Jakarta (Antara Kalbar) - Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) yang sedang digodok di DPR dinilai dapat membekukan lembaga amil zakat (LAZ) bila RUU tersebut akan benar-benar diterapkan.
"LAZ bisa sewaktu-waktu dapat dibekukan menurut kaidah RUU Ormas," kata Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, ancaman pembekuan tersebut dapat terjadi karena dalam UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat mengharuskan LAZ terdaftar sebagai ormas dan berbentuk badan hukum.
Sedangkan RUU Ormas, lanjutnya, mengatur tentang sanksi pembekuan atau penghentian sementara ormas termasuk mereka yang sebenarnya telah berbadan hukum.
Ia juga mengemukakan, RUU Ormas dinilai semakin "ganas dan berbahaya" antara lain dalam Pasal 11 RUU Ormas mengkategorikan badan hukum yayasan (termasuk yang bergerak di lembaga pendidikan, sosial, rumah sakit, dan yatim piatu) dan badan hukum perkumpulan sebagai Ormas.
"Akibatnya posisi mereka terseret ke ranah politik di bawah pembinaan dan pengawasan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri," kata Ronald Rofiandri.
Sementara itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan RUU Ormas mengandung kerancuan nalar sehingga pembahasan aturan itu harus segera dihentikan.
"Kami menilai RUU Ormas mengandung kerancuan nalar. Muhammadiyah mendesak DPR menghentikan seluruh proses pembuatan Undang-Undang Ormas karena berpotensi menimbulkan kegaduhan dan instabilitas politik," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin di sela konferensi pers di Gedung PP Muhammadiyah, Cikini, Jakarta, Kamis (28/3).
Din menjelaskan bahwa sejumlah pasal yang mengandung kerancuan nalar dan multitafsir, antara lain, Pasal 1 mengenai batasan ormas, hanya mengatur ormas yang didirikan sukarela oleh warga negara Indonesia dan ormas asing bersifat nirlaba yang didirikan warga asing dan melakukan kegiatan di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"LAZ bisa sewaktu-waktu dapat dibekukan menurut kaidah RUU Ormas," kata Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, ancaman pembekuan tersebut dapat terjadi karena dalam UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat mengharuskan LAZ terdaftar sebagai ormas dan berbentuk badan hukum.
Sedangkan RUU Ormas, lanjutnya, mengatur tentang sanksi pembekuan atau penghentian sementara ormas termasuk mereka yang sebenarnya telah berbadan hukum.
Ia juga mengemukakan, RUU Ormas dinilai semakin "ganas dan berbahaya" antara lain dalam Pasal 11 RUU Ormas mengkategorikan badan hukum yayasan (termasuk yang bergerak di lembaga pendidikan, sosial, rumah sakit, dan yatim piatu) dan badan hukum perkumpulan sebagai Ormas.
"Akibatnya posisi mereka terseret ke ranah politik di bawah pembinaan dan pengawasan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri," kata Ronald Rofiandri.
Sementara itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan RUU Ormas mengandung kerancuan nalar sehingga pembahasan aturan itu harus segera dihentikan.
"Kami menilai RUU Ormas mengandung kerancuan nalar. Muhammadiyah mendesak DPR menghentikan seluruh proses pembuatan Undang-Undang Ormas karena berpotensi menimbulkan kegaduhan dan instabilitas politik," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin di sela konferensi pers di Gedung PP Muhammadiyah, Cikini, Jakarta, Kamis (28/3).
Din menjelaskan bahwa sejumlah pasal yang mengandung kerancuan nalar dan multitafsir, antara lain, Pasal 1 mengenai batasan ormas, hanya mengatur ormas yang didirikan sukarela oleh warga negara Indonesia dan ormas asing bersifat nirlaba yang didirikan warga asing dan melakukan kegiatan di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013