
Modulnya dirancang untuk berpihak atau memberi tekanan kepada kebutuhan murid, sementara pembelajaran pada GP lebih kepada manajerial karena pesertanya dipersiapkan menjadi kepala sekolah. Dengan demikian, membandingkan keduanya juga tidak setara, namun saling melengkapi sesuai kebutuhan.
Bermula dari guru
Pembangunan manusia bermula dari guru, sebagaimana Jepang mendata guru yang dimilikinya setelah kalah Perang Dunia II. Begitu pula perhatian Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan, dalam meningkatkan kapasitas guru-gurunya.
Tak ingin menunggu lama, Muda meminta PSF melatih guru-gurunya agar mengajar atraktif, menarik, mudah dipahami, dan menyenangkan seperti yang diharapkan program Merdeka Belajar.
Merdeka Belajar mengamanatkan, agar siswa lebih dilibatkan dalam pembelajaran1 dan mereka akan belajar dengan cara yang lebih sesuai dengan minat dan bakat.
Merdeka belajar mendorong inovasi di lembaga pendidikan, termasuk sekolah dan madrasah, meningkatkan kompetensi guru. Guru yang merdeka dalam mengajar dapat menyesuaikan metode pengajaran dengan kebutuhan dan budaya siswa mereka.
Sebagai institusi bisnis sosial yang fokus pada pengembangan pendidikan, termasuk di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) Indonesia, organisasi sosial itu menyambut ajakan kolaborasi dari Pemerintah Kabupaten Kubu Raya dengan menjalankan program Teachers Learning Centre (TLC) atau Pusat Belajar Guru (PBG)
Pelaksanaannya di bawah naungan School Development Outreach (SDO). Dengan semangat dari guru, oleh guru, untuk guru.
Guru memiliki hak mendapatkan akses peningkatan kompetensi profesi, kata George Yudistira Irawan, Chairman, Board of Executive PSF, agar mereka dapat terus membangun jenjang profesinya.
Menjaga keberlanjutan
Program PBG Kubu Raya dilaksanakan bersama pemerintah agar semakin luas menjangkau guru-guru, termasuk yang berada di daerah 3T. Selama pelaksanaannya, organisasi tersebut telah memberdayakan 35 Guru Inti dan 10 di antaranya jadi pengelola PBG sekaligus agen perubahan untuk percepatan pemerataan pendidikan.
"Dengan semangat dari guru, oleh guru, dan untuk guru, para guru itu memiliki andil besar dalam menjembatani akses jarak, informasi, dan biaya agar guru-guru di Kubu Raya mendapatkan pengalaman pembelajaran praktis yang berkualitas,” ungkap George Yudistira.
Materi pembelajaran yang diberikan di PBG meningkatkan kemampuan pengajaran sekaligus untuk mengimbaskan (mengajarkan) materi tersebut kepada lebih banyak guru.
Hingga pada acara puncak, yakni penyerahan program PBG ke Pemkab Kubu Raya, pada 12 Oktober 2023, terdapat 1.100 guru, termasuk di area terdepan, yang sudah dilatih oleh 35 Guru Inti ini, kata Agastya Yogisywara Wahyudyatmika, Head of Implementation Putera Sampoerna Foundation-School Development Outreach.
Program PBG itu diharapkan tetap berlanjut meski pemerintahan kabupaten berganti beberapa bulan ke depan. Kekhawatiran pada banyak program pengembangan adalah ganti pemerintah ganti program.
Bupati Kubu Raya rupanya menyadari itu. Oleh karena itu, Muda sudah menyiapkan kantor untuk organisasi PBG beraktivitas dan peraturan bupati sebagai dasar hukum kelanjutan program tersebut.
Dua upaya tersebut menunjukkan Pemkab Kubu Raya berusaha sepenuh hati menyiapkan SDM sejak usia dini.