Kendari (Antara Kalbar) - Provinsi Sulawesi Tenggara siap dijadikan proyek percontohan pengelolaan rajungan (Portunus pelagicus) yang dikelola secara lestari, kata Bambang Arif Nugraha dari Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia.
"Kami berterima kasih kepada semua pihak yang turut mendukung tercapainya kegiatan pengambilan data rajungan di Sulawesi Tenggara, khususnya di wilayah Selat Tiworo sebagai 'pilot project'," katanya mewakili Ketua Umum APRI di Kendari, Sultra, Senin.
Pada lokakarya dan sosialisasi "Harvest Control Rule" (pengaturan pemanfaatan) yang digagas APRI, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Indonesia Marine And Climate Support (IMACS) Project-Badan Bantuan Pembangunan Internasional Amerika (USAID), ia menegaskan dengan adanya data awal mengenai biologi rajungan sangat penting bagi pengelolaan rajungan di masa depan.
"Diharapkan menjadi 'starting point' dan masukan bagi pemangku kepentingan di Sultra untuk menentukan 'harvest strategy' dan 'harvest control rules' untuk kelestarian perikanan rajungan," katanya menegaskan.
Dalam kegiatan yang juga dihadiri Komite Pengelolaan Data Rajungan Kendari itu, dikemukakan bahwa rajungan adalah salah satu komoditi perikanan yang penting bagi sebagian masyarakat dan nelayan di Indonesia.
Kegiatan pemanfaatan rajungan secara komersial telah berkembang sangat pesat selama 10-15 tahun terakhir.
"Dan berada peringkat ketiga dari dari produk ekspor perikanan di Indonesia, yang nilainya melebihi Rp3,2 triliun pada tahun 2013 dalam skala nasional," katanya.
Sementara itu, dalam skala global, kata Bambang Arif Nugraha, rajungan Indonesia menempati tertinggi volumenya, yakni melebihi 50 persen pada 2013.
Ia menambahkan tidak kurang dari 100 ribu nelayan kecil terlibat dalam penangkapan rajungan di seluruh Indonesia, dan ratusan ribu tenaga pengupas rajungan yang mayoritas wanita dan keluarga nelayan, bekerja di industri pengolahan rajungan.
Menyadari pentingnya kelestarian usaha pengelolaan rajungan bagi sebagian masyarakat Indonesia, industri-industri pengelolaan rajungan yang tergabung dalam APRI menjalin kerja sama dengan berbagai pihak pemangku kepentingan untuk mengupayakan perbaikan pengelolaan perikanan rajungan yang menuju lestari dan berkelanjutan.
Pengelolaan perikanan, katanya, tidak luput dari pentingnya ketersediaan data.
Data mengenai stok status rajungan sangatlah penting dan diperlukan untuk merumuskan strategi pengelolaan rajungan, sebagaimana dimandatkan oleh peraturan yang berlaku di wilayah hukum Indonesia.
Sementara itu, Andrew Harvey dari IMACS Project-USAID berharap bahwa dengan kerja sama yang ada ke depan rajungan di Sultra adalah komoditas perikanan yang sudah dikelola dengan baik dan lestari.
"Mari kita diskusikan dan rumuskan bersma, yang tujuannya tidak hanya untuk keberlanjutan stok (rajungan), tapi pengelolan bersama sampai menuju pada sertifikat Marine Stewardship Council (MSC)," katanya.
Sementara itu, Christo Hutabarat dari Sustainable Fisheries Partnership (SFP), LSM internasional yang menjadi mitra APRI menyampaikan bahwa pengelolaan rajungan secara lestari itu menjadi kepentingan bersama para pemangku kepentingan, termasuk pembeli.
"Semua sama-sama berkepentingan bahwa dengan menurunnya stok akan 'menghancurkan' bisnis mereka, sehingga butuh kesadaran bersama untuk dapat dikelola secara lestari dan berkelanjutan itu," katanya.
Sedangkan Kasie Tata Kelola Sumber Daya Ikan Laut Teritorial KKP Wiwik Wulandari menyatakan bahwa dibutuhkan rencana strategis, di antaranya kampanye penyadaran, seperti melalui pendidikan bahwa tidak boleh menangkap rajungan yang sedang bertelur.
Di samping itu, juga butuh perangkat tambahan Rencana Pengelolaan Perikanan rajungan berupa aturan atau kesepakatan untuk tercapainya pemanfaatan rajungan yang berkelanjutan itu.
Di antaranya, adalah kemungkinan pembatasan perizinan baru terhadap perusahaan pengelolaan rajungan, pelarangan terhadap alat tangkap rajungan yang merusak atau tidak ramah lingkungan, dan peraturan ukuran minimum rajungan yang boleh ditangkap.
(A035/N. Yuliastuti)