Jakarta (ANTARA) - Kejadian terkait layanan transportasi selama musim Lebaran 2024 mencerminkan kondisi sesungguhnya kinerja transportasi di Indonesia, baik yang sudah berhasil maupun yang belum dikerjakan. Angkutan umum pelat hitam (travel gelap), sopir bus mengantuk, calo tiket di Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah contoh aktivitas dalam keseharian penyelenggaraan transportasi.
Hari Angkutan Nasional yang diperingati setiap tanggal 24 April menjadi momen untuk mengevaluasi kinerja layanan transportasi di Indonesia dengan merujuk pada layanan mudik saat Lebaran 2024.
Hasil Survei Potensi Pergerakan Angkutan Lebaran Tahun 2024 yang dilakukan Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan terkait pilihan moda transportasi mudik pada Lebaran 2024, sebanyak 39,32 juta orang (20,30 persen) memilih moda kereta api antarkota, bus 37,61 juta orang (19,37 persen). Kemudian memilih mobil pribadi 35,42 juta orang (18,29 persen) dan sepeda motor 31,12 juta orang (16,07 persen). Pemudik yang memilih menggunakan mobil pribadi dan sepeda motor meningkat, namun jumlah pemudik yang memilih moda KA antarkota dan bus masih tetap lebih banyak.
Penyelenggaraan mudik dan balik gratis terbukti mampu meminimalkan risiko kepadatan lalu lintas. Faktor keselamatan juga lebih terjamin, ada pengecekan kondisi kendaraan sebelum keberangkatan, termasuk pengemudinya.
Terlepas dari segala kekurangannya, mudik dan balik gratis masih didambakan masyarakat. Bahkan, sebagian orang menginginkan kuotanya ditambah setiap tahun. Perbaikan layanan mesti terus dilakukan pemerintah sebagai bentuk perhatian kepada warga.
Bagi pemudik antarpulau, misalnya, di tengah tingginya harga tiket pesawat terbang, mereka terbantu dengan tersedianya mudik gratis menggunakan kapal laut.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengadakan Program Mudik Gratis menggunakan kapal dari berbagai pelabuhan embarkasi/pemberangkatan di seluruh wilayah Indonesia.
Tiket gratis penumpang kapal laut ini hasil koordinasi dengan PT. Pelni dan tiga operator swasta, yakni PT Dharma Indah, PT Dharma Lautan Utama, dan PT Pelayaran Sakti Inti Makmur. Program ini melayani 47 ruas dengan jumlah keberangkatan arus mudik dan balik sebanyak 91 perjalanan.
Layanan transportasi untuk pemudik antarpulau ini bisa ditingkatkan untuk musim Lebaran berikutnya pada 2025,dengan menambah rute dan jumlah kapal mudik gratis.
Bisa juga ditambahkan bus mudik gratis dari seluruh provinsi di Sumatera ke Jawa. Dengan terhubung Tol Trans-Sumatera, ada transportasi penyeberangan antarpulau dan Tol Trans-Jawa sangat membantu memperlancar.
Perlu pembenahan
Meskipun demikian, penyelenggaraan mudik gratis masih perlu dibenahi. Di Pelabuhan Penyeberangan Merak, pembenahan mendesak untuk dilakukan. Antrean kendaraan yang menyebabkan kemacetan di Pelabuhan Merak sampai 6 kilometer di jalan tol menuju Merak, perlu diantisipasi ke depan.
Keberadaan “petruk” (pengatur truk) dan calo tiket harus dihilangkan, bukan hanya di Pelabuhan Merak, namun juga di semua pelabuhan penyeberangan.
Pengelola Pelabuhan juga perlu menyediakan lokasi parkir kendaraan sebagai pengendali, sebelum memasuki Pelabuhan Penyeberangan Merak. Lokasi tersebut disiapkan sebagai area penyangga (buffer zone) untuk sejumlah kendaraan yang akan menyeberang melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak. Di lokasi ini, diperiksa kendaraan, baik tiket maupun waktu keberangkatannya. Harapannya, dapat diatur arus kendaraan menuju Pelabuhan Penyeberangan Merak.
Sementara itu program mudik gratis menggunakan bus dari Jabodetabek ke semua ibu kota kabupaten/kota di Provinsi Lampung perlu diperbanyak. Hal ini merupakan upaya untuk mengurangi pemudik motor ke Lampung yang masih banyak membawa anak, penumpang dan barang melebihi kapasitas angkutnya.
Selain angkutan laut, pembenahan perlu juga dilakukan di sektor angkutan darat. Dari hasil penelusuran, ada sebagian pemudik yang mendaftar angkutan bus gratis lebih pada satu penyelenggara. Tentu saja saat pemberangkatan mereka hanya bisa memilih satu penyelenggara, dan biasanya yang dipilih adalah penyelenggara yang memberikan bingkisan paling banyak. Sementara nama mereka yang sudah terdaftar di penyelenggara lain tidak dapat digantikan. Ini memunculkan risiko pembatalan keberangkatan angkutan gratis.
Masalah itu terjadi akibat banyaknya penyelenggara mudik gratis. Di satu sisi, pengawasan cukup ketat hanya dilakukan program yang diadakan pemerintah, sedangkan penyelenggara swasta cenderung minim pengawasan.
Untuk itu, ke depan para penyelenggara mudik gratis perlu saling bersinergi. Setidaknya sinergisitas itu dapat ditunjukkan dalam urusan pendaftaran. Urusan itu sebaiknya dilakukan melalui satu kanal atau situs yang sama. Harus ada sanksi bagi pemudik yang sudah mendaftar kemudian membatalkan keberangkatan tanpa memberitahu, supaya seminim mungkin adanya bangku kosong ketika bus diberangkatkan.
Diperlukan satu aplikasi yang bisa digunakan bersama agar tak ada warga yang mendaftar mudik gratis di beberapa penyelenggara mudik gratis dan menyebabkan kendaraan mudik bersama itu kosong.
Jadi, siapa pun yang menyelenggarakan bisa diketahui pemerintah dan tersambung dengan Kemenhub. Lewat cara itu, pengawasan gelaran mudik dan balik gratis mampu dilakukan secara optimal. Ada data terpadu yang dijadikan acuan bersama. Jika masuk satu kanal, negara bisa mengerti kebutuhannya. Boleh jadi anggaran dinaikkan karena melihat manfaat program ini bagi masyarakat. Bisa menjadi database pemerintah dalam menyusun perencanaan berikutnya.
Di sisi lain, penyelenggaraan motor gratis perlu dipertimbangkan untuk dihilangkan dan diganti untuk menambah mudik gratis menggunakan bus. Ini dikarenakan motor gratis tidak banyak berpengaruh untuk mengurangi pemudik motor. Apalagi jumlah motor gratis yang hanya 17.880 unit tidak lebih dari satu persen (hanya 0,3 persen) dari jumlah pemudik motor yang mencapai 6.578.660 unit dari Jabodetabek.
Sekarang, rata-rata setiap rumah tangga sudah memiliki satu unit sepeda motor. Untuk sekadar bersilaturahmi dan jalan-jalan, sudah tersedia sepeda motor di kampung halaman. Untuk mengurangi penggunaan sepeda motor saat mudik, pemerintah hanya perlu memperbanyak mudik bersama gratis.
Antisipasi kecelakaan
Untuk mengantisipasi berulangnya kecelakaan akibat kendaraan di jalur berlawanan arah (contraflow), belajar dari kasus KM 58 yang menewaskan 12 orang, perlu sosialisasi masif sebelum pelaksanaan.
Kondisi pengemudi harus fit, hindari mengemudi dalam kondisi lelah dan mengantuk, memastikan kendaraan tetap di lajur kiri (lajur kanan untuk mendahului), batas kecepatan maksimal 60 km per jam, menjaga jarak dan mematuhi rambu lalu lintas, jika terjadi kerusakan kendaraan berhenti di jalur kiri dan segera menghubungi pusat pelayanan petugas untuk meminta bantuan, pastikan kendaraan prima dengan BBM terisi penuh atau keterisian baterai mencukupi.
Kemudian pembatas jalan untuk mengamankan kendaraan dipasang lebih rapat. Semula 30 meter menjadi setiap 10 meter. Disiapkan pula mobil pengaman serta pemadam kebakaran dan mobil derek disiapkan untuk mengantisipasi kecelakaan yang dapat mengakibatkan kebakaran.
Kecelakaan maut KM 58 Tol Jakarta - Cikampek harus menjadi momentum menertibkan angkutan gelap. Harus ada ketegasan dari aparat dan pemerintah untuk menertibkan angkutan gelap ini. Bukan hanya penindakan hukum, tetapi juga menyelesaikan sampai ke akar masalahnya. Penyelesaiannya juga harus dilihat dari semua sisi. Di satu sisi, masyarakat di perdesaan membutuhkan angkutan gelap semacam ini. Mereka memberi fasilitas mengantar dan menjemput sampai ke depan rumah penumpang yang tak terjangkau angkutan publik.
Namun, di sisi lain, angkutan ini luput dari sistem pengawasan transportasi umum. Ketegasan pemerintah dibutuhkan agar kecelakaan angkutan gelap yang menelan korban jiwa tidak terjadi lagi.
Pemerintah perlu menyediakan layanan angkutan umum hingga perdesaan, sehingga kemudian angkutan tidak berizin bisa diberantas. Di masa transisi, Bus AKAP diizinkan beroperasi hingga terminal tipe C, seperti Bus AKAP menuju Kabupaten Wonogiri. Di wilayah tersebut, semua terminal tipe C di kecamatan disinggahi Bus AKAP. Dari desa menuju terminal tipe C disediakan angkutan perdesaan. Warga juga bisa memanfaatkan ojek karena jarak antara ibu kota kecamatan dan desa sudah tidak jauh lagi.
Sesungguhnya, akar masalah belum terintegrasi sistem transportasi di Indonesia adalah minimnya (pernah ada, namun sekarang punah) layanan angkutan perdesaan, angkutan perkotaan, angkutan kota dalam provinsi (AKDP) dan angkutan perintis. Selain itu, negara tidak lagi memproduksi sepeda motor dengan isi silinder lebih dari 100 cc. Harus dilakukan, sehingga dalam 5 tahun ke depan di musim Lebaran, penggunaan kendaraan pribadi bisa berkurang, minimal tidak bertambah, sudah bagus.
Kecelakaan Bus Rosalia Indah di Km 370 Tol Semarang – Batang yang menyebabkan tujuh meninggal dunia mengingatkan kita agar mengemudi kendaraan tidak dalam keadaan mengantuk karena kelelahan.
Menurut hasil investigasi KNKT, sebanyak 80 persen kecelakaan di Indonesia disebabkan sopir mengantuk. Oleh karena itu diperlukan tempat istirahat di terminal, lokasi wisata, penginapan bagi sopir angkutan umum serta kampanye masif perlunya istirahat jika lelah saat mengemudi.
Selain itu, pihak berwenang perlu mewajibkan semua kendaraan (umum dan pribadi) yang melakukan perjalanan jarak jauh untuk menggunakan sabuk keselamatan. Pemeriksaan kondisi bus dan pengemudinya juga dilakukan secara rutin di setiap terminal, sebelum berangkat.
Infrastruktur transportasi dibangun untuk kondisi normal (keseharian), bukan hanya untuk musim Lebaran saja. Adalah wajar jika pada musim Lebaran akan terjadi waktu perjalanan bertambah. Namun faktor keselamatan tetap harus menjadi yang utama, dengan tidak memaksa sopir menyetir lebih dari delapan jam dan memastikan kendaraan dalam kondisi prima. Keselamatan tetap harus diutamakan, bukan kecepatan.
Pembenahan dan pelaksanaan dapat dimulai setelah musim Lebaran usai. Masyarakat akan menjadi terbiasa, sehingga saat musim Lebaran tiba tidak mengagetkan. Hanya cukup menyesuaikan.
*) Djoko Setijowarno adalah akademisi pada Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat
Catatan evaluasi layanan transportasi di Indonesia
Oleh Djoko Setijowarno *) Selasa, 23 April 2024 8:58 WIB