Jakarta (Antara Kalbar) - Kolaborasi pemangku kepentingan menyiapkan Desa Betahwalang di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, menjadi kawasan konservasi untuk komoditas rajungan (Portunus pelagicus).
"Dalam kaitan itu, akhir Desember 2013 akan dipromosikan berdirinya Lembaga Pengelolaan Perikanan Rajungan Lestari (LP2RL) di Desa Betahwalang, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah," kata Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) Arie Prabawa kepada Antara di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan bahwa APRI secara kolaboratif bersama Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (FPIK-Undip) dan Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang di bawah Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama para nelayan telah sepakat untuk ditetapkan daerah yang terlarang bagi penangkapan rajungan (Rajungan Protected Area/RPA).
Selain itu, kata dia, juga diadakan kesepakatan untuk tidak menggunakan alat tangkap merusak lingkungan (trawl/arad) dan menggantinya dengan alat yang ramah lingkungan yang dikenal dengan "bubu".
Menurut dia, semua upaya itu merupakan salah satu program pengelolaan sumber daya rajungan berkelanjutan di Desa Betahwalang.
"Kami harapkan LP2RL menjadi lembaga konservasi rajungan guna menjaga kesinambungan terjaganya sumber daya rajungan akibat penangkapan berlebihan," kata Arie Prabawa.
Merujuk pada informasi dari Koordinator Tim FPIK Undip Sri Redjeki, dia menjelaskan bahwa para nelayan--sebagai salah satu pihak--yang terlibat dalam kerja kolaborasi itu sepakat untuk menjaga stok rajungan secara berkelanjutan.
Oleh karena itu, kata dia, di antara titik kesepakatan antarpihak adalah disadari sepenuhnya Desa Betahwalang merupakan penghasil rajungan terbesar di Indonesia.
Sumber daya perikanan rajungan merupakan hasil tangkapan utama dan merupakan sumber penghasilan nelayan Desa Betahwalang. Namun, rajungan yang tertangkap di Perairan Desa Betahwalang dan sekitarnya sudah mencampai fase kritis. Saat ini sudah sangat jarang rajungan yang tertangkap berukuran lebih besar dari 8 cm.
Dalam siklus hidupnya rajungan sangat memerlukan daerah yang terlindung sebagai tempat bertelur dan tumbuh sehingga masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam pengelolaan sumber daya perikanan rajungan.
Atas kesadaran tersebut, semua pihak terkait sepakat--tanpa paksaan dari pihak mana pun--untuk menetapkan daerah perlindungan rajungan (RPA) itu, dan tidak melakukan penangkapan di wilayah yang telah disepakati.
Pada bulan Desember 2013, APRI bersama Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Payau (BBPBAP) Jepara, FPIK-Undip dan mitra nelayan rajungan menebar 100.000 benih rajungan di Pulau Panjang, Kabupaten Jepara, Jateng.
Kegiatan itu dalam rangka "Fishery Improvement Project" (FIP) untuk "re-stocking" rajungan.
Rajungan sebagai salah satu komoditas perikanan yang penting bagi sebagian masyarakat dan nelayan Indonesia, hingga tahun 2011 telah menghasilkan devisa sebesar 268 juta dolar AS (Rp2,47 triliun) atau berada di urutan ketiga setelah tuna dan udang.
Tidak kurang dari 65.000 nelayan kecil terlibat dalam penangkapan rajungan di Indonesia, dan lebih dari 13.000 tenaga pengupas rajungan yang mayoritas perempuan dan keluarga nelayan bekerja di industri pengolahan komoditas ini.
Menyadari pentingnya kelestarian usaha pengelolaan rajungan bagi sebagian masyarakat Indonesia itu, APRI menjalin kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mengupayakan perbaikan pengelolaan perikanan rajungan menuju lestari dan berkelanjutan dalam sebuah kegiatan FIP.
Pada FIP, pemangku kepentingan yang bekerja sama, termasuk dari unsur pemerintah, perguruan tinggi, LSM, masyarakat nelayan, ilmuwan mancanegara, untuk mengadakan berbagai kegiatan terkait.
(D. Kliwantoro)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
"Dalam kaitan itu, akhir Desember 2013 akan dipromosikan berdirinya Lembaga Pengelolaan Perikanan Rajungan Lestari (LP2RL) di Desa Betahwalang, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah," kata Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) Arie Prabawa kepada Antara di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan bahwa APRI secara kolaboratif bersama Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (FPIK-Undip) dan Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang di bawah Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama para nelayan telah sepakat untuk ditetapkan daerah yang terlarang bagi penangkapan rajungan (Rajungan Protected Area/RPA).
Selain itu, kata dia, juga diadakan kesepakatan untuk tidak menggunakan alat tangkap merusak lingkungan (trawl/arad) dan menggantinya dengan alat yang ramah lingkungan yang dikenal dengan "bubu".
Menurut dia, semua upaya itu merupakan salah satu program pengelolaan sumber daya rajungan berkelanjutan di Desa Betahwalang.
"Kami harapkan LP2RL menjadi lembaga konservasi rajungan guna menjaga kesinambungan terjaganya sumber daya rajungan akibat penangkapan berlebihan," kata Arie Prabawa.
Merujuk pada informasi dari Koordinator Tim FPIK Undip Sri Redjeki, dia menjelaskan bahwa para nelayan--sebagai salah satu pihak--yang terlibat dalam kerja kolaborasi itu sepakat untuk menjaga stok rajungan secara berkelanjutan.
Oleh karena itu, kata dia, di antara titik kesepakatan antarpihak adalah disadari sepenuhnya Desa Betahwalang merupakan penghasil rajungan terbesar di Indonesia.
Sumber daya perikanan rajungan merupakan hasil tangkapan utama dan merupakan sumber penghasilan nelayan Desa Betahwalang. Namun, rajungan yang tertangkap di Perairan Desa Betahwalang dan sekitarnya sudah mencampai fase kritis. Saat ini sudah sangat jarang rajungan yang tertangkap berukuran lebih besar dari 8 cm.
Dalam siklus hidupnya rajungan sangat memerlukan daerah yang terlindung sebagai tempat bertelur dan tumbuh sehingga masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam pengelolaan sumber daya perikanan rajungan.
Atas kesadaran tersebut, semua pihak terkait sepakat--tanpa paksaan dari pihak mana pun--untuk menetapkan daerah perlindungan rajungan (RPA) itu, dan tidak melakukan penangkapan di wilayah yang telah disepakati.
Pada bulan Desember 2013, APRI bersama Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Payau (BBPBAP) Jepara, FPIK-Undip dan mitra nelayan rajungan menebar 100.000 benih rajungan di Pulau Panjang, Kabupaten Jepara, Jateng.
Kegiatan itu dalam rangka "Fishery Improvement Project" (FIP) untuk "re-stocking" rajungan.
Rajungan sebagai salah satu komoditas perikanan yang penting bagi sebagian masyarakat dan nelayan Indonesia, hingga tahun 2011 telah menghasilkan devisa sebesar 268 juta dolar AS (Rp2,47 triliun) atau berada di urutan ketiga setelah tuna dan udang.
Tidak kurang dari 65.000 nelayan kecil terlibat dalam penangkapan rajungan di Indonesia, dan lebih dari 13.000 tenaga pengupas rajungan yang mayoritas perempuan dan keluarga nelayan bekerja di industri pengolahan komoditas ini.
Menyadari pentingnya kelestarian usaha pengelolaan rajungan bagi sebagian masyarakat Indonesia itu, APRI menjalin kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mengupayakan perbaikan pengelolaan perikanan rajungan menuju lestari dan berkelanjutan dalam sebuah kegiatan FIP.
Pada FIP, pemangku kepentingan yang bekerja sama, termasuk dari unsur pemerintah, perguruan tinggi, LSM, masyarakat nelayan, ilmuwan mancanegara, untuk mengadakan berbagai kegiatan terkait.
(D. Kliwantoro)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013