Jakarta (Antara Kalbar) - Redenominasi rupiah masih memerlukan jalan panjang dan waktu lama sebelum diterapkan, kata Direktur Eksekutif Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral Bank Indonesia Iskandar Simorangkir.
"Saat ini rancangan undang-undangnya saja belum disampaikan di DPR. Setelah disetujui DPR pun masih perlu waktu dua tahun hingga tiga tahun untuk diberlakukan. Jadi, tidak betul bila ada rumor yang menyebutkan redenominasi diberlakukan pada 2013," kata Iskandar Simorangkir di Jakarta, Selasa.
Iskandar mengatakan redenominasi nilai rupiah sudah mendesak dilakukan karena nilai nominal mata uang Indonesia saat ini sudah cukup besar bila dibandingkan negara lain.
Manfaat redenominasi, kata Iskandar, adalah efisiensi perekonomian, meningkatkan kebanggaan terhadap rupiah di mata mata uang lainnya dan mengatasi kendala teknis akibat semakin banyaknya digit angka.
"Redenominasi bukanlah sanering menurunkan daya beli masyarakat karena nilai uang dipotong sementara harga-harga tetap. Redenominasi adalah penyederhanaan jumlah digit pada pecahan uang tanpa mengurangi daya beli uang itu," tuturnya.
Meskipun mendesak untuk dilakukan, tetapi Iskandar mengatakan BI dan pemerintah memerlukan perencanaan sebelum memberlakukan redenominasi. Menurut dia, ada empat penentu keberhasilan redenominasi yang harus dipenuhi pemerintah dan BI.
Pertama, dukungan kuat dari seluruh lapisan masyarakat terutama pemerintah, parlemen dan pelaku usaha. Iskandar mengatakan negara-negara yang gagal melakukan redenominasi salah satunya disebabkan kurangnya dukungan masyarakat.
"Kedua, redenominasi harus memiliki landasan hukum yang kuat dalam bentuk undang-undang yang secara tegas mengatur hal itu. Pada 1965 Indonesia pernah melakukan redenominasi tetapi gagal karena hanya melalui peraturan presiden selain disebabkan defisit fiskal yang tinggi," katanya.
Ketiga, redenominasi dilakukan di waktu yang tepat, yaitu kondisi makroekonomi yang stabil dan sosial politik yang kondusif. Secara makroekonomi, Iskandar mengatakan Indonesia saat ini siap melakukan redenominasi.
Terakhir adalah masa transisi yang cukup dan sosialisasi intensif kepada masyarakat agar tidak terjadi kenaikan harga berlebihan akibat tindakan pelaku usaha yang memanfaatkan struktur pasar oligopolistik pada beberapa barang kebutuhan pokok.
"Masa transisi dan sosialisasi juga untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa redenominasi bukanlah program sanering sebagaimana yang dilakukan pemerintah pada 1959," ujarnya.
Iskandar Simorangkir menjadi salah satu pembicara pada Seminar "Siapkah Indonesia Menghadapi Redenominasi?" yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Program Studi Akuntansi Institut Perbanas di Auditorium Perbanas, Jakarta.
Selain Iskandar, pembicara lainnya adalah Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti dan pakar ekonomi Universitas Indonesia Jakarta Telisa Aulia Falianty.
BI: Jalan Redenominasi Masih Panjang
Selasa, 7 Mei 2013 21:27 WIB