Ngabang (Antara Kalbar) - Memasuki bulan Ruwah 1947 (Tahun Jawa) atau Syakban 1435 (Tahun Hijriyah), masyarakat Jawa di Kecamatan Mandor salah satunya di Desa Kayuara, menggelar Ruwahan. Sebuah tradisi turun temurun dengan acara masak-masak dan mengundang tetangga untuk bersama membaca doa untuk para arwah keluarga yang sudah meninggal dunia.
"Ruwahan sudah digelar setiap tahun sebelum bulan puasa. Jumlah undangan tergantung kemampuan, kalau kita ada rejeki banyak ya buat acaranya dibesarkan. Intinya hanya mengirim doa kepada arwah keluarga kita yang sudah mendahului kita," ungkap Salami salah satu masyarakat ditemui Antara, Kamis (19/6).
Pelaksanaan kondangan Ruwahan biasa mulai habis waktu ashar, magrib sampai isya. Menyesuaikan waktu karena kadang dalam satu kampung ada dua sampai tiga rumah yang gelar ruwahan.
"Jadi harus saling koordinasi waktu kondangan. Agar tidak tabrakan waktu, karena orang yang diundang sama-sama masyarakat kampung," ujar Salami sambil memasak persiapan Ruwahan pada Kamis sore.
Adapun dalam ruwahan, seorang imam diminta memandu doa membaca yasinan, tahlilan dan doa. Setelah selesai, tamu makan bersama dan pulang diberi bawahan nasi dan laok pauk.
"Tradisi ruwahan di kampung kamis sudah lama digelar setiap tahun. Memang sempat ada pro dan kontra antara pemahaman-pemahaman masyarakat. Tapi saling toleransi. Jadi ada juga yang tidak melaksanakan," cerita Salami.
Masyarakat khususnya yang tua-tua berharap tradisi ruwahan masih terus dipertahankan hingga sampai generasi mendatang. Meskipun banyak pro dan kontra. Ruwahan tidak ada unsur melanggar ajaran agama.
"Karena sedekah makanan kepada masyarakat dengan minta bantu baca doa untuk arwah yang sudah mendahului kita (wafat)," tukas Salami.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014
"Ruwahan sudah digelar setiap tahun sebelum bulan puasa. Jumlah undangan tergantung kemampuan, kalau kita ada rejeki banyak ya buat acaranya dibesarkan. Intinya hanya mengirim doa kepada arwah keluarga kita yang sudah mendahului kita," ungkap Salami salah satu masyarakat ditemui Antara, Kamis (19/6).
Pelaksanaan kondangan Ruwahan biasa mulai habis waktu ashar, magrib sampai isya. Menyesuaikan waktu karena kadang dalam satu kampung ada dua sampai tiga rumah yang gelar ruwahan.
"Jadi harus saling koordinasi waktu kondangan. Agar tidak tabrakan waktu, karena orang yang diundang sama-sama masyarakat kampung," ujar Salami sambil memasak persiapan Ruwahan pada Kamis sore.
Adapun dalam ruwahan, seorang imam diminta memandu doa membaca yasinan, tahlilan dan doa. Setelah selesai, tamu makan bersama dan pulang diberi bawahan nasi dan laok pauk.
"Tradisi ruwahan di kampung kamis sudah lama digelar setiap tahun. Memang sempat ada pro dan kontra antara pemahaman-pemahaman masyarakat. Tapi saling toleransi. Jadi ada juga yang tidak melaksanakan," cerita Salami.
Masyarakat khususnya yang tua-tua berharap tradisi ruwahan masih terus dipertahankan hingga sampai generasi mendatang. Meskipun banyak pro dan kontra. Ruwahan tidak ada unsur melanggar ajaran agama.
"Karena sedekah makanan kepada masyarakat dengan minta bantu baca doa untuk arwah yang sudah mendahului kita (wafat)," tukas Salami.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014