Jakarta (ANTARA) -
Kementerian Agama menyatakan program moderasi beragama yang menjadi salah satu program prioritas mendapat apresiasi dan dikagumi oleh sejumlah negara, salah satunya Ethiopia.
Apresiasi positif itu terpotret dalam gelaran Indonesia-Ethiopia Interfaith Dialogue yang berlangsung di Hawassa, Ethiopia.
"Untuk bisa menyatukan itu Indonesia memiliki lima prinsip hidup harmoni dan menjadi dasar negara yaitu Pancasila. Indonesia juga memiliki semboyan bangsa, yakni Bhinneka Tunggal Ika yang bermakna Bersatu Dalam Perbedaan," kata Kepala Balitbang Diklat Kemenag Amien Suyitno dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Kegiatan yang digelar oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Addis Ababa dan Kementerian Agama RI ini menghadirkan para pimpinan pemerintah dan tokoh-tokoh agama, akademisi, pimpinan adat, dan aktivis di negeri tertua di dunia tersebut.
Di depan para peserta dialog, Suyitno mengatakan lewat Moderasi Beragama, Indonesia dinilai berhasil menjaga persatuan bangsa di tengah keragaman agama dan keyakinan penduduknya.
Setiap perbedaan yang ada tidak menjadi alasan untuk saling memusuhi satu dengan yang lain. Dengan cara pandang, sikap, dan perilaku beragama secara moderat, semua penduduk justru bisa bersatu dalam bingkai persaudaraan dan kebersamaan.
"Prinsip dan semboyan bangsa ini bisa jadi model dalam merajut persatuan bagi dunia termasuk di Ethiopia," kata dia.
Suyitno meyakini Ethiopia sebagai negara besar dengan penduduk yang beragam juga memiliki dasar-dasar yang disepakati. Agar terwujud hidup yang damai dan harmoni, konsensus bersama tersebut harus dijunjung tinggi dengan mengedepankan sikap saling memahami dan menghormati di antara pemeluk agama.
"Maka kuncinya adalah dialog, dialog, dan dialog. Dialog menjadi penting karena menempatkan posisi yang sama, bisa saling mendengar, memahami dan bertoleransi," kata dia.
Commisioner Ethiopian National Dialogue Commision (ENDC) Ambaye Agato menyambut baik adanya dialog antarpemeluk agama yang melibatkan tokoh-tokoh dari dua negara ini.
Menurutnya, Ethiopia juga memiliki masalah kompleks yang dipicu soal politik, agama, budaya maupun ekonomi. Untuk mewujudkan kehidupan di Ethiopia yang kian harmonis, dalam dua tahun terakhir ENDC aktif melakukan studi banding dan dialog ke berbagai negara seperti Eropa.
"Dialog ini menjadi penting karena kita bisa saling mengetahui seperti yang dilakukan Indonesia dan merumuskan penyelesaian konflik yang berbasis data dan riset," katanya.