Jakarta (ANTARA Kalbar)- Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) menyebutkan bahwa serbuk sabut kelapa (coco peat) bisa dijadikan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik sehingga dapat menghemat anggaran subsidi untuk pupuk.

"Siapa pun tahu, harga coco peat ini sangat murah dan sangat baik untuk pertumbuhan tanaman, baik sebagai media tanam maupun sebagai pupuk penyubur tanah. Coco peat memiliki sifat mudah menyerap dan menyimpan air, sehingga tanah tetap lembab dan gembur," ungkap Ketua Umum AISKI, Efli Ramli, di Jakarta, Senin.

Kandungan "trichoderma molds" atau sejenis enzim dari jamur, dapat mengurangi penyakit dalam tanah dan menjaga tanah tetap gembur dan subur. Di dalam coco peat juga terkandung unsur-unsur hara dari alam yang sangat dibutuhkan tanaman, berupa Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kalium (K), Natrium (Na) dan Fospor (P).

Efli yang didampingi Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan AISKI, Ady Indra Pawennari menyampaikan hal itu menanggapi permintaan penambahan alokasi anggaran subsidi pupuk oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2013 akibat kenaikan harga bahan baku pupuk.

Data Kementerian Pertanian menyebutkan, anggaran subsidi pupuk sebesar Rp15,9 triliun yang telah disiapkan Menteri Keuangan dalam RAPBN 2013 tidak dapat memenuhi kebutuhan pupuk hingga akhir tahun.

Berdasarkan HET tahun 2012, alokasi anggaran tersebut hanya bisa memenuhi kebutuhan pupuk sebanyak 7,06 juta ton. Padahal, kebutuhan pupuk tahun depan sebanyak 9,1 juta ton atau hampir sama dengan kebutuhan pupuk pada tahun ini.

Sementara itu, berdasarkan usulan dari daerah, total kebutuhan pupuk pada 2013 adalah 13,5 juta ton yang terdiri dari pupuk urea sebesar 5,871 juta ton, pupuk NPK 3,015 juta ton, SP-36 sebanyak 1,611 juta ton, pupuk ZA 1,412 juta ton dan pupuk organik 1,594 juta ton.

Efli berharap, penggunaan coco peat sebagai bahan baku pupuk organik bersubsidi dapat memberi nilai tambah bagi industri sabut kelapa nasional dan petani kelapa di daerah. Selama ini, coco peat yang merupakan hasil samping dari pengolahan serat sabut kelapa belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan alternatif.

Bahkan, di beberapa industri sabut kelapa menjadikan coco peat sebagai limbah yang harus dimusnahkan secara rutin.

"Coco peat ini juga sangat baik digunakan di lahan persawahan tadah hujan karena sifatnya yang dapat menghambat kehilangan air karena penguapan. Ini sudah diujicoba di lahan persawahan di Lampung," tambahnya.

Berdasarkan catatan AISKI, Indonesai sebagai penghasil buah kelapa terbesar di dunia dengan produksi yang mencapai 15 miliar butir per tahun, belum banyak memanfaatkan sabut kelapanya sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi. Secara nasional, Indonesia baru dapat mengolah sabut kelapanya sekitar 480 juta butir atau 3,2 persen per tahun.

Setiap butir sabut kelapa rata-rata menghasilkan serat sabut kelapa atau dalam perdagangan internasional disebut coco fiber sebanyak 0,15 kilogram dan serbuk sabut kelapa atau coco peat sebanyak 0,39 kilogram. Dengan demikian, Indonesia berpotensi menghasilkan coco peat sebagai bahan baku pupuk organik sebanyak 5,8 juta ton per tahun.

(I025)

Pewarta:

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012