Padang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) terus menggencarkan upaya melindungi ekosistem laut terutama dari praktik penangkapan ilegal seperti pukat harimau.
"Pukat harimau dari luar daerah tidak hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga menyengsarakan nelayan lokal," kata Wakil Gubernur Provinsi Sumbar Vasko Ruseimy di Padang, Rabu.
Hal tersebut disampaikan Vasko menanggapi keluhan dan laporan dari nelayan di Nagari Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumbar.
Pemerintah, sambung dia, secara berkala mengadakan patroli laut terutama di perbatasan Sumbar-Sumatera Utara (Sumut) untuk menyelamatkan ekosistem laut, sekaligus keberlangsungan mata pencaharian nelayan lokal.
Terakhir, Pemerintah Provinsi Sumbar bersama Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Sumbar, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan nelayan tradisional Air Bangis melakukan patroli pada 12 Mei 2025.
Pada Senin (26/5) tim gabungan berhasil menangkap kapal KM Dirga asal Sibolga, Provinsi Sumut beserta 12 awak kapal yang melebihi izin Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Dari penangkapan itu petugas mendapatkan barang bukti berupa alat tangkap trawl serta hasil tangkapan sekitar 2,5 ton ikan.
"Para pelaku langsung dibawa petugas ke Subdit Gakkum Ditpolairud Polda Sumbar untuk dimintai keterangan," ujarnya.
Dari tinjauan lapangan ditemukan kerusakan parah terumbu karang di sekitar penangkapan kapal KM Dirga. Bahkan, bunga-bunga karang yang belum berkembang dalam kondisi hancur.
"Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga pelanggaran terhadap keberlanjutan laut Sumbar," tegas dia.
Sementara itu, Direktur Kepolisian Perairan dan Udara (Dirpolairud) Polda Sumbar Kombes Polisi Masdianto mengatakan saat ini proses pemeriksaan terhadap awak kapal KM Dirga masih berjalan.
"Proses pemeriksaan sedang berjalan dan penetapan tersangka akan dilakukan dalam waktu dekat," kata Kombes Polisi Masdianto.
