Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kebijakan belanja Pemerintah selama masa pandemi COVID-19 tetap terekam dan bisa dipertanggungjawabkan, meskipun diputuskan di tengah situasi darurat.
"Kalau menurut saya, yang melibatkan Kemenkeu, dokumentasi setiap pengambilan keputusan itu, apalagi dalam kondisi COVID-19, terekam karena kami ngomongnya pakai Zoom, Zoomnya di-record," kata Sri Mulyani usai menghadiri penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023 di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani menjelaskan saat itu Pemerintah harus mengambil keputusan cepat terkait pengadaan vaksin COVID-19 untuk kebutuhan dalam negeri yang saat itu masih dalam proses produksi dan diperebutkan antarnegara.
Baca juga: Kerja sama proyek transisi energi jadi tonggak sejarah RI
Pembahasan terkait hal itu pun terekam, mulai dari jumlah dosis yang harus didatangkan hingga terkait harganya.
Sri Mulyani mengingat betul bagaimana proses pengambilan keputusan penting dan terburu-buru di periode pandemi pada tahun 2021 hingga 2022, di mana saat itu muncul virus baru SARS-CoV-2 varian Delta.
Sehingga, lanjutnya, Kemenkeu selalu mengundang aparat penegak hukum, polisi, kejaksaan, Badan Pengawas Keuangan (BPK), hingga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengkonsultasikan berbagai program penanggulangan COVID-19.
Dia juga selalu menyampaikan arahan kepada jajarannya untuk selalu tepat dalam mengambil keputusan, meskipun suasana darurat.
"Tetapi, kami waktu itu spirit-nya tahu banget bahwa ini situasi sangat berbeda, ini emergency, karena kami banyak yang khawatir mengambil keputusan nanti diperiksa waktu itu, kemudian record semuanya," jelasnya.
Baca juga: Kinerja APBN beri daya tahan terhadap ketidakpastian
Seluruh rangkaian kegiatan yang terdokumentasi dengan baik, lanjutnya, diharapkan dapat menjadi argumentasi pemikiran yang bisa dipertanggungjawabkan ketika muncul persoalan.
"Jadi, sebetulnya bisa disampaikan kenapa waktu itu membuat keputusan seperti ini, selama tidak ada konflik kepentingan, selama tidak ada korupsi; tetapi ini adalah sesuatu yang emergency, saya rasa harusnya bisa disampaikan," katanya.
Namun, jika dalam proses pembuktian ditemukan ada tindak pidana korupsi maupun kepentingan pribadi, kata Sri, maka itu menjadi tugas auditor untuk melakukan penelusuran.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memulai penyidikan dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan sejak tanggal 9 Oktober 2023.
Perkara dugaan korupsi tersebut terjadi pada pengadaan APD di Pusat Krisis Kementerian Kesehatan Tahun 2020 senilai Rp3,03 triliun untuk 5 juta set APD.
Dugaan sementara, kerugian negara dalam kasus itu diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah dan sangat mungkin berkembang.
Baca juga: Kinerja manufaktur imbangi pelemahan ekspor-impor