Jakarta (ANTARA Kalbar) -  Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama Anggito Abimanyu menyesalkan pernyataan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebut instansi yang dipimpinnya telah melakukan transaksi keuangan ilegal. Pernyataan PPATK tersebut mengganggu kepercayaan publik atau calon jemaah haji yang akan melakukan ibadah rukun kelima.

"Pernyataan tersebut perlu diluruskan, karena bisa mengganggu kepercayaan publik", kata Anggito kepada pers di Jakarta, Kamis, menanggapi pernyataan PPATK.

Saat menyampaikan pernyataan tersebut ia didampingi sejumlah pejabat antara lain Direktur Pelayanan Haji Sri Ilham Lubis, Direktur Pembinaan Haji Ahmad Kartono, Direktur Pengelolaan Dana Haji Mahya Bandar dan Setditjen PHU Cepi Supriatna.

 Anggito mengatakan, pernyataan PPATK pada Rabu 2 Januari 2013, yang  menggelar konferensi pers di kantornya mengungkapkan bahwa PPATK sedang melakukan audit terhadap Penyelenggaraan Ibadah Haji yang dikelola Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Kementerian Agama.

Namun, kata Anggito, hingga kini PPATK belum pernah menyampaikan keinginan tersebut dan belum pernah melakukan pembicaraan apa pun juga dengan Kemenag, khususnya Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (DJPHU) sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ibadah haji.

"Meskipun demikian, kemarin PPATK sudah memberikan kesimpulan bahwa pengelolaan dana haji tidak profesional dan tidak transparan," katanya.

Bersama ini DJPHU menyampaikan tanggapan selengkapnya terhadap pernyataan Kepala PPATK sebagai berikut:
 
1. "Dana penyelenggaraan Haji yang dikumpulkan dari Ongkos Naik Haji jamaah setiap tahunnya mencapai Rp80 triliun. Dari dana sebesar itu, PPATK mencatat bunga sebesar Rp2,3 triliun. "Bunga sebesar itu bisa dibelikan apartemen ini," Menurut Kepala PPATK Yusuf, "salah satu kejanggalan tersebut yakni tempat pemondokan bagi jamaah haji asal Indonesia yang jaraknya selalu jauh dari Masjidil Haram".

Tanggapan:
"Outstanding" dana setoran awal BPIH hingga posisi 19 Desember 2012 adalah berjumlah Rp48,7 triliun, termasuk nilai manfaat (bunga, bagi hasil dan Imbal hasil) sebesar Rp2,3 triliun. Hasil efisiensi dari operasional penyelenggaraan Ibadah Haji setiap tahun di masukkan ke rekening DAU. Hingga hari ini akumulasi DAU berjumlah Rp2,2 triliun.

Nilai manfaat dana setoran awal dialokasikan untuk mengurangi BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) untuk biaya pemondokan Mekkah, Madinah, Jeddah, General Service Fee (pelayanan umum di Saudi Arabia), katering dan transportasi di Arab Saudi, dan biaya tidak langsung (indirect) seperti pengurusan paspor, pelayanan embarkasi, bimbingan, buku manasik, asuransi, operasional haji dalam dan luar negeri lainnya.

Ketentuan mengenai hal ini telah terkandung dalam Peraturan Menteri Agama nomor 160 tahun 2012 mengenai sumber pembiayaan dan komponen BPIH regular.

Nilai manfaat tidak dapat dimanfaatkan untuk membeli perumahan di Mekkah atau Madinah. Pemerintah Saudi Arabia tidak memperbolehkan adanya kepemilikan asing pada aset/properti mereka seperti perumahan. Yang dapat dilakukan adalah melakukan penyewaan perumahan jangka panjang, dan pada saat ini kita sedang menjajagi hal tersebut.

Pada tahun 2011 dan 2012 jarak pemondokan Mekkah dari dan ke Masjidil Haram telah relatif dekat, yakni maks 2,5 km menurun dari tahun 2008 (11 km), 2009 (7 km), 2010 (4 km).

2. Di antara beberapa penyimpangan yang dilakukan dalam penyelenggaraan haji adalah terkait penukaran valuta asing oleh Kementerian Agama. Menurut Yusuf, ada oknum yang diperintahkan Kemenag untuk membeli valas dalam jumlah besar.  "Kenapa kok orang ini terus. Terus waktu beli valasnya kapan? Jangan-jangan beli valasnya lebih murah. Kan ada seperti itu,"  kata Yusuf.

Tanggapan:
Penukaran valuta asing di lakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan "living cost" (Biaya hidup) selama di Arab Saudi, khususnya di Mekkah. Pengadaan valuta asing tersebut dilakukan oleh BPS (bank penyimpan setoran) devisa dengan metoda pelelangan terbatas dengan prinsip efisiensi dan beban jemaah.

Penyaluran living cost dilakukan di embarkasi dilaksanakan oleh PPIH embarkasi dan pihak perbankan (BPS) pemenang pengadaan. Pengadaan valas untuk living cost tidak dilakukan oleh oknum kemenag. Kami meminta PPATK untuk menjelaskan oknum atau orang kemenag yang diduga terlibat dalam pengadaan valas dimaksud.

3. Selain itu, dalam pelaksanaan juga ada uang dalam jumlah rupiah yang seharusnya digunakan untuk penyelenggaraan ibadah Haji, tetapi digunakan untuk merehabilitasi kantor dan membeli kendaraan operasional. "Kenapa bukan uang dari Kementerian? Hal seperti ini yang perlu didalami," ujar dia.

Tanggapan:
Pengadaan dana untuk rehabilitasi kantor dan membeli kendaraan operasional dilakukan pada tahun 2009 dan 2011 dengan sumber dana dari BPIH atas persetujuan DPR. Pembiayaan ini dilakukan dengan alasan dana APBN tahun bersangkutan tidak mencukupi sementara terdapat kebutuhan operasional di Arab Saudi yang sangat mendesak. Mulai tahun 2012 pembiayaan tersebut telah dialihkan dengan sumber dana dari APBN DIPA Kementerian Agama.

4. PPATK juga menyoroti bank yang dipilih  untuk menyimpanan ONH jamaah. Bank yang dipilih untuk menyimpan ONH itu seharusnya dijelaskan, sebab hal itu berpengaruh dalam besaran bunga ONH. "Kami tidak melihat parameter bank itu. Kami minta standarisasi, kenapa misalnya pilih bank X bukan Y," kata dia.

Tanggapan:
Prinsip pemilihan bank penyimpan setoran awal dan lunas (BPS) dilakukan oleh Jamaah sendiri. Setelah proses tersebut, dana disetorkan ke rekening Menteri Agama di bank tersebut. DJPHU tidak melakukan intervensi terhadap pemilihan bank BPS, namun demikian proses memperoleh nilai manfaat (pemindahan dari rekening Giro ke Deposito) di Bank yang bersangkutan dilakukan berdasarkan ketentuan LPS, maksimisasi return dan praktek perbankan yang lazim.

Parameter kinerja perbankan BPS telah dituangkan dalam KMA Penunjukan Bank sebagai BPS BPIH. Saat ini PMA mengenai ketentuan BPS sedang dalam proses finalisasi.

Kami menyambut setiap temuan, kritikan dan masukan dari berbagai pihak, termasuk PPATK dalam rangka perbaikan penyelenggaraan ibadah haji kedepan yang lebih baik. PPATK adalah lembaga independen di bidang informasi intelijen keuangan yang berperan aktif dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi pencucian uang.

PPATK adalah lembaga yang terpandang dan menjadi referensi bagi masyarakat terkait adanya indikasi korupsi.

Sehubungan dengan penyampaian adanya kejanggalan atas transaksi keuangan ibadah haji, kami perlu menjelaskan bahwa hal tersebut masih perlu dikaji lebih mendalam, untuk itu kami berharap agar PPATK dapat bekerja sama dengan kementerian Agama, khususnya DJPHU.

DJPHU berkomitmen untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Apabila ditemukan pejabat dan staf yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang haji, kami tidak segan untuk melakukan tindakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(e001)

Pewarta:

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013