Jakarta (ANTARA Kalbar) - Pecahan Rp100 ribu yang saat ini berlaku di Tanah Air menempati posisi kedua terbesar pecahan mata uang yang dimiliki negara-negara ASEAN setelah mata uang Dong (Vietnam) dengan denominasi terbesar 500 ribu.

"Rupiah ada di posisi kedua terbesar angkanya setelah Dong, karena itu ke depan kebutuhan penyederhanaan mata uang diperkirakan akan terus mendesak," kata Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution dalam acara Kick Off Konsultasi Publik Perubahan Harga Rupiah, Redenominasi Bukan Sanering, di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, denominasi besar membuat rupiah dipersepsikan bernilai sangat rendah.

Setelah Vietnam dan Indonesia di posisi pertama dan kedua denominasi terbesar, di posisi selanjutnya yakni Laos (Kip) 50 ribu, Kamboja (Riel) 10 ribu, Myanmar (Kyat) 5 ribu, Filiphina (Peso) 1 ribu, Thailand (Baht) 1 ribu, Malaysia (Ringgit) 100, Brunei (Dollar) 10 ribu dan Singapura (Dollar) 10 ribu.

Sementara dari sisi nilai tukar, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah tidak mencerminkan kondisi fundamental ekonomi yang baik. Nilai tukar rupiah, menurut Darmin terlalu rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang produk domestik bruto (PDB)-nya jauh lebih kecil dari Indonesia.

Sebagai perbandingan nilai tukar per 21 Januari 2013 untuk USD/IDR sebesar Rp9.788, USD/MYR (Malaysian Ringgit) sebesar 3,05 MYR, USD/PHP (Philipines Peso) 41,92 PHP, USD/SGD (Singapore Dollar) 1,23 SGD dan USD/THB (Thailand Baht) sebesar 30,52 THB.

Kebutuhan penyederhanaan atau redenominasi akan terus meningkat terutama didasarkan pertimbangan peningkatan efisiensi. Dengan redenominasi, jumlah digit rupiah menjadi lebih sederhana sehingga akan terjadi peningkatan efisiensi di sektor keuangan dan sektor riil.

(a064)

Pewarta:

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013