Surabaya (Antara Kalbar) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta PT Lapindo Brantas segera menyelesaikan kewajibannya yaitu menuntaskan sisa tanggungan kepada korban lumpur Sidoarjo, menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu.
"Saya sudah mengirim surat ke PT Lapindo, meminta mereka segera menyelesaikan tanggungannya ke korban lumpur Sidoarjo di area terdampak. Masalah ini harus segera selesai, kasihan mereka," kata Presiden SBY kepada para pimpinan media massa di Surabaya, Sabtu malam.
MK beberapa waktu lalu mengabulkan uji materi korban semburan lumpur Sidoarjo di area peta terdampak. Menurut MK, pasal 9 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomer 15 Tahun 2012 tentang APBN 2013 bertentangan dengan UUD 1945, sehingga kewajiban untuk membayar menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas, bukan beban APBN.
Tanggung jawab negara adalah untuk memaksakan Lapindo Brantas melalui kekuasaannya agar menyelesaikan ganti rugi terhadap warga korban lumpur Sidoarjo di area terdampak.
Presiden SBY mengakui putusan MK itu memang ada yang sempat menafsirkan bahwa negara yang bertanggung jawab menyelesaikan kewajiban terhadap korban lumpur Sidoarjo itu. "Namun, setelah membaca langsung amar putusan MK dan mengikuti peryataan dari Ketua MK Hamdan Zoelva serta saya telepon langsung beliau, putusan itu artinya negara bertanggung jawab untuk memaksa Lapindo menyelesaikan kewajibannya," katanya.
SBY menjelaskan kewajiban Lapindo Brantas saat ini masih menyisakan tanggungan ganti rugi kepada warga korban area terdampak sekitar Rp700 miliar dan kurang lebih Rp600 miliar yang berupa bisnis (komersial). Sedangkan korban yang di luar area terdampak memang menjadi tanggung jawab negara dan sudah dianggarkan di APBN 2014 sebesar Rp1,3 triliun.
"Saya sebagai Kepala Negara meminta Lapindo untuk segera menyelesaikan kewajibannya. Kalau tidak, negara terpaksa akan membawa ke proses hukum," kata Presiden menambahkan.
Presiden pada kesempatan itu juga mengungkapkan informasi terkini terkait upaya pemerintah dalam membebaskan TKI Satinah yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi.
Menurut SBY, dirinya mendapat informasi bahwa saat ini ahli waris keluarga majikan Satinah di Arab Saudi merasa tersinggung dengan hiruk-pikuk kabar terkait Satinah di Indonesia, yang menyudutkan keluarga majikan Satinah.
Menurut dia, keluarga majikan di Arab Saudi sekarang tersinggung dan mengancam menolak diat. Padahal, utusan pemerintah yang dipimpin Miftah Basuni untuk menyelesaikan masalah ini sudah hampir sepakat senilai Rp20 miliar dengan ahli waris keluarga majikan.
"Untuk hal ini, saya sudah menandatangani surat dan segera dikirim kepada ahli waris keluarga majikan Satinah, untuk meredam ketersinggungan mereka dan memberi maaf kepada Satinah agar Satinah bebas dari hukuman pancung," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Saya sudah mengirim surat ke PT Lapindo, meminta mereka segera menyelesaikan tanggungannya ke korban lumpur Sidoarjo di area terdampak. Masalah ini harus segera selesai, kasihan mereka," kata Presiden SBY kepada para pimpinan media massa di Surabaya, Sabtu malam.
MK beberapa waktu lalu mengabulkan uji materi korban semburan lumpur Sidoarjo di area peta terdampak. Menurut MK, pasal 9 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomer 15 Tahun 2012 tentang APBN 2013 bertentangan dengan UUD 1945, sehingga kewajiban untuk membayar menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas, bukan beban APBN.
Tanggung jawab negara adalah untuk memaksakan Lapindo Brantas melalui kekuasaannya agar menyelesaikan ganti rugi terhadap warga korban lumpur Sidoarjo di area terdampak.
Presiden SBY mengakui putusan MK itu memang ada yang sempat menafsirkan bahwa negara yang bertanggung jawab menyelesaikan kewajiban terhadap korban lumpur Sidoarjo itu. "Namun, setelah membaca langsung amar putusan MK dan mengikuti peryataan dari Ketua MK Hamdan Zoelva serta saya telepon langsung beliau, putusan itu artinya negara bertanggung jawab untuk memaksa Lapindo menyelesaikan kewajibannya," katanya.
SBY menjelaskan kewajiban Lapindo Brantas saat ini masih menyisakan tanggungan ganti rugi kepada warga korban area terdampak sekitar Rp700 miliar dan kurang lebih Rp600 miliar yang berupa bisnis (komersial). Sedangkan korban yang di luar area terdampak memang menjadi tanggung jawab negara dan sudah dianggarkan di APBN 2014 sebesar Rp1,3 triliun.
"Saya sebagai Kepala Negara meminta Lapindo untuk segera menyelesaikan kewajibannya. Kalau tidak, negara terpaksa akan membawa ke proses hukum," kata Presiden menambahkan.
Presiden pada kesempatan itu juga mengungkapkan informasi terkini terkait upaya pemerintah dalam membebaskan TKI Satinah yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi.
Menurut SBY, dirinya mendapat informasi bahwa saat ini ahli waris keluarga majikan Satinah di Arab Saudi merasa tersinggung dengan hiruk-pikuk kabar terkait Satinah di Indonesia, yang menyudutkan keluarga majikan Satinah.
Menurut dia, keluarga majikan di Arab Saudi sekarang tersinggung dan mengancam menolak diat. Padahal, utusan pemerintah yang dipimpin Miftah Basuni untuk menyelesaikan masalah ini sudah hampir sepakat senilai Rp20 miliar dengan ahli waris keluarga majikan.
"Untuk hal ini, saya sudah menandatangani surat dan segera dikirim kepada ahli waris keluarga majikan Satinah, untuk meredam ketersinggungan mereka dan memberi maaf kepada Satinah agar Satinah bebas dari hukuman pancung," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014