Yogyakarta (Antara Kalbar) - Dosen Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Diah Rachmawati menghasilkan benih jagung hibrida yang diberi nama Gama GS dan Gama SG yang merupakan silangan antara varietas Guluk-guluk dan Srikandi Kuning 1.
"Setelah beberapa kali melakukan kawin silang, akhirnya didapatkan hasil yang diinginkan. Benih jagung Gama GS menunjukkan betinanya adalah Guluk-guluk dan jantannya Srikandi Kuning 1, sedangkan Gama SG betinanya Srikandi Kuning 1 dan jantannya Guluk-guluk," kata Diah di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, keunggulan Gama GS dan Gama SG terletak pada umur panen yang relatif lebih pendek, sekitar 75-80 hari, dengan produksi mencapai 6-7 ton per hektare. Data tersebut didapat dari beberapa uji lokasi yang bekerja sama dengan Balitsereal.
"Empat lokasi yang digunakan untuk uji lokasi adalah Klaten, Jawa Tengah, Pamekasan Madura, Jawa Timur, Maros, Sulawesi Selatan, dan Kebun Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan Pertanian (KP4) Universitas Gadjah Mada (UGM)," katanya.
Ia mengatakan yang membedakan keempat lokasi itu adalah jenis tanahnya, ada yang berupa lahan sawah, ladang, tanah kering, dan berpasir. Uji coba dilakukan pada musim kemarau untuk mengetahui seberapa kuat varietas jagung tersebut menghadapi minimnya kadar air tanah.
"Dari sisi produksi, Gama GS dan Gama SG memang masih kalah dibandingkan dengan jagung hibrida Pioneer yang sudah dikenal luas oleh kalangan petani. Namun, jagung Pioneer memiliki umur masa panen sekitar 100 hari, sedangkan Gama GS dan Gama SG dapat dipanen dalam tempo 75 hari," katanya.
Menurut dia, jika Pioneer bisa panen 10 ton per hektare, tetapi dari segi ketahanan virus dan umur, Gama GS dan Gama SG lebih unggul.
"Dari hasil uji coba di lapangan, jagung hibrida dari persilangan varietas Guluk-guluk dan Srikandi Kuning 1 menghasilkan produksi jagung kering 6,5 ton per hektare dengan waktu panen 75 hari," katanya.
Selain unggul dari segi masa panen, Gama GS dan Gama SG juga memiliki ukuran tongkol yang lebih panjang, yakni 15-18 cm. Padahal, panjang tongkol Guluk-guluk hanya 10-13 cm.
"Gama GS dan Gama SG juga memiliki ketahanan terhadap virus Cucumber Mosaic Virus (CMV) dan kandungan protein yang lebih tinggi. Jagung itu juga tahan terhadap kondisi air yang minim," katanya.
Ia mengatakan tujuan penanaman jagung Gama GS dan Gama SG tidak hanya untuk meningkatkan produksi jagung nasional tetapi diharapkan dapat menjadi unggulan varietas lokal.
"Dengan teknologi diharapkan keunggulannya dapat lebih ditingkatkan. Kami ingin melindungi varietas lokal," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Setelah beberapa kali melakukan kawin silang, akhirnya didapatkan hasil yang diinginkan. Benih jagung Gama GS menunjukkan betinanya adalah Guluk-guluk dan jantannya Srikandi Kuning 1, sedangkan Gama SG betinanya Srikandi Kuning 1 dan jantannya Guluk-guluk," kata Diah di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, keunggulan Gama GS dan Gama SG terletak pada umur panen yang relatif lebih pendek, sekitar 75-80 hari, dengan produksi mencapai 6-7 ton per hektare. Data tersebut didapat dari beberapa uji lokasi yang bekerja sama dengan Balitsereal.
"Empat lokasi yang digunakan untuk uji lokasi adalah Klaten, Jawa Tengah, Pamekasan Madura, Jawa Timur, Maros, Sulawesi Selatan, dan Kebun Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan Pertanian (KP4) Universitas Gadjah Mada (UGM)," katanya.
Ia mengatakan yang membedakan keempat lokasi itu adalah jenis tanahnya, ada yang berupa lahan sawah, ladang, tanah kering, dan berpasir. Uji coba dilakukan pada musim kemarau untuk mengetahui seberapa kuat varietas jagung tersebut menghadapi minimnya kadar air tanah.
"Dari sisi produksi, Gama GS dan Gama SG memang masih kalah dibandingkan dengan jagung hibrida Pioneer yang sudah dikenal luas oleh kalangan petani. Namun, jagung Pioneer memiliki umur masa panen sekitar 100 hari, sedangkan Gama GS dan Gama SG dapat dipanen dalam tempo 75 hari," katanya.
Menurut dia, jika Pioneer bisa panen 10 ton per hektare, tetapi dari segi ketahanan virus dan umur, Gama GS dan Gama SG lebih unggul.
"Dari hasil uji coba di lapangan, jagung hibrida dari persilangan varietas Guluk-guluk dan Srikandi Kuning 1 menghasilkan produksi jagung kering 6,5 ton per hektare dengan waktu panen 75 hari," katanya.
Selain unggul dari segi masa panen, Gama GS dan Gama SG juga memiliki ukuran tongkol yang lebih panjang, yakni 15-18 cm. Padahal, panjang tongkol Guluk-guluk hanya 10-13 cm.
"Gama GS dan Gama SG juga memiliki ketahanan terhadap virus Cucumber Mosaic Virus (CMV) dan kandungan protein yang lebih tinggi. Jagung itu juga tahan terhadap kondisi air yang minim," katanya.
Ia mengatakan tujuan penanaman jagung Gama GS dan Gama SG tidak hanya untuk meningkatkan produksi jagung nasional tetapi diharapkan dapat menjadi unggulan varietas lokal.
"Dengan teknologi diharapkan keunggulannya dapat lebih ditingkatkan. Kami ingin melindungi varietas lokal," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014