Pontianak (Antara Kalbar) - Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura, Prof Dr Eddy Suratman mengusulkan perluasan peran Bank Indonesia agar pengendalian inflasi di daerah lebih efektif.

"Agar kapasitas BI tidak mubazir jika hanya diarahkan untuk satu tugas saja yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah," kata Eddy Suratman di Pontianak, Jumat.

Menurut dia, dalam revisi Undang-Undang BI perlu dipertimbangkan untuk menambah tugas dengan kewenangan yang sangat terbatas memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah guna mempercepat pembangunan infrastruktur.

Ia melanjutkan, kewenangan terbatas tersebut hanya dilakukan dalam batasan jumlah tertentu.

"Di daerah tertentu yang sangat tertinggal tetapi pengelolaan keuangannya baik," ujar dia.

Rekomendasi terhadap kualitas pengelolaan keuangan itu dikeluarkan dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Kementerian Keuangan.

"Mendapat persetujuan DPR, dan lain-lain batasan. Ini bisa diatur secara rinci," kata Eddy Suratman.

Ia mengakui, sebagian besar negara maju, bank sentral-nya tidak dibolehkan memberi pinjaman ke pemerintah.

"Tetapi, ada negara yang memberi kewenangan itu dengan sangat terbatas, seperti Afrika Selatan, India, Jepang dan Korea Selatan," kata dia.

Ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi Kalbar selalu lebih rendah dan angka inflasi selalu lebih tinggi dibanding nasional.

"Artinya, pendapatan penduduk Kalbar meningkat lebih rendah dari peningkatan pendapatan rata-rata penduduk Indonesia. Dan sebaliknya, beban pengeluaran penduduk Kalbar meningkat lebih tinggi," ungkap Eddy Suratman.

Hal itu karena keterbatasan infrastruktur seperti pelabuhan, bandara, jalan dan listrik.

Kondisi itu diperparah karena anggaran yang sangat terbatas karena perhitungan pembangunan dana transfer terlalu bias ke variabel jumlah penduduk.

Selain itu, infrastruktur Jawa dan Sumatra yang jauh lebih baik selalu mampu menarik sumber daya. Kemudian, kebijakan pemerintah yang selalu melihat semua daerah "homogen" juga seringkali didasarkan pada asumsi normal untuk mengatasi keadaan yang tidak normal.

Terbatasnya infrastruktur di pengangkutan membuat biaya angkut antarpulau terus meningkat. "Lebih murah biaya angkut jeruk dari China ke Jakarta, dibanding dari Pontianak ke Jakarta," kata Eddy Suratman.

Pewarta: Teguh Imam Wibowo

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013